Di Balik Sengketa Bali Tower vs Pemkab Badung, Siapa yang Dirugikan?

8 hours ago 5

Badung, CNBC Indonesia - Perselisihan PT Bali Towerindo Sentra (BALI) Tbk atau Bali Tower dengan Pemerintah Kabupaten Badung belum menemui titik terang. Bahkan upaya mediasi antara Bali Tower dan Pemerintah Kabupaten Badung kembali menemui jalan buntu. Mediasi yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Selasa (9/12/2025), belum menghasilkan kesepakatan.

Seperti diketahui, perselisihan ini bermula dari gugatan Bali Tower kepada Pemkab Badung terkait kerja sama pembangunan menara telekomunikasi yang dituangkan dalam Surat Perjanjian Nomor 555/2818/DISHUB-BD dan Nomor 018/BADUNG/PKS/2007 tertanggal 7 Mei 2007.

Dalam gugatannya, Bali Tower menuding pemerintah daerah melakukan wanprestasi dan menggugat secara perdata dengan tuntutan senilai Rp3,3 triliun. Dalam kasus ini, Pemkab Badung dinilai merugikan karena telah membiarkan perusahaan di industri yang sama mendirikan menara telekomunikasi di wilayah Badung. Hal tersebut dianggap tidak sesuai dengan kerja sama yang disepakati. Alhasil menara-menara telekomunikasi dari berbagai perusahaan pun banyak yang dibongkar paksa.

Tercatat, dari aksi tersebut sebanyak puluhan menara telah dirubuhkan. Hal ini tentunya merugikan banyak pihak terutama masyarakat dan perusahaan operator telekomunikasi.

Masyarakat pun menderita lantaran sinyal internet di sejumlah titik di kabupaten Badung menjadi lemot. Sementara operator telekomunikasi kehilangan kesempatan memberikan pelayanan yang baik ke konsumen karena daya jangkau mereka terpangkas. Operator juga sulit ekspansi karena harga yang ditetapkan lebih tinggi dari rata rata harga pasar.

Menanggapi gugatan Bali Tower ke Pemkab Badung, Asosiasi Pengembang Infrastruktur & Menara Telekomunikasi (ASPIMTEL) buka suara. Asosiasi mendukung sikap Pemkab untuk membuka peluang bagi pelaku bisnis lain dalam memajukan Bali dengan meningkatkan kualitas jaringan internet dan pemerataan akses digital.

Regional Manager Balinusra PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) Anandayu Ega Hardianto mengatakan, kontrak antara Bali Tower dan Pemerintah Kabupaten Badung menyulitkan pelaku usaha infrastruktur telekomunikasi lain untuk berbisnis di wilayah tersebut.

"Kontrak tersebut menjadi hambatan investasi di Badung. Menara kami juga dibongkar, termasuk dua titik di Batu Bolong dan Nusa Dua tahun ini, serta sejumlah lokasi lain dalam beberapa tahun terakhir," ungkapnya, Sabtu, (13/12/2025).

Ega menjelaskan, TBIG sempat memiliki nota kesepahaman (MoU) pembangunan menara di Badung terkait program smart city yang berakhir pada 2022. Setelah MoU berakhir, pemerintah daerah melakukan penertiban karena dasar hukum kerja sama dinilai tidak ada lagi.

"Permasalahan ini sebenarnya sederhana. Kontrak ekslusif akan berakhir pada 2027 dan Bali Tower ingin memaksakan perpanjangan. Kami mendukung Pemkab untuk tidak memperpanjang kontrak ekslusif tersebut sebagai bentuk implementasi prinsip persaingan usaha yang sehat dan anti monopolistik. Dengan berakhir nya kontrak tersebut, maka menjadi kesempatan bagi pemain lain untuk bisa berbisnis di Badung," ujar Ega di mana perusahaan tempatnya bekerja (TBIG) menjadi bagian dari Aspimtel.

Di sisi lain, Manager OM & Deployment Balinusra PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) atau Mitratel, Andi Baspian Yasma menambahkan pembukaan akses pasar bagi perusahaan lain merupakan kebutuhan mendesak sebagai bagian dari menciptakan iklim investasi yang sehat.

"Praktik bisnis yang monopolistik terbukti merugikan banyak pihak. Para pelaku usaha dan masyarakat luas kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pelayanan terbaik dan harga termurah. Praktik monopoli juga sudah kehilangan zaman," katanya.

Dalam dunia usaha, ASPIMTEL menegaskan ada tiga prinsip utama yang harus dijaga, yaitu Fairness dan anti-monopoli dalam pengurusan izin serta pembangunan menara. Kedua, Kemitraan strategis antara pelaku industri dan pemerintah daerah untuk memperluas layanan. Dan ketiga, mengutamakan kepentingan pengguna telekomunikasi, bukan kepentingan monopoli infrastruktur.

DPRD Minta Pemkab Kaji Ulang kontrak

Gugatan Bali Tower ke Pemkab Badung juga mengagetkan para politisi di tingkat DPRD. Mereka tidak menyangka setelah menikmati kontrak selama 20 tahun, Bali Tower justru menggugat Pemkab senilai Rp3,3 triliun dengan alasan wanprestasi.

"Selama ini atau hampir 20 tahun Bali Towerindo telah diberikan keleluasan untuk membangun menara telekomunikasi di Badung, tetapi kenapa perusahaan tersebut tiba-tiba menuntut Pemkab Badung? Hal ini perlu menjadi perhatian serius pemda," ujar Anggota DPRD Kabupaten Badung I Wayan Puspa Negara saat bertemu dengan sejumlah wartawan media di Badung, Sabtu (13/12/2025).

Politisi dari Partai Gerindra ini bahkan meminta pemkab untuk menjadikan gugatan perdata sebagai alasan untuk mengkaji ulang kerjasama dan melakukan audit.

"Kami mendesak pemkab untuk melawan gugatan tersebut. Situasi ini tidak boleh dibiarkan dan seharusnya menjadi pendorong bagi Pemkab untuk segera membuka peluang kerjasama dengan perusahaan tower lainnya," katanya.

Tanpa ada gugatan, Pemkab juga seharusnya menghormati praktik bisnis yang sehat demi terciptanya iklim investasi yang kondusif. "Kami agak kecewa dengan gugatan tersebut. Kami akan meminta penjelasan ke Pemkab terkait hal ini," katanya.

Puspa mengatakan, DPRD Badung memahami adanya isu terkait perpanjangan kerja sama yang akan berakhir pada 2027. Setiap nota kesepahaman (MoU) seharusnya dibahas setahun sebelum masa berakhir. "Namun hingga kini DPRD belum menerima informasi resmi terkait rencana perpanjangan tersebut," terangnya.

DPRD justru mendorong agar eksekutif untuk mengambil langkah strategis dalam menghadapi tuntutan hukum tersebut sekaligus memastikan tidak terjadi praktik monopoli. Asalkan sejumlah provider yang mau membangun tower telekomunikasi mematuhi tiga prinsip utama yang sudah ditetapkan pemerintah.

"DPRD menegaskan dukungan terhadap kebijakan yang tetap membuka persaingan usaha sehat, dengan syarat adanya komitmen kuat menjaga tata ruang, estetika destinasi wisata, serta kearifan lokal. Aspek budaya juga menjadi perhatian utama," pungkas Puspa.

Dia melanjutkan bahwa DPRD menegaskan keterbukaan terhadap perkembangan teknologi telekomunikasi. Apalagi dukungan infrastruktur teknologi komunikasi bagian dari pengembangan pariwista Bali, khususnya Kabupaten Badung. Kebutuhan jaringan digital yang lebih baik sangat dibutuhkan, seiring berkembangnya aktivitas work from home, bisnis digital, dan sektor pariwisata.

"Sebagai daerah dengan lebih dari 3.100 akomodasi dan sekitar 4.444 restoran, Badung memiliki kebutuhan infrastruktur telekomunikasi tertinggi di Bali. Dengan kunjungan sekitar 6,8 juta wisatawan mancanegara dan 10 juta wisatawan domestik, kebutuhan infrastruktur telekomunikasi menjadi kebutuhan mutlak," terangnya.

DPRD Badung menegaskan komitmennya untuk menjaga estetika kawasan sambil tetap mendukung pertumbuhan sektor telekomunikasi. Evaluasi menyeluruh terhadap pengelolaan menara dan infrastruktur telekomunikasi direncanakan dilakukan setahun sebelum 2027, dengan prinsip keterbukaan, konsolidasi usaha yang sehat, serta jaminan kinerja dari pelaku usaha.

"Prinsip utamanya adalah kearifan lokal. Infrastruktur boleh tumbuh, teknologi boleh berkembang, tetapi tidak boleh dibangun secara sembarangan," tegas Puspa.

(dpu/dpu)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
| | | |