Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Proyeksi harga LPG menuju 2045 menghadirkan sebuah realitas yang tak terelakkan: dunia bergerak memasuki fase harga energi yang lebih mahal dan lebih tidak pasti. Model apa pun, baik berbasis dinamika historis, supply-demand struktural, regresi makro, maupun simulasi geopolitik, mengarah pada kesimpulan yang sama.
Harga LPG tidak akan kembali ke masa sebelum 2008, dan kemungkinan besar akan terus menanjak, dipicu polarisasi global, fragmentasi rantai pasok, serta pergeseran besar menuju identitas energi domestik.
Selama dua dekade terakhir, LPG menjadi simbol kenyamanan modern di Asia, termasuk Indonesia. Namun kenyamanan ini dibangun di atas fondasi yang semakin rapuh: pasokan yang bergantung pada ekspor AS dan Timur Tengah, rute pelayaran yang rentan konflik, serta pasar spot yang semakin tipis.
Sementara permintaan rumah tangga dari India, China, Pakistan, Bangladesh, dan Afrika meningkat, pasokan tidak mengikuti laju yang sama. Bahkan dalam skenario "Low Conflict World" versi IEA sekalipun, harga LPG tetap memperlihatkan tren naik.
Pada skenario "Fragmented World", di mana blok-blok energi membentuk ekosistemnya masing-masing, volatilitas meningkat dan premi risiko melekat secara permanen.
Dalam konteks seperti ini, ketergantungan pada LPG impor menjadi keputusan fiskal yang berbiaya semakin tinggi. Dan di sinilah alternatif energi domestik memainkan peran kunci.
Indonesia memiliki peluang yang secara global justru dianggap langka: kemampuan membangun energi dari sampah, waste-to-steam, yang tidak terpengaruh harga minyak dunia, tidak memakai dolar, dan tidak tunduk pada geopolitik Selat Hormuz atau Teluk Persia.
Waste-to-steam memanfaatkan panas hasil pembakaran terkontrol dan konversi termal sampah kota untuk menghasilkan uap bertekanan tinggi. Uap ini dapat dipakai langsung untuk tiga sektor strategis sekaligus.
Pertama, pembangkit listrik skala kota, yang memberi energi baseload tanpa ketergantungan ekspor. Kedua, sebagai energi proses untuk gasifikasi dan sintesis DME, bahan bakar substitusi LPG yang dapat diproduksi lokal tanpa volatilitas global.
Ketiga, untuk proses industri berat dan bernilai tinggi seperti hydrometallurgy dan solvent extraction dalam pemurnian logam tanah jarang (LTJ), sebuah industri yang menjadi fokus geopolitik abad ini, dari Amerika hingga China.
Dalam industri LTJ, ketersediaan uap stabil sangat kritis. Banyak proses pemisahan lanthanum, cerium, neodymium, dan dysprosium memerlukan heat load yang konsisten dan sering kali lebih ekonomis jika berasal dari uap industri, bukan listrik grid atau boiler berbasis fosil. Waste-to-steam memberi solusi tepat pada titik sensitif ini: energi murah, stabil, dan tidak terpengaruh fluktuasi internasional.
Bahkan sejumlah analis menganggap waste-derived steam sebagai "urban geothermal", sumber panas lokal yang tidak terputus, dengan dampak lingkungan yang terkendali dan biaya jangka panjang yang rendah.
Saat pasar LPG global bergerak menuju 2045 dengan tekanan geopolitik yang membesar, negara-negara yang tidak menyesuaikan diri akan menanggung konsekuensinya.
Indonesia memiliki kesempatan berbeda: membebaskan diri dari volatilitas impor melalui energi yang tumbuh dari tanahnya sendiri atau lebih tepatnya, dari sampah kotanya sendiri.
Di dunia yang kembali pada identitas energi nasional, langkah seperti waste-to-steam, DME, dan uap industri untuk LTJ bukan lagi pilihan teknis. Ini adalah strategi bertahan hidup, sekaligus fondasi kemakmuran baru.
(miq/miq)































:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5319082/original/060228700_1755504247-pspr.jpg)




:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5292881/original/016928800_1753267680-WhatsApp_Image_2025-07-23_at_17.02.21.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5244173/original/074731200_1749138686-20250605BL_Timnas_Indonesia_Vs_China_Kualifikasi_Piala_Dunia_2026-23.JPG)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5290440/original/054693900_1753109793-20250721AA_Piala_AFF_U-23_Indonesia_U-23_Vs_Malaysia-19.JPG)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3957361/original/093030200_1646815485-Persebaya_Surabaya_-_Ernando_Ari_dan_Koko_Ari_Araya.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5289104/original/019007300_1753020520-WhatsApp_Image_2025-07-20_at_7.39.14_PM.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5255125/original/011605200_1750149296-_Timnas_Indonesia_U-23_-_Jens_Raven__Dony_Tri_Pamungkas__Kdek_Arel_Priyatna__background_Gerald_Vanenburg_copy.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5295668/original/003518200_1753490643-vie_2.jpg)




:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5294962/original/091757100_1753426328-SnapInsta.to_523144936_1283178553162979_2047566670970110161_n.jpg)