Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), Hery Gunardi memberi memastikan pembagian dividen interim tahun ini bisa tetap tinggi, meskipun bank pelat merah itu mengalami penurunan kinerja pada sisi bottom line.
Hery menyebut rasio pembagian dividen dari laba atau dividen payout ratio untuk dividen interim BRI tahun buku 2025 bisa tetap tinggi di kisaran 90% hingga 95%. Ia menegaskan BRI memiliki permodalan yang memadai untuk melakukan aksi korporasi tersebut.
"Dividen kan bisa, dividen kan nggak bisa 90%-95% dari laba, terserah nanti pemegang saham mintanya berapa. Karena CAR-nya kan tinggi, aman," tegas Hery saat ditemui di Le Meridien Hotel, Kamis (31/7/2025).
Untuk diketahui, rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) BRI berada di posisi 25,01% pada semester I-2025. Adapun rasio CAR minimum bank yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah sebesar 8%.
Seperti diberitakan sebelumnya, laba bersih periode berjalan BRI tercatat turun 11,25% secara tahunan menjadi Rp26,53 triliun pada semester I-2025.
Hery mengatakan sebenarnya perolehan laba tersebut lebih tinggi dibanding periode yang sama setahun lalu, yakni sebesar Rp29,89 triliun. Sebab, dari perolehan laba tahun lalu, terdapat penyisihan untuk pencadangan atau reverse sebesar Rp4 triliun.
"Tahun lalu itu ada reverse CKPN yang besarnya Rp4 triliun. Jadi kalau misalnya Rp29 triliun dikurang Rp4 triliun kan Rp25 triliun. Sekarang [laba] kita kan Rp26 triliun lebih, jadi sebenarnya tahun ini lebih gede labanya," terang Hery pada kesempatan yang sama.
Ia kemudian menyorot torehan Pendapatan Operasional Sebelum Pencadangan atau Pre-Provisioning Operating Profit (PPOP) BRI mampu naik kenaikan 2,2% secara tahunan menjadi Rp58,3 triliun, sepanjang semester I-2025.
Meski demikian, Hery mengakui bank pelat merah itu tengah memperbaiki kualitas business process dari segmen mikro. Menurutnya, perlu waktu untuk melakukan perbaikan tersebut, sementara direksi BRI baru dirombak besar-besaran pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) bulan Maret lalu.
"Jadi kalau mikro itu kan butuh waktu kan, kita baru 3 bulan [menjabat] soalnya Nanti kalau udah setahun gitu kan, lebih rapi lagi. Memang penting itu di bank itu adalah nggak bisa short term, kita rapihkan, revamp bisnis prosesnya, kemudian underwriting prosesnya, risk management-nya, operation-nya," terang Hery.
Dengan begitu, ia berharap rasio kredit bermasalah alias non performing loan (NPL) di BRI nanti bakal berangsur membaik.
(ayh/ayh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kredit BRI Tumbuh 5,97%, Tembus Rp 1.416,62 Triliun di Semester I-2025