Kiamat Semakin Dekat, Sungai Raksasa Arab Ini Mulai Hilang

10 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Sungai Tigris yang melegenda di Irak kini berada dalam kondisi kritis akibat polusi parah dan penyusutan volume air yang drastis. Fenomena ini mengancam keberlangsungan hidup jutaan warga serta eksistensi komunitas kuno yang telah menetap di tepian sungai tersebut selama ribuan tahun.

Krisis air di salah satu sungai terpenting dunia ini dipicu oleh kombinasi mematikan antara perubahan iklim, pembangunan bendungan di negara tetangga, serta manajemen limbah yang buruk. Jika tidak ada tindakan darurat, para ahli memperingatkan bahwa kehidupan di sepanjang aliran Tigris akan berubah secara fundamental dan permanen.

Sheikh Nidham Kreidi al-Sabahi, seorang pemimpin salah satu agama Gnostik tertua di dunia, Mandaean, mengutarakan kecemasannya. Sebagai pemimpin agama, ia diwajibkan hanya menggunakan air sungai yang mengalir, bahkan untuk minum.

Pria berusia 68 tahun itu mengatakan dia tidak pernah jatuh sakit karena meminum air Sungai Tigris dan percaya bahwa selama air itu mengalir, maka air itu bersih. Namun kenyataannya, air tersebut mungkin akan segera berhenti mengalir sama sekali.

"Tidak ada air, tidak ada kehidupan," kata Sheikh Nidham yang tinggal di kota Amarah, Irak selatan, dikutip AFP, Rabu (17/12/2025)

Bagi umat Mandaean, air adalah inti dari keyakinan mereka. Upacara pernikahan dimulai di air, dan sebelum menghembuskan napas terakhir, mereka harus dibawa ke sungai untuk pembersihan terakhir.

"Bagi agama kami, pentingnya air seperti udara. Tanpa air, kehidupan tidak akan ada," jelas Sheikh Nidham.

Sungai Tigris adalah salah satu dari dua sungai besar yang membentuk wilayah Mesopotamia atau "Bulan Sabit Subur". Di tepian sungai inilah sejarah dunia berubah: pertanian skala besar dikembangkan, tulisan pertama diciptakan, dan roda ditemukan.

Saat ini, air Tigris menghidupi sekitar 18 juta warga Irak. Ia berguna untuk irigasi, transportasi, industri, hingga pembangkit listrik.

Namun, kesehatan sungai telah menurun selama beberapa dekade. Infrastruktur air Irak hancur akibat perang sejak tahun 1991 dan tidak pernah pulih sepenuhnya.

Saat ini, hanya 30% rumah tangga di perkotaan Irak yang terhubung ke fasilitas pengolahan limbah, sementara di pedesaan jumlahnya anjlok hingga 1,7%. Akibatnya, limbah cair, residu minyak, hingga limbah medis mengalir bebas ke sungai.

Selain polusi, volume sungai juga menyusut tajam. Dalam 30 tahun terakhir, pembangunan bendungan raksasa oleh Turki dan Iran telah memangkas debit air yang mencapai Baghdad hingga 33%.

Di sisi lain, krisis iklim menyebabkan curah hujan turun 30%, memicu kekeringan terburuk dalam satu abad terakhir. Permintaan air bersih diprediksi akan melampaui pasokan pada tahun 2035.

Pemerintah Irak sebenarnya telah menandatangani kesepakatan dengan Turki pada November lalu untuk mengatasi masalah ini, yang sering disebut sebagai kesepakatan "minyak untuk air". Namun, kesepakatan tersebut menuai kritik keras karena dianggap kurang rinci dan tidak mengikat secara hukum.

Tanpa adanya solusi nyata, Sheikh Nidham mengkhawatirkan masa depan umat Mandaean di Irak selatan. Dari estimasi populasi global sekitar 60.000 hingga 100.000 jiwa, kini kurang dari 10.000 yang tersisa di Irak. Kematian Sungai Tigris diprediksi akan menjadi lonceng kematian bagi komunitas kuno ini.

(tps/șef)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
| | | |