Dolar AS Hancur di Tangan Trump, Erdogan Malah Ikut-ikutan

3 days ago 56

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks dolar Amerika Serikat (AS) (DXY) cenderung mengalami pelemahan sepanjang tahun ini (year to date/ytd). Namun demikian, justru masih banyak mata uang di dunia yang malah ikut tertekan bersamaan dengan menurunnya DXY.

Dilansir dari Refinitiv, pada 3 Juni 2025 pukul 10:45 WIB, banyak mata uang di dunia yang masih mengalami tekanan di tengah pelemahan DXY.

Sebagai catatan, DXY anjlok 8,82% secara ytd yakni dari 108,48 ke angka 98,92.

DXY mengalami penurunan setidaknya hingga awal Juni 2025 ini akibat berbagai faktor ekonomi dan kebijakan. Salah satu penyebab utama adalah ketidakpastian fiskal AS, yang diperburuk oleh defisit anggaran yang semakin besar. Moody's bahkan menurunkan peringkat kredit AS dari AAA ke Aa1, yang mengurangi kepercayaan investor terhadap dolar.

Selain itu, kebijakan perdagangan yang diterapkan oleh pemerintahan saat itu, seperti peningkatan tarif impor terhadap negara mitra, menciptakan ketidakpastian di pasar global. Kondisi ini mendorong investor untuk mencari aset lain yang lebih stabil, sehingga mengurangi permintaan terhadap dolar AS.

Namun demikian, berdasarkan pantauan CNBC Indonesia Research, banyak negara yang justru turut mengalami penurunan dari sisi nilai tukar mata uangnya terhadap dolar AS.

Sebagai contoh bolivar Venezuela yang secara ytd ambruk 87,04%.

Penurunan tajam nilai tukar bolívar menandakan meningkatnya kerentanan dalam neraca pembayaran berjalan, sehingga menambah tekanan pada lingkungan ekonomi yang sudah rapuh.

Ketika inflasi dan ketidakstabilan mata uang meningkat, para ahli memperingatkan bahwa Venezuela mungkin menghadapi ketidakstabilan ekonomi yang lebih dalam untuk beberapa bulan mendatang.

Selanjutnya, banyak mata uang di Afrika juga terpantau sangat melemah di hadapan dolar AS, seperti pound Sudan Selatan yang terpuruk 15,66%, dinar Libya yang terkoreksi 10,9%, begitu pun shilling Tanzanian yang tertekan 10,5%.

Mata uang lainnya yang tetap ambruk saat dolar AS melemah adalah lira Turki. Mata uang negara yang dipimpin Recep Tayyip Erdoğan tersebut juga terseret jatuh 10,4% sepanjang tahun ini.

Sementara rupiah mengalami koreksi sebesar 1,33% dari Rp16.090/US$ ke angka Rp16.305/US$.

Beberapa faktor yang memberatkan rupiah datang baik dari eksternal maupun internal.

Dari sisi eksternal, ketidakpastian pasar keuangan global, terutama tarif impor AS terlihat menekan rupiah. Selain itu, sikap Chairman bank sentral AS (The Fed), Jerome Powell yang masih akan menahan suku bunganya di level 4,25-4,50% dalam beberapa waktu ke depan terpantau menekan rupiah.

Lebih lanjut, dari dalam negeri, penurunan ekspor komoditas utama yang mengurangi pemasukan devisa serta kinerja fiskal APBN yang penuh tantangan disepanjang 2025 ini termasuk penerimaan pajak yang rendah memberikan dampak buruk bagi rupiah.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
| | | |