Soal QRIS dan GPN yang Dimasalahkan AS, DPR: USTR Kurang Informasi

4 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Gerindra, Wihadi Wiyanto mengungkapkan, permasalahan transparansi implementasi Quick Response Indonesian Standard atau QRIS dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) yang mendapat sorotan khusus pemerintahan Presiden AS Donald Trump, sebetulnya telah diberikan penjelasan oleh Bank Indonesia.

Sebagaimana diketahui, implementasi QRIS dan GPN menjadi sorotan pemerintahan Trump karena dianggap sebagai salah satu layanan sistem keuangan yang membuat hambatan perdagangan non tarif terhadap AS. Permasalahan itu diungkap pemerintah Trump melalui dokumen Foreign Trade Barriers yang dikeluarkan United States Trade Representative (USTR) pada akhir Februari 2025.

"Jadi review yang dilakukan, yang disoroti USTR itu hanya kurangnya transparansi dan konsultasi, tetapi itu oleh Bank Indonesia juga dikatakan bahwa sudah ada sebenarnya," kata Wihadi dalam program Money Talks CNBC Indonesia, Selasa (22/4/2025).

"Jadi bisa saja bahwa review-review yang dilakukan oleh USTR itu terjadi karena hal-hal yang mereka kurang informasi," tegasnya.

Wihadi juga menekankan, adanya kekeliruan cara pandang antara yang dipermasalahan USTR dengan layanan GPN. Ia bilang, GPN sebetulnya memiliki layanan bisnis yang berbeda dengan perusahaan sistem pembayaran asal AS seperti Visa dan Mastercard, sebab Visa dan Mastercard kata dia cakupannya ialah untuk kartu kredit, sedangkan GPN, maupun QRIS sebatas layanan debit.

"Kalau kita bicara QRIS, basic-nya adalah debit, kalau Master dan Visa, basic-nya adalah credit card. Nah ini sudah berbeda. Jadi ini kalau saya melihat ini justru ada yang membuat beritanya menjadi simpang siur," ujar Wihadi.

Khusus QRIS, Wihadi menekankan, sebetulnya itu adalah alat pembayaran Indonesia yang dikhususkan untuk memberikan transaksi lebih mudah dan cepat. Selain itu, pelaksanaannya ia tegaskan tak ada yang diskriminatif, karena bisa digunakan seluruh industri jasa keuangan.

"Dan mereka melakukan pembayaran itu dengan basicnya adalah debit, kalau tidak ada saldo yang QRIS nya tidak akan berjalan. Tapi kalau kita bicara Master dan Isa, berbeda lah ini," tuturnya.

Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti telah menegaskan bahwa sistem pembayaran QRIS selalu diterapkan pemerintah Indonesia melalui kerja sama yang setara dengan negara lain, asal sistem pembayaran masing-masing negara siap untuk terkoneksi bersama.

"Intinya, QRIS ataupun fast payment lainnya, kerjasama kita dengan negara lain itu memang sangat tergantung dari kesiapan masing-masing negara," kata Destry saat ditemui di kawasan Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (21/4/2025).

"Jadi kita tidak membeda-bedakan. Kalau Amerika siap, kita siap, kenapa enggak, gitu kan," tegasnya.

Menurut Destry, sebetulnya layanan sistem pembayaran asal AS juga tak ada masalah hingga saat ini di Indonesia. Kinerja Mastercard dan Visa menurutnya selalu yang tertinggi di Indonesia, meskipun Indonesia sudah punya produk GPN.

"Dan sekarang pun kartu kredit yang selalu direbutin Visa dan Mastercard kan masih juga dominan. Jadi itu enggak ada masalah sebenarnya," ungkap Destry.


(arj/haa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Tarif Trump Ancam QRIS & GPN, Kok Bisa?

Next Article AS Soroti Penggunaan QRIS di Indonesia Saat Bahas Tarif Impor

Read Entire Article
| | | |