Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pekan ini tercatat cukup mengecewakan. Nilai tukar rupiah sempat menembus level psikologis Rp16.500/US$ seiring dengan menguatnya dolar AS di pasar global.
Melansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 1,07% secara kumulatif sepanjang pekan ini. Pada perdagangan Jumat (1/8/2025), rupiah ditutup melemah 0,21% ke level Rp16.485/US$. Sepanjang pekan ini, rupiah hanya mencatatkan penguatan satu kali, yakni pada Rabu lalu.
Tekanan terhadap rupiah juga tercermin pada mata uang negara Asia lainnya. Mayoritas mata uang di kawasan turut terdepresiasi terhadap dolar AS, mencerminkan kuatnya tekanan eksternal akibat sentimen global.
Dilansir dari Refinitiv, Hanya yen Jepang yang berhasil menguat terhadap dolar AS dengan apresiasi tipis sebesar 0,2%. Sementara itu, pelemahan terdalam dialami oleh ringgit Malaysia yang anjlok 1,35%, disusul oleh dolar Taiwan yang turun 1,19%.
Pelemahan juga dialami oleh peso Filipina sebesar 1,00%, rupee India 0,87%, yuan China 0,61%, dan dolar Singapura 0,59%. Adapun won Korea dan baht Thailand masing-masing melemah 0,40% dan 0,34%.
Dong Vietnam terkoreksi 0,27%, sementara riel Kamboja mencatatkan depresiasi paling ringan sebesar 0,05%.
Penguatan Dolar AS
Pelemahan serentak mata uang Asia sepanjang pekan ini dipicu oleh penguatan dolar Amerika Serikat (AS), tercermin dari lonjakan indeks dolar AS (DXY). Selama sepekan, DXY tercatat naik 1,53% akibat ekspektasi pasar terhadap ketahanan ekonomi AS dan potensi kebijakan suku bunga yang ketat.
Namun, pada penutupan perdagangan Jumat (1/8/2025), DXY justru terkoreksi tajam sebesar 0,83% dan ditutup di bawah level 100. Padahal secara intraday, DXY sempat menyentuh level 100,25 atau level tertingginya sejak Mei 2025.
Koreksi tajam dolar AS terjadi setelah rilis data tenaga kerja AS yang mengecewakan. Sepanjang Juli, perekonomian AS hanya menambah 73.000 tenaga kerja, jauh di bawah ekspektasi pasar sebesar 110.000. Lebih parah lagi, data bulan Juni direvisi turun drastis dari 147.000 menjadi hanya 14.000. Sementara itu, tingkat pengangguran naik tipis dari 4,1% menjadi 4,2%.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/luc)