AI dan Ruang Belajar Tanpa Batas

9 hours ago 2

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

"AI (Artificial Intelligence/Akal Imitasi) hanya meniru. Ia tak punya akal, tak mengerti makna, apalagi menyentuh hakikat kebenaran."

Itu salah satu pendapat yang sering terdengar belakangan ini. AI dianggap tak lebih dari mesin pintar yang mengulang jawaban, tapi kosong secara makna.

Tapi menurut saya, itu sudut pandang yang keliru. Bukan karena AI lebih cerdas dari manusia, tapi karena kita sedang hidup di zaman baru: zaman di mana alat bisa mempercepat akal.

Saya Belajar Pakai AI, Bukan Karena Malas
Hari ini saya bisa belajar topik apa saja, ekonomi, filsafat, fisika, sejarah, tanpa harus daftar kelas atau ikut pelatihan formal. Saya tidak sedang menggantikan peran guru.

Tapi saya ingin belajar dengan kecepatan yang tidak dibatasi waktu atau jadwal. Dan AI memberi itu. Ia menjawab bahkan sebelum saya selesai menarik napas.

Saya bisa tanya apa pun, kapan pun. AI tidak bosan. Tidak marah. Tidak menilai. Ia hanya membantu saya belajar, terus dan terus.

AI Tidak Memberi Makna, Tapi Membuka Akses
Benar, AI tidak punya kesadaran. Ia tidak tahu rasa ragu, syukur, atau haru. Tapi itu bukan masalah. Karena tugas AI bukan untuk merasa, melainkan untuk membantu kita berpikir lebih cepat dan lebih luas.

Justru karena ia bebas dari emosi, saya bisa bertanya tanpa takut. Saya bisa ulang-ulang hal yang sama. Dan dari situ, saya belajar lebih dalam.

Manusia Tetap Pemilik Makna
AI bisa menjawab. Tapi hanya manusia yang bisa merasakan. AI bisa menjelaskan.

Tapi hanya manusia yang bisa menyimpulkan dan mengambil sikap. Kita tetap butuh arah. Kita tetap butuh nilai.

Tapi soal akses terhadap ilmu dan cara belajar, AI telah membuka gerbang baru yang tak pernah seluas ini sebelumnya.

AI bukan akal. Tapi dengan bantuannya, akal manusia bisa berkembang tanpa batas.


(miq/miq)

Read Entire Article
| | | |