Alasan Warga RI Harus Siaga Penuh Sampai Awal Januari 2026, Ada Apa?

3 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi peningkatan curah hujan di sejumlah wilayah Indonesia menjelang periode Natal 2025 dan Tahun Baru 2026. Aktifnya Monsun Asia menjadi pemicu utama meningkatnya suplai massa udara basah yang diprediksi akan berdampak pada mobilitas tinggi masyarakat di akhir tahun.

Direktur Meteorologi Publik BMKG Andri Ramdhani, menjelaskan dalam periode sepekan ke depan hujan dengan intensitas lebat hingga sangat lebat berpotensi terjadi di sebagian wilayah Riau, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua Selatan.

"Namun, secara klimatologis, wilayah yang perlu diwaspadai meliputi Sumatra bagian selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, hingga Papua Selatan. Peningkatan curah hujan ini diperkirakan terjadi mulai akhir Desember hingga awal Januari 2026," kata Andri dalam keterangannya, dikutip Jumat (26/12/2025).

Sementara itu, terkait kondisi di wilayah yang baru saja terdampak bencana Hidrometeorologi, yakni Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, secara umum dalam sepekan ke depan, kondisi cuaca di ketiga provinsi tersebut diprediksi relatif kondusif. Berdasarkan hasil analisis BMKG, wilayah tersebut didominasi warna hijau pada peta prediksi, yang artinya curah hujan masuk kategori ringan atau kurang dari 20 mm per hari.

"Meski demikian, beberapa titik di Aceh masih masuk kategori kuning (hujan sedang), sehingga masyarakat tetap diminta waspada," ujarnya.

Guna mempercepat proses pemulihan (recovery) di lapangan, BMKG bersama BNPB terus mengaktifkan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) di Aceh, Sumut, dan Sumbar. Operasi ini terbukti efektif menurunkan intensitas curah hujan sebesar 23,35% di Aceh, 15,48% di Sumut, dan 20,23% di Sumbar.

Berdasarkan hasil analisis di atas, selama periode Natal 2025 dan Tahun Baru 2026, BMKG merekomendasikan masyarakat untuk tetap tenang dan waspada dalam menghadapi dinamika cuaca. Masyarakat bisa memperhatikan potensi hujan lebat disertai angin kencang yang dapat memicu banjir dan longsor, terutama di wilayah perbukitan dan pesisir.

Di sisi lain, masyarakat perlu berhati-hati dalam merencanakan perjalanan darat, laut, dan udara, serta kegiatan wisata di luar ruangan saat malam pergantian tahun. Oleh karenanya, masyarakat dan stakeholder terkait bisa memantau perkembangan cuaca melalui aplikasi InfoBMKG. BMKG memantau cuaca secara real-time melalui ribuan sensor dan radar di seluruh Indonesia untuk memberikan informasi tercepat jika terjadi perubahan cuaca signifikan.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari menjelaskan, perbaruan kondisi cuaca yang dikeluarkan selama periode Nataru oleh BMKG seyogyanya tidak untuk menghalangi masyarakat untuk beraktifitas di akhir tahun. Namun demikian, informasi BMKG dapat dijadikan rujukan untuk mengenali potensi risiko bencana di tempat masyarakat berkegiatan.

"Sekali lagi tentu saja kondisi cuaca ini tidak untuk menghalangi masyarakat untuk berakhir tahun menikmati waktu bersama keluarga. Ketika akan beraktifitas di luar ruangan kenali jalur evakuasi titik kumpul dan selalu update informasi BMKG," ucap Abdul.

BMKG Prediksi Iklim 2026 Bersifat Normal

Berdasarkan analisis BMKG berbasis perhitungan fisis dan pemodelan Kecerdasan Buatan/Artificial Intelligence (AI), kondisi iklim di sebagian besar wilayah Indonesia sepanjang tahun 2026 diprediksi akan bersifat Normal.

Kepala BMKG, Teuku Faisal Fathani menyampaikan pandangan iklim merupakan komitmen BMKG dalam memberikan gambaran komprehensif dinamika atmosfer-laut global. Oleh karenanya, BMKG mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk menjadikan informasi ini sebagai referensi utama dalam perencanaan kebijakan dan optimalisasi potensi iklim di berbagai sektor pembangunan.

"Informasi Pandangan Iklim 2026 ini diharapkan menjadi panduan umum dalam penetapan perencanaan, langkah mitigasi dan antisipasi serta kebijakan jangka panjang bagi berbagai sektor yang terdampak iklim," kata Faisal.

Berdasarkan pengamatan pada November 2025, Faisal memaparkan, suhu permukaan laut di Samudra Pasifik menunjukkan fenomena La Nina lemah dengan nilai indeks El Nino Southern Oscillation (ENSO) sebesar -0,77 dan diprediksi berlanjut hingga Maret 2026. Kemudian, ENSO menuju fase Netral pada periode Maret-April dan kondisi Netral diprediksi berlanjut hingga akhir tahun 2026.

Sementara itu di Samudera Hindia, data suhu permukaan laut menunjukkan masih aktifnya fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) negatif dengan indeks bulanan sebesar -0,83. Fenomena IOD diprediksi akan berada pada fase netral sepanjang tahun 2026.

Untuk tahun 2026, secara umum 94,7 persen wilayah Indonesia diprediksi mengalami curah hujan tahunan dengan kategori sifat hujan Normal, dengan curah hujan berkisar antara 1.500-4.000 mm/tahun. Sedangkan sebagian kecil (5,1 persen) wilayah lainnya diprediksi mengalami curah hujan tahunan dengan kategori Atas Normal.

Adapun suhu udara rata-rata tahunan pada 2026 mendatang diprediksi berkisar antara 25-29 °C. Wilayah yang diprediksi mengalami suhu udara tahunan lebih dari 28 °C diantaranya adalah sebagian Sumatra bagian selatan, sebagian Kalimantan Timur, sebagian Kalimantan Tengah, pesisir utara Jawa, dan sebagian Papua Selatan. Sementara di wilayah dataran tinggi, seperti di Bukit Barisan Sumatra, Pegunungan Latimojong Sulawesi, dan Pegunungan Jaya Wijaya Papua diprediksi memiliki suhu udara tahunan yang lebih rendah pada kisaran 19-22 °C.

"Secara bulanan, anomali suhu udara di Indonesia pada tahun2026 berkisar antara -0,5 - +0,3 °C dengan anomali terendah diprediksi terjadi pada Mei dan anomali tertinggi terjadi pada Juli 2026," jelasnya.

Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, mengatakan iklim normal tahun 2026 berpotensi menjaga kualitas udara secara umum tetap baik berkat curah hujan yang cukup untuk mendukung pencucian alami atmosfer melalui proses deposisi basah. Namun, antisipasi terhadap penurunan kualitas udara saat kemarau akibat kabut asap dan/atau aktivitas industri tetap diperlukan melalui langkah mitigasi, seperti pengawasan kebakaran hutan dan lahan (karhutla), peningkatan program pembasahan gambut (rewetting), serta pengendalian emisi transportasi dan industri.

"Aktifnya fenomena La Nina lemah pada musim hujan awal tahun perlu mendapatkan perhatian untuk antisipasi potensi dampak fenomena hidrometeorologi ekstrem seperti kejadian banjir dan longsor. Di sisi lain, pada periode kemarau, dapat terjadi peningkatan risiko karhutla, sehingga memerlukan upaya mitigasi sistematis lebih dini," tuturnya.

Berdasarkan prediksi kondisi iklim ini, Ardhasena juga merekomendasikan agar informasi iklim BMKG dapat dioptimalkan untuk mendukung penguatan berbagai sektor lainnya yang terdampak iklim, khususnya sumber daya air, pertanian, perkebunan, kesehatan dan energi.

Sektor pertanian dan perkebunan harus menangkap momentum ini untuk mendongkrak produksi melalui strategi adaptasi yang tepat. Para pelaku usaha perlu menggunakan varietas tanaman berproduktivitas tinggi serta mewaspadai potensi hujan di musim kemarau yang dapat mengganggu komoditas sensitif seperti tebu.

Di sisi lain, stakeholder perlu memastikan kesiapan infrastruktur dengan memperbaiki saluran irigasi primer dan sekunder di wilayah yang berpotensi hujan tinggi. Sementara itu, untuk daerah dengan curah hujan rendah, diperlukan langkah antisipasi melalui pengaturan pola tanam dan pengelolaan ketersediaan air guna menjaga optimalisasi produktivitas lahan.

Masyarakat perlu mewaspadai ancaman penyakit demam berdarah dengue (DBD) karena tingginya curah hujan dan kelembapan udara sangat mendukung perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti. Selain itu, kombinasi suhu yang lebih hangat dan kelembaban tinggi berpotensi mengurangi kenyamanan termal tubuh sehingga masyarakat harus menjaga kondisi kesehatan fisik secara ekstra.

Sementara itu, pengelola sumber daya air dapat menyusun Rencana Alokasi Air Tahunan (RAAT) menggunakan skenario normal untuk menjamin stabilitas pasokan irigasi dan energi listrik sepanjang tahun. Pemerintah dan pemangku kepentingan juga perlu mengantisipasi ketersediaan air selama musim kemarau guna memastikan kebutuhan pengairan pertanian dan produksi listrik tetap terpenuhi.

BMKG senantiasa menghadirkan serangkaian informasi iklim untuk kemanfaatan berbagai sektor pembangunan, seperti Prediksi Hujan Bulanan, Buletin Iklim, Prediksi Musim Hujan dan Kemarau, serta berbagai produk iklim sektoral lainnya. Masyarakat dan pihak terkait dapat merujuk pada prediksi hujan dasarian yang diperbarui setiap 10 hari serta prediksi hujan bulanan yang diperbarui setiap bulan melalui berbagai saluran informasi resmi BMKG.

Kepala BMKG, Teuku Faisal Fathani pada Konferensi Pers Climate Outlook 2026 di Gedung D Command Center MHEWS BMKG, Jakarta Pusat, Selasa (23/12). (Dok. BMKG)Foto: Kepala BMKG, Teuku Faisal Fathani pada Konferensi Pers Climate Outlook 2026 di Gedung D Command Center MHEWS BMKG, Jakarta Pusat, Selasa (23/12). (Dok. BMKG)
Kepala BMKG, Teuku Faisal Fathani pada Konferensi Pers Climate Outlook 2026 di Gedung D Command Center MHEWS BMKG, Jakarta Pusat, Selasa (23/12). (Dok. BMKG)

(dce)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
| | | |