Perang Dunia 3 Menuju Amerika, Semua Mata Tertuju ke China

4 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - China masih bersikap hati-hati untuk memberikan bantuan atau dukungan material kepada Venezuela, meskipun hubungan kedua negara telah lama terjalin. Sikap ini terlihat setelah percakapan terbaru antara menteri luar negeri kedua negara, yang hanya menampilkan dukungan verbal terhadap Caracas di tengah meningkatnya ketegangan akibat blokade militer Amerika Serikat terhadap kapal-kapal tanker minyak Venezuela yang terkena sanksi.

Dalam pernyataan resmi terkait percakapan tersebut, China tidak menyebutkan bentuk bantuan konkret apapun kepada Venezuela, meskipun situasi di kawasan Amerika Selatan semakin memanas seiring langkah militer AS yang diklaim terkait perang melawan kartel narkoba.

Sikap ini mencerminkan posisi rumit Beijing yang tengah menyeimbangkan hubungannya dengan pemerintahan sosialis Presiden Nicolás Maduro dan ambisi geopolitiknya di Amerika Latin, dengan kepentingan menjaga stabilitas hubungan dengan pemerintahan Presiden AS Donald Trump.

Hubungan China dan Amerika Serikat dalam beberapa bulan terakhir memang sempat mengalami gejolak akibat perselisihan perdagangan, mulai dari tarif, logam tanah jarang, chip canggih, hingga tudingan peran China dalam produksi fentanil. Dalam konteks itu, Beijing tampak berhati-hati agar dukungannya kepada Caracas tidak kembali memicu perang ekonomi dengan Washington.

Dalam percakapan teleponnya, Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengatakan kepada mitranya dari Venezuela, Yvan Gil, bahwa kedua negara adalah "mitra strategis". Wang juga menegaskan sikap China yang menolak tekanan sepihak.

"China menentang semua bentuk perundungan sepihak dan mendukung negara-negara dalam membela kedaulatan serta martabat nasional mereka," demikian bunyi pernyataan resmi tersebut, sebagaimana dikutip Newsweek, Kamis (18/12/2025).

Dalam pernyataan yang sama, Wang Yi juga mengatakan Venezuela memiliki hak untuk secara independen mengejar kerja sama yang saling menguntungkan dengan negara lain. "Dan China percaya bahwa komunitas internasional memahami dan mendukung posisi Venezuela dalam menjaga hak dan kepentingan sahnya," tuturnya.

Pernyataan tersebut, yang awalnya disampaikan dalam bahasa China, tidak secara langsung menyebut Amerika Serikat maupun pemerintahan Trump. Namun, absennya rujukan eksplisit itu justru menegaskan dilema strategis Beijing.

Blokade AS terhadap Venezuela memaksa China memilih antara mempertahankan hubungan yang relatif stabil dengan Gedung Putih, dengan risiko melemahkan posisinya di mata mitra strategis, atau membantu menopang pemerintahan Maduro dengan konsekuensi kemungkinan eskalasi konflik ekonomi dengan Washington.

China selama bertahun-tahun telah mengucurkan pinjaman senilai puluhan miliar dolar AS kepada Venezuela, yang sebagian besar dibayar melalui pengiriman minyak. Pada Kamis, Kementerian Luar Negeri China menyatakan dukungannya terhadap permintaan Venezuela untuk menggelar pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB guna membahas situasi tersebut.

Di saat yang sama, Presiden China Xi Jinping dan Presiden AS Donald Trump dilaporkan telah saling bertukar undangan untuk kunjungan kenegaraan tahun depan, sebuah sinyal bahwa kedua negara masih berupaya menjaga jalur diplomatik tetap terbuka.

Sementara itu, tekanan dari Washington terhadap Caracas terus meningkat. Trump pada Rabu menuntut Venezuela mengembalikan aset-aset yang disita dari perusahaan minyak Amerika Serikat bertahun-tahun lalu, sembari kembali membenarkan keputusannya memberlakukan blokade terhadap tanker minyak yang berada di bawah sanksi AS.

Trump mengaitkan kebijakan terbarunya itu dengan kerugian investasi perusahaan AS di Venezuela, selain tudingan lama terkait perdagangan narkoba.

"Kami tidak akan membiarkan siapapun lewat yang seharusnya tidak lewat," kata Trump kepada wartawan.

"Anda ingat mereka mengambil semua hak energi kami. Mereka mengambil semua minyak kami belum lama ini. Dan kami menginginkannya kembali. Mereka mengambilnya, mereka mengambilnya secara ilegal."

Perusahaan minyak AS pernah mendominasi industri perminyakan Venezuela hingga pemerintah negara itu memutuskan menasionalisasi sektor tersebut, pertama kali pada 1970-an dan kemudian kembali dilakukan pada abad ke-21 di bawah kepemimpinan Maduro dan pendahulunya, Hugo Chávez.

Kompensasi yang ditawarkan Caracas kala itu dinilai tidak memadai, dan pada 2014 sebuah panel arbitrase internasional memerintahkan pemerintah sosialis Venezuela membayar kompensasi sebesar 1,6 miliar dolar AS kepada ExxonMobil.

Meski minyak selama ini menjadi isu utama dalam hubungan AS-Venezuela, pemerintahan Trump kini lebih menyoroti dugaan hubungan Maduro dengan jaringan perdagangan narkoba. Washington menuduh pemerintah Venezuela memfasilitasi pengiriman narkotika berbahaya ke Amerika Serikat.

Dalam unggahan media sosial pada Selasa malam, Trump menuding Venezuela menggunakan minyak untuk mendanai perdagangan narkoba dan kejahatan lainnya. Tuduhan tersebut dibantah oleh Maduro.

Ketegangan makin meningkat setelah pasukan AS pekan lalu menyita sebuah kapal tanker minyak di lepas pantai Venezuela, di tengah pengerahan kekuatan militer besar-besaran yang mencakup kapal induk paling canggih milik Angkatan Laut AS. Maduro menyebut penyitaan tersebut sebagai "pembajakan".

Militer AS juga dilaporkan telah melancarkan serangkaian serangan terhadap kapal-kapal yang dicurigai sebagai kapal pengangkut narkoba di Laut Karibia dan Samudra Pasifik bagian timur.

Serangan-serangan itu menewaskan sedikitnya 99 orang, termasuk empat orang dalam serangan pada Rabu.

(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
| | | |