Harga Batu Bara Makin Tenggelam, Bantuan Trump dan Vietnam Sia-Sia

2 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara kontrak Desember ambruk lagi.

Merujuk Refintiv, harga batu bara pada perdagangan Selasa (11/11/2025) ditutup di posisi US$ 111,25 per ton atau jatuh 1,33%. Pelemahan ini memperpanjang tren negatif harga batu bara dengan melemah 3 % dalam tiga hari terakhir.

Argus Media menjelaskan harga batu bara global tetap sangat fluktuatif di tengah lemahnya permintaan dan margin yang menyempit bagi eksportir utama seperti Indonesia dan Australia.

Andrew Jones, Editor Solid Fuels Asia di Argus Media, mengatakan dalam Indonesia Coal Outlook Conference pekan lalu bahwa harga batubara kalori tinggi Newcastle 6.000 kcal mengalami volatilitas jauh lebih besar dibandingkan dengan batubara berkalori rendah, terutama dipicu oleh pergerakan harga LNG.

"Satu hal menarik yang ingin saya soroti adalah harga Newcastle 6.000 (kcal) jauh lebih volatil daripada grade yang lebih rendah. Pasar itu sangat dipengaruhi oleh harga LNG," ujarnya dikutip dari Argus.

Lonjakan harga pada 2022 setelah invasi Rusia ke Ukraina kemudian diikuti koreksi tajam, dengan harga bergerak dalam kisaran terbatas sepanjang 2023-2024.

Andrew menjelaskan bahwa ekspor dan produksi batubara Indonesia turun pada Januari-September 2025 akibat lemahnya permintaan, curah hujan tinggi, dan harga yang rendah, meskipun permintaan musim panas dari China sempat memberikan dukungan sementara pada kuartal III.

Di Australia, ekspor batubara termal tercatat stagnan secara tahunan pada paruh pertama tahun ini, dengan sekitar 30 juta ton atau 15% dari total produksi ekspor berada dalam kondisi merugi pada harga di bawah US$100 per ton.

Ia menambahkan bahwa produsen di kedua negara menghadapi tantangan untuk menyesuaikan tingkat produksi.

"Selalu sulit bagi pemasok Australia untuk memangkas produksi secara signifikan karena mereka terikat dalam kontrak take-or-pay yang sangat ketat," kata Andrew.

Argus memperkirakan tekanan pada pasokan Indonesia dan Australia masih berlanjut, dengan Asia Tenggara khususnya Vietnam dan Filipina muncul sebagai pusat pertumbuhan permintaan.

Ia menambahkan bahwa fenomena La Niña dengan intensitas ringan juga berpotensi mengganggu produksi di kedua negara, sehingga menambah ketidakpastian bagi prospek pasar 2026.

Batu bara Masuk Daftar Istimewa Trump

Sementara itu, pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump menambahkan 10 mineral baru termasuk batubara metalurgi dan uranium ke dalam daftar mineral kritis.
Langkah ini menegaskan agenda pro-bahan bakar fosil Trump, menghidupkan kembali dukungan terhadap batubara dan uranium meski mendapat penolakan dari kelompok lingkungan.

Mineral seperti tembaga (copper), perak (silver), potasium (potash), dan fosfat mendapat perhatian karena perannya yang strategis dalam elektrifikasi, sektor pertanian, dan infrastruktur AI.

Bahan bakar fosil yang selama ini dianggap "kelas buangan" kini justru mendapatkan posisi penting dalam ambisi pemerintahan Trump untuk memperkuat pasokan mineral kritis.

Pekan lalu, Departemen Dalam Negeri AS menambahkan 10 mineral ke daftar yang dianggap penting bagi ekonomi dan keamanan nasional AS. Selain batubara metalurgi yang digunakan dalam pembuatan baja, daftar tersebut juga mencakup tembaga, perak, boron, timah, fosfat, potasium, rhenium, dan silikon.

Seperti diberitakan Reuters, daftar ini menjadi cetak biru langkah Washington untuk mengamankan pasokan material yang dibutuhkan bagi pertahanan, manufaktur, dan teknologi energi bersih.

Beda Nasib Batu Bara di China dan Vietnam

Vietnam, yang kini menjadi pusat industrialisasi baru dan pembeli batu bara terbesar kelima di dunia, mengimpor 4,83 juta ton batu bara pada Oktober yang menjadi level tertinggi sejak Juli.

Volume ini mencatat rebound 22% dari level terendah dalam 23 bulan yang terjadi pada September, dan melonjak 11,3% dibandingkan Oktober 2024.

Vietnam menghabiskan total US$497,7 juta untuk impor batu bara bulan lalu, naik 8,8% dari bulan sebelumnya dan 7,9% lebih tinggi dibandingkan Oktober tahun lalu, menurut data tersebut. Angka ini setara dengan harga impor rata-rata sekitar US$103 per ton, turun 10,8% secara bulanan.

Sebaliknya, pasar batubara termal domestik China mulai melemah setelah sempat menguat dalam beberapa pekan terakhir, seiring meningkatnya sikap hati-hati dari para pembeli.

Banyak pembangkit listrik menahan pembelian baru karena menilai harga saat ini sudah berada di level tinggi dan berpotensi terkoreksi dalam waktu dekat.

Sejumlah trader menyebutkan bahwa minat beli melemah karena sebagian utilitas listrik telah menyelesaikan restocking untuk kebutuhan musim dingin awal.

Selain itu, pasokan batubara diperkirakan akan sedikit bertambah menyusul peningkatan produksi di beberapa tambang di Shanxi dan Mongolia Dalam, setelah otoritas setempat melonggarkan sebagian pembatasan yang diberlakukan akibat inspeksi keselamatan. Kondisi ini membuat pasar lebih berhati-hati dan menekan sentimen bullish.

Namun, pelaku pasar menilai penurunan harga masih berlangsung terbatas karena cuaca dingin diperkirakan akan meningkatkan konsumsi listrik dan panas dalam beberapa minggu ke depan. Pemerintah pusat juga disebut siap melakukan stabilisasi pasokan dan harga untuk mencegah volatilitas berlebih menjelang puncak musim dingin.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(mae/mae)

Read Entire Article
| | | |