Analisis Bung Towel seusai Timnas Indonesia Dihajar Jepang: Keberatan Rolex, Tertampar Kenyataan dan Kebenaran Sepak Bola

1 day ago 7

Bola.com, Jakarta - Kekalahan telak yang dialami Timnas Indonesia saat menghadapi Jepang pada laga terakhir Grup C putaran ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia dianggap sebagai sebuah tamparan telak bagi sepak bola di Tanah Air.

Pengamat sepak bola nasional, Tommy Welly, mengungkapkan sejumlah pandangannya setelah Timnas Indonesia digasak enam gol tanpa balas dalam duel yang berlangsung di Stadion Panasonic Suita, Suita, Selasa (10-6-2025) malam WIB itu.

Setidaknya, ada dua analisis utama yang disinggung oleh pria yang akrab disapa Bung Towel tersebut. Yang pertama, dia membukanya dengan nada bercanda jika skuad Garuda kalah karena keberatan jam tangan Rolex.

"Analisis yang bercanda dahulu atau serius dahulu? Kalau yang bercanda dahulu, ini mungkin keberatan Rolex. Ini bercandanya, biar tetap membumi," ujar Bung Towel dikutip dari kanal YouTube "Catatan Demokrasi".

"Kalau analisis serius, kekalahan ini memang kalah kelas. Apakah menyangka jika kalah enam gol? Tentu tidak. Saya pikir, awalnya Timnas Indonesia hanya kalah dua gol. Dari awal memang sudah menyangka kalah, tetapi tidak sampai enam gol," imbuhnya.

Berita video spotlight kali ini membahas tentang empat transfer mahal yang sudah resmi terjadi di Premier League musim ini dan menjadi pusat perhatian para penggemar sepak bola.

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

Tertampar Kenyataan

Bung Towel mengatakan, kekalahan telak yang dialami Timnas Indonesia ini semestinya menyadarkan publik, termasuk para stakeholder-nya, mengenai pentingnya proses panjang yang harus dilewati secara bertahap.

"Poin yang ingin saya sampaikan adalah ini kebenaran sepak bola yang tidak terbantahkan. Jepang bisa sampai di kelas itu karena sebuah proses panjang yang bisa mereka lalui," ujar Bung Towel.

Kalau bahasa sederhananyam begini. Kalau belajar berhitung, mereka belajar dari 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, sampai 9. Katakanlah kita memberi angka sembilan bagi Jepang. Mereka menjalani itu proses dari satu sampai sembilan," tuturnya.

Menurut Bung Towel, alih-alih menjalani proses alamiah seperti yang dilakukan tim Samurai Biru, sepak bola Indonesia justru memilih melakukannya dengan memangkas proses yang seharusnya dilakukan dengan naturalisasi pemain keturunan.

"Kalau kita, dengan akselerasi yang telah dilakukan lewat timnas kita kan langsung menghitungnya enam sampai tujuh. Mudah-mudahan paham dengan analogi sederhana saya ini," jelasnya.

Belajar dari Jepang

Pria kelahiran Bandung, Jawa Barat, itu menjelaskan proses yang senantiasa dijalankan oleh Jepang sampai saat ini. Meski sudah berada di level yang paling tinggi di Asia, mereka masih konsisten untuk menjalani prosesnya.

"Artinya, itulah kembali lagi. Kebenaran sepak bola tidak terbantahkan. Jepang ini bermain dengan Japan's Ways yang sudah mereka temukan. Kalau bisa membaca lagi bagaimana Jepang bermain, ini bacaan saya, ini dugaan saya," kata Bung Towel.

"Wataru Endo bermain, dia kapten Jepang sesungguhnya, dia pemain Liverpool. Dia sebelumnya jadi kapten Stuttgart. Bayangkan orang Jepang jadi orang kapten di klub Bundesliga dan sekarang main di Liverpool," imbuhnya.

Menurut Towel, tidak hanya pergantian kapten yang diberikan kepada Takefusa Kubo dari Wataru Endo saja yang membuktikannya. Regenerasi pelatih Timnas Jepang, Hajime Moriyasu, juga sudah dapat dibaca.

Puncak Pekerjaan Moriyasu

Menurut Bung Towel, Moriyasu sedang mempersiapkan satu di antara asistennya, Makoto Hasebe, untuk menggantikannya di masa mendatang. Moriyasu diprediksi akan mencapai puncak pekerjaannya pada Piala Dunia 2026.

"Statusnya masih kapten, sedangkan tadi yang jadi kapten Takefusa Kubo. Jadi, pertandingan tadi sebetulnya mereka tentang masa depan. Karena, Piala Dunia 2026 ini adalah panggung terakhir Hajime Moriyasu," ujarnya.

"Prediksi saya, tolong dicatat, setelah Moriyasu, pelatih berikutnya Makoto Hasebe, legenda Timnas Jepang yang sebelumnya jadi kapten dan juga jadi legenda di Eintracht Frankfurt. Sekarang posisinya asisten pelatih," lanjutnya.

Proses yang dilalui Moriyasu memang tak jauh berbeda. Sebelum ditunjuk menjadi pelatih Timnas Jepang, dia sebelumnya harus melalui pekerjaannya terlebih dahulu sebagai asisten Akira Nishino.

"Sama seperti pada 2018 ketika itu Moriyasu menjadi asistennya Akira Nishino. Jadi, kita menghadapi lawan yang sudah berhitung. Mereka menghitungnya dari satu sampai sembilan," kata Towel.

"Jadi, itulah penjelasan dari kalah telak. Itulah penjelasan dari kebenaran sepak bola itu tidak terbantahkan. Bukannya kita tidak mengerti itu, sepak bola kita mengerti itu, stakeholder kita mengerti itu," katanya lagi.

Harus Kembali Teringat

Itulah mengapa, Bung Towel mengingatkan publik untuk tak terlarut dengan euforia hadirnya pemain keyurunan, yang berusaha untuk memangkas proses dalam membangun sepak bola maupun Timnas Indonesia.

Menurut pria berusia 54 tahun itu, sepak bola Indonesia harus bisa mulai menyiapkan dasar-dasar, termasuk membangun identitas dan karakter yang ingin dikembangkan pada masa-masa mendatang.

"Tapi, ada kepentingan yang sedang diraih untuk mengangkat sepak bola kita lewat jalur ini. Tetapi, kembali lagi, kebenaran sepak bola itu tidak terbantahkan. Mereka bermain dengan filosofinya dan identitasnya," ulasnya.

"Semordren apa pun Jepang, mereka tetap punya identitas, termasuk di sepak bola. Jadi, kita perlu identitas dan karakter itu, dan itu butuh proses untuk membangunnya. Ini pelajaran untuk selalu mengingatkan kita," ucap Bung Towel.

Read Entire Article
| | | |