Jakarta, CNBC Indonesia - Geng kriminal asal China dilaporkan telah mengumpulkan uang sebanyak US$1 miliar (Rp16,5 triliun) dalam 3 tahun. Uang itu didapatkan dari para korban yang terjerat penipuan lewat beragam modus.
Di antaranya modus pesan teks yang memancing pengguna untuk menekan tautan berbahaya. Isinya bisa berupa tagihan denda palsu, yang berakibat ke pencurian identitas dan pembobolan akun keuangan. Hal ini diungkap Kementerian Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat (AS).
Sebagai bagian dari aksi penipuan, geng maling memanfaatkan perangkat yang mampu menyimpan banyak kartu SIM sekaligus (SIM farm) dan dioperasikan dari jarak jauh.
Lokasinya di mana saja, mulai dari bengkel mobil hingga ruang kantor bersama, untuk mengirimkan ribuan pesan tipuan kepada warga AS untuk dibobol rekeningnya.
"Satu orang di ruangan dengan jaringan SIM farm dapat mengirimkan pesan teks sebanyak yang dapat dikirimkan oleh 1.000 nomor telepon," ujar Adam Parks, asisten agen khusus yang bertanggung jawab di divisi Investigasi Keamanan Dalam Negeri AS, kepada The Wall Street Journal, dikutip dari Independent, Kamis (16/10/2025).
Pesan palsu itu akan mengarahkan korban ke situs berbahaya yang memungkinkan penipu melacak penekanan tombol, password, dan informasi keuangan yang dimasukkan ke HP.
Dari sana, kelompok kriminal memasang informasi yang dicuri ke dompet Google dan Apple di Asia, lalu menghubungkan dompet ini kembali ke telepon seluler para pekerja lepas di AS.
Para pekerja ini menggunakan informasi palsu untuk membeli kartu hadiah (gift card), iPhone, dan barang berharga lainnya yang kemudian dikirim ke China, menurut para ahli.
Petugas pemerintahan di seluruh AS, mulai dari Florida, Massachusetts, Texas, Colorado, California, Minnesota, dan Washington, D.C., telah memperingatkan masyarakat tentang modus penipuan ini. Biasanya diistilahkan sebagai 'smishing', menggabungkan 'SMS' dan 'phishing'.
"Masyarakat diminta mengabaikan pesan-pesan semacan ini dan segera melapor ke Komisi Perdagangan Federal (FTC)," kata Jaksa Agung Distrik Columbia, Brian Schwalb.
"Kami tidak tahu siapa dalang ini," ujar Jennifer Givner, juru bicara Otoritas Jalan Tol Negara Bagian New York, kepada NBC News pada Maret 2025, di tengah maraknya penipuan smishing yang berpura-pura pengguna berutang uang kepada sistem tol E-ZPass.
"Kami hanya tahu penipuan ini terus terjadi dan terus berubah setiap beberapa hari," ia menambahkan.
Tahun lalu, hampir 6.000 laporan masuk ke FBI terkait penipuan berbasis teks yang terkait dengan tagihan tol.
Para peneliti mengatakan kepada Wall Street Journal bahwa mereka melacak sekitar 330.000 penipuan dengan modus tagihan tol dalam sehari pada bulan lalu. Jumlah itu naik 3 kali lipat dari yang dihimpun pada Januari 2024.
Skema penipuan ini sudah sangat mapan, sehingga kelompok kriminal menjual perangkat keras siap pakai di Telegram untuk menjalankan kejahatan siber ini.
Pengguna HP diperingatkan untuk tidak menanggapi permintaan dari nomor yang tidak dikenal atau memasukkan detail pembayaran ke situs web pemerintah yang tidak resmi.
Meskipun kejadian ini marak di Amerika Serikat (AS), namun pola penipuan yang sama bisa saja terjadi di Indonesia. Semoga informasi ini bermanfaat dan terus waspada di internet!
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Waspada Modus Penipuan Baru, Telepon Misterius Mengaku dari Gmail