Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2025 ini diwarnai dengan pengumuman Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang memberlakukan tarif impor kepada banyak negara di dunia. Tak terkecuali di Indonesia, yang pada akhirnya ditempuh jalur kesepakatan dan menetapkan tarif produk RI menjadi 19%.
Hasil kesepakatan awal itu terungkap dalam pernyataan di situs resmi Gedung Putih. Pernyataan berjudul Joint Statement of Framework for United States-Indonesia Agreement on Reciprocal Trade menjadi Big Stories 2025, salah satunya karena memuat soal transfer data pribadi ke pihak AS.
Pernyataan itu mengungkapkan Indonesia akan mengatasi hambatan di berbagai sektor. Termasuk memberikan kepastian soal kemampuan mengirimkan data pribadi keluar.
"Indonesia berkomitmen untuk mengatasi hambatan yang berdampak pada perdagangan, jasa dan investasi digital. Indonesia akan memberikan kepastian terkait kemampuan untuk mentransfer data pribadi keluar dari wilayahnya ke Amerika Serikat," jelas pernyataan tersebut.
Sementara dalam pernyataan yang berjudul Fact Sheet: The United States and Indonesia Reach Historic Trade Deal, dijelaskan pemindahan data akan disediakan pelindungan data berdasarkan hukum di Indonesia.
"Indonesia akan memberikan kepastian terkait kemampuan untuk memindahkan data pribadi dari wilayahnya ke Amerika Serikat melalui pengakuan Amerika Serikat sebagai negara atau yurisdiksi yang menyediakan perlindungan data yang memadai berdasarkan hukum Indonesia," tulis pernyataan tersebut.
Permintaan itu berdasarkan aturan Pelindungan Data Pribadi yang dimuat dalam UU no 27/2022. Aturan ini bersifat ekstrateritorial, artinya berlaku pada perusahaan luar negeri yang terkait dengan data pribadi masyarakat Indonesia.
Selain itu, UU PDP juga melakukan pelindungan setara pada warga negara lain yang bersinggungan dengan pemrosesan data di Indonesia.
Poin yang disasar pemerintah Trump terdapat di pasal 56 UU PDP, yakni:
(1) Pengendali Data Pribadi dapat melakukan transfer Data Pribadi kepada Pengendali Data Pribadi dan/atau Prosesor Data Pribadi di luar wilayah hukum Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
(2) Dalam melakukan transfer Data Pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengendali Data Pribadi wajib memastikan negara tempat kedudukan Pengendali Data Pribadi dan/atau Prosesor Data Pribadi yang menerima transfer Data Pribadi memiliki tingkat Pelindungan Data Pribadi yang setara atau lebih tinggi dari yang diatur dalam Undang-Undang ini.
(3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak terpenuhi, Pengendali Data Pribadi wajib memastikan terdapat Pelindungan Data Pribadi yang memadai dan bersifat mengikat.
(4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak terpenuhi, Pengendali Data Pribadi wajib mendapatkan persetujuan Subjek Data Pribadi.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai transfer Data Pribadi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Tanggapan Pemerintah
Hasan Nasbi yang saat itu masih menjabat sebagai Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) menjelaskan pernyataan itu bukan berarti data Indonesia dikelola pihak lain. Namun bentuk pertukaran barang dan jasa tertentu.
"Jadi tujuan ini adalah semua komersial, bukan untuk data kita dikelola oleh orang lain, bukan juga kita kelola data orang lain. Itu untuk pertukaran barang dan jasa tertentu, yang nanti bisa jadi bercabang dua. Bisa jadi bahan bermanfaat tapi juga bisa jadi barang berbahaya. Itu butuh keterbukaan data, siapa pembeli siapa penjual," katanya.
"Jadi kita hanya bertukar data berdasarkan UU Data Perlindungan Data Pribadi kepada yang diakui bisa melindungi dan menjamin data pribadi. Itu juga dilakukan dengan berbagai negara, dengan Uni Eropa, dan segala macam," dia menambahkan.
Hal serupa juga diungkapkan Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto. Pada Juli lalu, dia menjelaskan kesepakatan kedua negara bukan berarti adanya penyerahan data warga Indonesia ke AS.
"Kesepakatan Indonesia dan Amerika adalah membuat protokol untuk itu, jadi finalisasinya bagaimana ada pijakan hukum yang sah, aman, dan terukur untuk data kelola lalu lintas data pribadi antarnegara," kata Airlangga. "Ini adalah menjadi dasar hukum yang kuat untuk perlindungan data pribadi warga negara Indonesia ketika menikmati layanan cross border itu."
Dia juga memastikan kesepakatan itu saling menguntungkan. Sebab 12 perusahaan AS berkomitmen dan merealisasikan investasi pada industri pengolahan data tanah air.
Contohnya rencana Oracle berinvestasi di Batam, serta rencana kerja sama Google Cloud dengan perusahaan data center di Jakarta. Nama lain yang telah berinvestasi adalah AWS, Microsoft, Equinix, dan Edge Connex.
Airlangga menjelaskan Indonesia memiliki pengalaman membuat protokol yang sama pada pengembangan kawasan ekonomi khusus Nongsa Digital Park. Dalam pembicaraan, dia mengatakan telah berbicara soal cross border data dengan protokol dan negara yang dianggap terpercaya.
"Di situ kita sudah berbicara mengenai cross border data secara dengan protokol tertentu dan dengan negara yang kita anggap reliable ataupun trusted partner istilahnya dan ASEAN sudah mendorong yang namanya DEPA, Digital Economic Framework Agreement," kata Airlangga.
(dem/dem)
[Gambas:Video CNBC]
































:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5339674/original/047240900_1757081733-20250904AA_Timnas_Indonesia_vs_China_Taipei-08.JPG)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5339916/original/010495200_1757135510-20250904AA_Timnas_Indonessia_Vs_China_Taipei-108.jpg)







:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5310777/original/099498800_1754792417-527569707_18517708213000398_2665174359766286643_n.jpg)






