IHSG Sesi Pertama Turun 0,38% ke 8.384, Saham Emiten Tambang Tumbang

1 hour ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak bak roller-coaster pada perdagangan hari ini, Selasa (18/11/2025). Setelah dibuka menguat tipis, IHSG melanjutkan penguatan sebelum balik arah tertekan dalam, memangkas koreksi hingga turun lagi di akhir sesi pertama.

Pada penutupan perdagangan sesi pertama, IHSG terkoreksi 32,29 poin atau melemah 0,38% ke level 8.384,59. Sebanyak 224 saham naik, 384 turun, dan 200 tidak bergerak.

Nilai transaksi mencapai Rp 11,53 triliun yang melibatkan 26,14 miliar saham dalam 1,57 juta kali transaksi.

Mayoritas sektor perdagangan melemah dengan koreksi terbesar dicatatkan sektor kesehatan energi dan industri. Sedangkan properti mencatatkan penguatan tertinggi hari ini.

Saham-saham ekstraksi dan energi tercatat menjadi beban utama IHSG hari ini. Saham Barito Pacific (BRPT) mencatatkan pelemahan hingga 10,76 indeks poin dan diikuti oleh saham Bayan Resources (BYAN), Bank Central Asia (BBCA) dan Barito Renewables Energy (BREN).

Saham emiten tambang lain yang ikut terkoreksi dalam termasuk Merdeka Copper Gold (MDKA), Adaro Andalan Indonesia (AADI), Dian Swastatika Sentosa (DSSA), United Tractors (UNTR) dan Petrindo Jaya Kreasi (CUAN).

Sementara itu sejumlah emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tercatat masuk dalam penopang IHSG untuk tidak jatuh lebih dalam di zona merah.

Sementara itu, perdagangan pasar saham negara-negara Asia masih dipengaruhi oleh sentimen ketegangan antara China dan Jepang yang makin meningkat. Para investor menyoroti kedua negara tersebut setelah Beijing memperingatkan warganya tentang rencana perjalanan dan studi di Jepang.

Indeks acuan Jepang, Nikkei 225, turun 0,92%, sementara Topix turun 0,6%. Sedangkan Kospi Korea Selatan turun 0,64% sementara Kosdaq yang berkapitalisasi kecil turun 0,58%.

Kemudian, Kontrak berjangka untuk indeks Hang Seng Hong Kong berada di 26.178, lebih rendah dari penutupan terakhirnya di 26.384,28.

Begitu juga Indeks acuan Australia S&P/ASX 200 turun 0,76%.

Dari dalam negeri, perekonomian Indonesia pada pertengahan November 2025 tengah menghadapi anomali yang menantang logika siklus bisnis konvensional. Di permukaan, indikator stabilitas makro terlihat solid dengan penurunan utang luar negeri dan likuiditas perbankan yang melimpah ruah.

Namun, jika dibedah hingga ke level mikro dan sektor riil, terdapat tekanan nyata berupa perlambatan konsumsi, keengganan korporasi untuk berekspansi, serta langkah agresif pemerintah dalam memperketat kebijakan fiskal.

Kondisi ini menciptakan "Paradoks Likuiditas". Sistem keuangan nasional sedang kebanjiran uang, namun aliran dana tersebut tersumbat dan gagal memacu mesin pertumbuhan ekonomi secara optimal. Situasi ini menciptakan divergensi tajam antara sektor keuangan yang sangat cair dan sektor riil yang cenderung kering.


(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article IHSG Menguat 0,53% Jelang Pengumuman Suku Bunga BI

Read Entire Article
| | | |