H-1 Deadline Tarif Trump, Daftar Negara Sukses Nego dan Masih Berjuang

21 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Deadline negosiasi tarif dagang negara-negara dunia dengan Amerika Serikat (AS) tinggal sehari lagi. Pada Jumat waktu setempat, 1 Agustus, Trump rencananya akan memberlakukan tarif dagang baru ke banyak negata.

Meski begitu, sebenarnya sudah ada negara-negara yang mencapai kesepakatan. Siapa saja?

Inggris

Negara ini menjadi yang pertama mencapai kesepakatan. Inggris memimpin dalam perjanjian perdagangan dengan AS, mencapai satu kesepakatan pada awal Mei.

Barang Inggris yang masuk ke AS hanya akan dikenai tarif dasar 10%. Lalu ada berbagai kuota dan pengecualian untuk produk-produk seperti otomotif dan barang-barang kedirgantaraan.

Namun, beberapa poin dalam perjanjian perdagangan mereka masih belum pasti. Hal ini termasuk tarif untuk baja dan aluminium Inggris, yang telah disetujui AS untuk dipotong dan pembicaraan tentang pajak layanan digital Inggris, yang ingin dihapuskan oleh Trump, juga tampaknya terus berlanjut.

Vietnam

Vietnam adalah negara kedua yang berhasil mencapai kesepakatan dengan Trump. Di 2 Juli AS memangkas tarif important negeri itu, dari 46% menjadi 20%.

Salah satu poin dengan Vietnam adalah tarif "transshipping" sebesar 40% untuk barang-barang yang berasal dari negara lain dan dialihkan ke Vietnam untuk pengiriman akhir ke AS. Namun sebenarnya belum jelas bagaimana penerapannya.

Meski begitu, analis menilai ini dirujukkan ke barang asal China. Tiongkok telah menggunakan transshipping untuk menghindari tarif yang tinggi atas pengiriman langsungnya ke AS dengan menjadikan Vietnam sebagai pusat transshipment utama.

Dalam update terbaru laman AS Politico, ada fakta lain terkait tarif Vietnam. Hanoi terkejut dengan tarif 20% yang diberlakukan.

Politico mengatakan para negosiator memperkirakan tarif 11%. Tetapi Trump secara sepihak mengumumkan tarif 20%.

Indonesia

Indonesia menjadi salah satu negara yang sukses melakukan negosiasi dagang dengan Trump. Tarif RI dipotong menjadi 19% dari 32% dalam perjanjiannya dengan Trump, yang diumumkan pada 15 Juli.

Gedung Putih mengatakan Indonesia akan menghilangkan hambatan tarif pada lebih dari 99% produk AS yang diekspor ke Indonesia di semua sektor. Termasuk produk pertanian dan energi.

Kerangka kerja tersebut juga menyatakan bahwa kedua negara juga akan mengatasi berbagai "hambatan non-tarif" dan hambatan lain yang dihadapi AS di pasar Indonesia. Namun belum ada detail persetujuan kedua negeri.

Filipina

Tidak seperti negara-negara ASEAN lainnya yang mengalami pengurangan tarif yang cukup besar, Filipina mengalami penurunan sebesar satu poin persentase menjadi 19% dari 20%. Hal ini diumumkan Trump pada 22 Juli.

Trump mengatakan Manila tidak akan mengenakan tarif pada barang-barang AS sebagai bagian dari perjanjian tersebut. Ia memuji negara tersebut atas apa yang ia gambarkan sebagai "menuju PASAR TERBUKA dengan Amerika Serikat".

Selain itu, Trump juga mengatakan bahwa Filipina akan bekerja sama secara militer walau tak merinci lebih lanjut. Kedua negara telah menjadi sekutu perjanjian, dengan Manila menampung pasukan AS dan memiliki perjanjian pertahanan bersama yang dimulai sejak tahun 1951.

Jepang

Jepang adalah negara ekonomi besar Asia kedua yang mencapai kesepakatan dengan AS setelah China dengan tarifnya dipotong menjadi 15% dari 25% pada 23 Juli. Jepang menjadi negara ekonomi pertama yang mengalami penurunan tarif preferensial untuk sektor otomotif utamanya.

Trump menyebut perjanjian itu mungkin kesepakatan terbesar yang pernah dibuat. Ia mengatakan bahwa Jepang akan berinvestasi $550 miliar (sekitar 9.000 triliun) di AS dan Washington bakal "menerima 90% keuntungannya".

Namun, jalan menuju perjanjian ini penuh ketidakpastian. Pasalnya Trump mengatakan beberapa hari sebelum perjanjian bahwa ia tidak memperkirakan kedua negara akan mencapai kesepakatan.

Ia menggambarkan Jepang pada beberapa kesempatan sebagai "sangat tangguh" dalam perundingan perdagangan. Menurut Trump, negara itu "dimanjakan" karena tidak menerima beras AS meskipun menghadapi kekurangan beras domestik.

Uni Eropa

Perjanjian Uni Eropa (UE) dengan AS dicapai hanya beberapa hari yang lalu, setelah negosiasi yang panjang. Barang-barang UE sekarang menghadapi tarif dasar 15%, setengah dari 30% yang sebelumnya diancamkan Trump kepada blok tersebut.

Bea masuk untuk mobil yang ada akan dikurangi menjadi 15%. Lalu pungutan untuk beberapa produk seperti pesawat terbang dan obat generik tertentu akan kembali ke tingkat sebelum Januari.

Namun, kesepakatan tersebut menuai kritik, termasuk dari beberapa pemimpin Eropa. Perdana Menteri (PM) Prancis Francois Bayrou bahkan mengatakan bahwa kesepakatan tersebut merupakan tindakan "penyerahan" dan "hari yang gelap".

Namun, Komisaris Perdagangan Uni Eropa Maros Sefcovic menyebutnya "kesepakatan terbaik". Dikatakannya ini hasil yang baik untuk situasi sulit.

Korea Selatan

Korea Selatan (Korsel) adalah negara terbaru yang mencapai kesepakatan, pada hari Kamis. Hasil negosiasi dilaporkan agak mirip dengan yang dicapai Jepang.

Negara ini akan dikenakan tarif menyeluruh sebesar 15% atas ekspornya. Sementara bea masuk untuk sektor otomotifnya juga diturunkan menjadi 15%.

"Korea Selatan akan memberikan kepada Amerika Serikat US$350 miliar untuk Investasi yang dimiliki dan dikendalikan oleh Amerika Serikat, dan dipilih oleh saya sendiri, sebagai Presiden," kata Trump.

Hal sama juga ditegaskan Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick. Ia mengatakan 90% keuntungan dari investasi US$350 miliar itu akan "diberikan kepada rakyat Amerika.

Namun, Presiden Korsel Lee Jae Myung mengatakan dana US$350 miliar tersebut akan berperan dalam memfasilitasi "masuknya aktif" perusahaan-perusahaan Korea ke pasar AS. Di antaranya pembuatan kapal dan semikonduktor.

China

Perundingan perdagangan pemerintahan Trump dengan China mengambil pendekatan yang berbeda dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Ekonomi terbesar kedua di dunia ini telah menjadi sasaran empuk perdagangan Trump sejak ia menjabat.

Alih-alih mencapai kesepakatan, China justru mencapai serangkaian penangguhan tarif "timbal balik"-nya. Awalnya, China ikenai tarif 34% sejak April sebelum serangkaian tindakan saling serang antara kedua belah pihak menyebabkan tarif melonjak menjadi 145% untuk impor Beijing ke AS dan 125% untuk impor Washington ke China.

Namun, kedua belah pihak sepakat untuk mengurangi tarif pada bulan Mei, setelah pertemuan perdagangan pertama mereka di Jenewa, Swiss. Gencatan senjata disepakati berlangsung hingga 12 Agustus.

China saat ini menghadapi tarif gabungan 30%. Sementara AS mengincar tarif 10%.

Pertemuan terakhir kedua negara di Stockholm berakhir tanpa perpanjangan gencatan senjata. Tetapi Menteri Keuangan AS mengatakan bahwa perpanjangan gencatan senjata tidak akan disetujui hingga Trump menandatangani rencana tersebut.

Negara yang Belum Kelar Nego

Sementara itu, bagi negara-negara yang belum mencapai kesepakatan, tampaknya tarif dasar global yang lebih tinggi, sekitar 15%-20%, akan dikenakan kepada mereka. Angka ini ebih tinggi daripada tarif dasar 10% yang diumumkan pada "Hari Pembebasan".

Negara-negara dengan surplus perdagangan dengan AS kemungkinan besar akan mengalami tarif "timbal balik" yang lebih tinggi. Berikut beberapa mitra dagang utama yang belum mencapai kesepakatan dengan AS.

India

Trump mengumumkan tarif 25% untuk India, dengan "penalti" tambahan yang tidak disebutkan jumlahnya. Ia mengatakan "hukuman itu" karena kebijakan perdagangan yang tidak adil dan atas pembelian peralatan militer dan energi India dari Rusia.

"Meskipun India adalah teman kami, selama bertahun-tahun kami hanya berbisnis relatif sedikit dengan mereka karena tarif mereka terlalu tinggi, termasuk yang tertinggi di dunia," kata Trump dalam sebuah postingan di Truth Social.

Tarif 25% ini sedikit lebih rendah daripada yang diberlakukan Trump terhadap India. Sebelumnya negara itu dikenalkan tarif 26%.

Kanada

Perdebatan panas memang terjadi antara Kanada dan AS mengenai tarif dalam beberapa bulan terakhir. Ini bahkan terjadi dari awal Trump dilantik, sebelum pengumuman tarif timbal balik.

Kanada kini menghadapi tarif 35% untuk berbagai barang mulai 1 Agustus. Tarif ini terpisah dari tarif sektoral mana pun.

Trump telah berulang kali menyebutkan aliran obat-obatan terlarang dari Kanada ke AS sebagai alasan penerapan tarifnya. PM Kanada Mark Carney mengatakan awal pekan ini bahwa para mitra sedang dalam "fase intensif" perundingan, seraya menekankan bahwa kecil kemungkinan kesepakatan tanpa tarif akan tercapai.

Meksiko

Seperti Kanada, Meksiko juga telah lama menjadi target tarif AS. Trump menyebut narkoba dan migrasi ilegal sebagai faktor dalam keputusannya untuk mengumumkan pungutan terhadap negara tetangga selatan AS tersebut.

Menurutnya Meksiko belum melakukan upaya yang cukup untuk mengamankan perbatasan. Meksiko akan dikenakan tarif 30% dan setiap pembalasan akan dibalas dengan tarif yang lebih tinggi lagi dari AS.

Pemerintah Meksiko telah menekankan bahwa penting bagi para mitra dagang untuk menyelesaikan masalah mereka sebelum 1 Agustus. Tetapi belum banyak tanda-tanda kemajuan menuju kesepakatan dalam beberapa minggu terakhir.

Australia

Australia saat ini menghadapi patokan awal 10% karena mengalami defisit perdagangan dengan AS. Namun, negara tersebut kemungkinan akan menghadapi tarif yang lebih tinggi jika Trump memutuskan untuk menaikkan tarif dasar menjadi 15%-20%.

PM Anthony Albanese dilaporkan berargumen bahwa defisit Australia dengan AS dan perjanjian perdagangan bebasnya seharusnya berarti "tidak boleh ada tarif atas impor Australia". Namun baru-baru ini, Australia melonggarkan pembatasan daging sapi AS, sebuah langkah yang oleh kantor perwakilan dagang Paman Sam dikaitkan dengan tarif Trump.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Titah Trump: Tak Ada Lagi Bebas Bea untuk Barang Impor Murah China

Read Entire Article
| | | |