China Punya Peta Baru, Diam-Diam Caplok Wilayah Rusia?

6 hours ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Langkah terbaru China memicu spekulasi baru soal arah hubungan Beijing-Moskow. Perubahan peta resmi hingga meningkatnya aktivitas ekonomi di kawasan perbatasan membuat sebagian pengamat bertanya apakah China tengah menyiapkan pengaruh yang lebih dalam, bahkan berpotensi merebut wilayah Rusia di Timur Jauh.

Melansir Newsweek pada Senin (15/12/2025), otoritas China menetapkan pembaruan peta nasional yang menampilkan kota-kota di wilayah Timur Jauh Rusia, termasuk Vladivostok, dengan nama resminya versi China pada 2023.

Peta itu juga menggambarkan sebuah pulau di pertemuan Sungai Ussuri dan Amur sebagai wilayah sepenuhnya milik China, meski kawasan tersebut sebelumnya menjadi objek sengketa panjang dan disepakati lewat perjanjian perbatasan 2008.

Di saat yang sama, pembelian dan sewa jangka panjang lahan pertanian oleh entitas China di sepanjang perbatasan Rusia turut menambah kecurigaan.

Isu ini muncul di tengah kemitraan strategis China-Rusia yang kian erat. Beijing secara konsisten menegaskan pentingnya hubungan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Dukungan itu terlihat simbolik, antara lain saat Putin mendapat posisi kehormatan di sisi Presiden Xi Jinping dalam parade militer Hari Kemenangan di Lapangan Tiananmen.

Secara ekonomi, China menjadi pembeli utama minyak dan gas Rusia sejak invasi Moskow ke Ukraina memicu sanksi internasional berat. Aliran perdagangan yang meningkat dan penggunaan yuan dalam transaksi lintas batas membantu Rusia meredam dampak dikeluarkannya dari sistem pembayaran SWIFT. Sebaliknya, Rusia memberikan akses energi murah dan kedalaman strategis bagi China.

Kedekatan ini juga tecermin dalam diplomasi dan militer. Latihan bersama di kawasan Pasifik meningkat, memicu kekhawatiran Amerika Serikat dan sekutunya atas tantangan terhadap dominasi Washington. Namun, di dalam Rusia sendiri, muncul kecemasan menjadi "mitra junior" dalam relasi yang semakin timpang.

Laporan The New York Times awal tahun ini mengutip dokumen intelijen Rusia yang bocor, mengungkapkan kekhawatiran Moskow atas ekspansi pengaruh China. Disebutkan adanya tingkat ketidakpercayaan, termasuk dugaan perekrutan warga Rusia oleh agen China serta pemeriksaan poligraf bagi agen Rusia yang kembali dari China.

Sejumlah analis menilai kekhawatiran itu berlebihan. Patrick Cronin, Ketua Keamanan Asia-Pasifik di Hudson Institute mengatakan "Xi Jinping memandang Rusia sebagai mitra strategis yang sangat diperlukan dalam membangun tatanan dunia pasca-kepemimpinan AS."

Menurutnya, Beijing menjalankan "strategi akumulasi kedaulatan yang efektif secara perlahan dan stabil," disertai demonstrasi solidaritas simbolik seperti parade dan latihan militer gabungan untuk menutupi asimetri kekuatan yang kian terlihat.

Namun, Cronin menambahkan, China "tampak siap memperluas pengaruhnya di wilayah perbatasan melalui kombinasi intrusi siber dan langkah oportunistik untuk menancapkan posisi dalam ekonomi Rusia yang semakin melemah."

Pandangan lebih optimistis datang dari Lyle Goldstein, Direktur Keterlibatan Asia di Defense Priorities. Ia mengatakan meski "ada frustrasi sehari-hari dan beberapa keluhan, namun secara keseluruhan, hubungan China-Rusia sehat dan berkembang pesat."

Goldstein menilai keduanya rukun karena sama-sama menghadapi tekanan strategis dari AS dan sekutunya. "Tidak ada krisis nyata dalam 30 tahun terakhir, dan saya tidak melihat krisis di masa mendatang," katanya.

(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
| | | |