Jakarta, CNBC Indonesia - Kekhawatiran pelaku usaha terhadap skema penetapan upah kembali mengemuka. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ian Syarif menilai, besaran indeks tertentu atau alfa yang terlalu tinggi hingga 0,9 akan membawa konsekuensi serius bagi keberlanjutan industri, khususnya bagi tingginya kenaikan upah.
"Tapi kalau Alfa sampai 0,9, kami rasa itu angka yang terlalu tinggi. Sebenarnya kalau ditanya industri maunya Alfa di berapa? Ya mungkin kalau yang terdahulu itu 0,1 dan 0,3 terlalu rendah, mungkin yang sekarang bisa 0,4 sampai maksimal 0,5," kata Ian dalam konferensi pers di kantor API, Senin (22/12/2025).
Industri memahami perlunya penyesuaian upah agar daya beli buruh terjaga. Namun penyesuaian tersebut tetap berpijak pada kemampuan riil dunia usaha. Jika tidak, maka kebijakan upah justru berisiko memukul sektor produksi secara keseluruhan. Ia memperingatkan bahwa dampak jangka panjang dari Alfa tinggi membuat industri kesulitan karena membuat upah semakin melambung.
"Kalau kita lihat dengan angka 0,9 terus-terusan terjadi, maka bisa dipastikan gaji ini akan dobel dalam waktu 6 sampai 7 tahun. Nah, apakah ekonomi dan produktivitas kita bisa dobel dalam rentang waktu yang sesingkat itu?" kata Ian.
Berdasarkan perhitungannya, jika UMP Jakarta saat ini di angka Rp5.396.000, maka dengan perhitungan Alfa 0,9 maka nilainya menjadi Rp 5,800,700.00 di tahun 2026, di tahun berikutnya dengan skema yang sama menjadi Rp 6,235,752.50, lalu pada 2028 menjadi Rp6,703,433.94, kemudian naik lagi menjadi Rp 7,206,191.48 di 2029, naik menjadi Rp 7,746,655.84, lalu Rp 8,327,655.03 di 2031, kemudian naik jadi Rp 8,952,229.16 di 2032,
"Naik lagi jadi Rp 9,623,646.35 di 2033, ini udah dekat Rp 10 juta, hingga menjadi Rp10,345,419.82 di 2034. Jadi bisa tembus 2 digit tapi apa produktivitas kita bisa naik 2x lipat?" Katanya.
Artinya UMP Jakarta berpotensi menembus dua digit dalam hitungan beberapa tahun. Di satu sisi buruh mendapat kenaikan signifikan, namun di sisi lain dunia usaha dihadapkan pada tekanan biaya yang melonjak cepat. Ketidakseimbangan ini, menurutnya, menjadi persoalan struktural yang perlu dipikirkan matang-matang.
Kekhawatiran lain datang dari mekanisme penetapan Alfa yang berada di tangan kepala daerah. Ian melihat ada kecenderungan politis yang sulit dihindari dalam pengambilan angka tersebut. Situasi ini membuat dunia usaha berada pada posisi yang penuh ketidakpastian.
"Alfa yang dulu itu 0,1 sampai 0,3 ya, sedangkan yang baru itu 0,5 sampai 0,9. Dan karena kebijakan 0,5 atau 0,9 ini akan diputuskan oleh kepala daerah masing-masing, kita tahu punya tendensitas bahwa pemimpin daerah akan mengambil angka tinggi," ujar Ian.
Foto: Konferensi pers di kantor API, Senin (22/12/2025). (CNBC Indonesia/Ferry Sandi)
Konferensi pers di kantor API, Senin (22/12/2025). (CNBC Indonesia/Ferry Sandi)
(dce)
[Gambas:Video CNBC]































:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5339916/original/010495200_1757135510-20250904AA_Timnas_Indonessia_Vs_China_Taipei-108.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5339674/original/047240900_1757081733-20250904AA_Timnas_Indonesia_vs_China_Taipei-08.JPG)







:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5310777/original/099498800_1754792417-527569707_18517708213000398_2665174359766286643_n.jpg)






