Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) mengingatkan pemerintah untuk tidak terlena dengan catatan terus turunnya angka pengangguran di Indonesia.
Penyebabnya, para pekerja di Indonesia yang terserap pasar tenaga kerja, masuknya ke sektor-sektor lapangan kerja yang masuk kategori setengah penganggur atau underemployment, karena tak punya banyak pilihan untuk mendapatkan pekerja penuh waktu atau memiliki jaminan penghasilan layak dan jam kerja stabil.
"Ini bukan sekadar soal terserap atau tidak, melainkan apakah pekerjaan yang ada mampu memberi penghasilan layak, jam kerja yang stabil, dan peluang untuk berkembang. Dalam banyak kasus, underemployment berhubungan erat dengan pekerjaan informal, pendapatan rendah, dan ketidakpastian ekonomi," dikutip dari Labor Market Brief LPEM FEB UI edisi Oktober 2025, Kamis (6/11/2025).
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), angka pengangguran di Indonesia memang terus turun. Terbaru, berdasarkan data per Agustus 2025, jumlahnya 7,46 juta dari total angkatan kerja 154 juta, sedikit lebih rendah dari catatan per Agustus 2024 sebesar 7,47 juta saat angkatan kerja 152,11 juta.
Sementara itu, jumlah orang yang berkerja per Agustus 2025 sebanyak 146,54 juta, juga sedikit lebih tinggi dari catatan per Agustus 2024 yang sebanyak 144,64 juta.
Dari total jumlah orang yang bekerja sebanyak 146,54 juta itu, yang masuk kategori pekerja penuh atau jam kerjanya selama 35 jam sepekan sebanyak 98,65 juta, naik 0,2% dibanding catatan per Agustus 2025 sebanyak 98,45 juta.
Sementara itu, yang masuk kategori pekerja tidak penuh, baik itu setengah pengangguran ataupun pekerja paruh waktu, angkanya sebanyak 47,89 juta, tumbuh jauh lebih cepat hingga 3,68% dibanding catatan per Agustus 2024 yang sebanyak 46,19 juta.
"Kualitas pekerjaan yang tersedia belum sepenuhnya membaik. Meskipun semakin banyak orang bekerja, jumlah pekerja setengah penganggur atau underemployed justru meningkat, menandakan banyak yang bekerja di bawah kapasitasnya dengan jam kerja dan pendapatan yang terbatas," sebagaimana tertulis dalam laporan LPEM FEB UI itu.
Tim ekonom LPEM FEB UI menyebut tumbuh pesatnya underemployment saat pengangguran turun ini menggambarkan bahwa pekerja yang mempunyai gelar dan keahlian tertentu, terpaksa bekerja di sektor informal dengan upah rendah dan tanpa kepastian. Mereka tidak masuk kategori penganggur, karena secara teknis memiliki pekerjaan. Di sisi lain, mereka belum sepenuhnya terserap oleh pasar kerja.
BPS juga sebetulnya mencatat, jumlah tenaga kerja informal di Indonesia memang masih mendominasi hingga saat ini dengan jumlah sebanyak 84,7 juta orang atau naik 1,03% dibanding catatan per Agustus 2024 sebanyak 83,83 juta orang. Sedangkan pekerja formal hanya sebanyak 61,84 juta orang, meski naik 1,69% dibanding catatan sebelumnya 60,81 juta orang.
"Pekerja yang tergolong underemployed sering kali berada di sektor informal, tanpa kontrak kerja, tanpa jaminan sosial, dan rentan terhadap fluktuasi permintaan. Dalam laporan World Bank, kondisi ini disebut sebagai bentuk ketidakamanan pendapatan yang bersifat struktural," kata tim ekonom LPEM FEB UI.
"Mereka yang mengemudi ojek daring atau menjadi kurir logistik, misalnya, mungkin terlihat seperti bagian dari ekonomi digital yang modern. Akan tetapi, banyak dari mereka justru terjebak dalam pekerjaan tidak stabil dengan penghasilan tidak pasti dan tanpa perlindungan kerja yang memadai," ucap mereka.
LPEM FEB UI juga mencatat, meski jumlah underemployment di Indonesia masih sebesar 7,91% dari total tenaga kerja besarannya cenderung lebih tinggi dibanding negara tetangga yang memiliki kapasitas ekonomi setara, seperti Vietnam yang hanya 1,8%, dan Singapura 2,3%. Thailand mereka sebut bahkan hampir 0%.
"Perbedaan ini menunjukkan bahwa kualitas pasar kerja kita masih tertinggal. Negara dengan underemployment rendah umumnya memiliki struktur ekonomi yang lebih formal, sistem pendidikan yang selaras dengan kebutuhan industri, dan pelatihan kerja yang relevan. Indonesia masih menghadapi tantangan besar pada semua aspek tersebut," sebagaimana tertera dalam Labor Market Brief LPEM FEB UI.
Untuk menyelesaikan masalah ketenagakerjaan ini, tim ekonom LPEM FEB UI menilai ada sejumlah langkah cepat yang bisa ditempuh sebagai quick win untuk memperbaiki penyerapan tenaga kerja.
Pertama, memperluas model pelatihan berbasis demand yang menyasar sektor dengan pertumbuhan cepat seperti logistik, jasa digital, agribisnis modern, dan energi terbarukan. Pemerintah tidak perlu memulai dari nol, tetapi bisa memetakan potensi lokal dan mengaitkannya dengan insentif pelatihan kerja yang langsung menyambungkan pencari kerja dengan dunia usaha.
Kedua, mendorong percepatan legalisasi dan fasilitasi bagi pelaku usaha mikro dan kecil agar lebih mudah masuk ke ekosistem formal. Langkah ini bisa meningkatkan kepastian kerja, membuka akses pembiayaan, dan secara bertahap memperbaiki produktivitas. Pusat layanan usaha terpadu di daerah dapat dijadikan ujung tombak untuk mengeksekusi agenda ini dengan cepat.
Ketiga, memperkuat sistem data ketenagakerjaan agar intervensi kebijakan tidak bersifat seragam dan nasional semata. Ketika pemerintah daerah memiliki akses data yang akurat tentang sektor dominan, profil pekerja, dan permintaan kerja lokal, maka program pelatihan dan insentif tenaga kerja bisa diarahkan dengan lebih tajam dan efisien.
"Ke depan, arah kebijakan ketenagakerjaan perlu lebih fokus pada penciptaan pekerjaan yang layak dan produktif, bukan hanya memperbesar angka terserapnya tenaga kerja. Mendorong pekerjaan penuh waktu dengan perlindungan kerja dan peluang berkembang akan jauh lebih berdampak daripada sekadar menciptakan pekerjaan apa saja," ucap tim ekonom LPEM FEB UI.
(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
Video: Lapangan Kerja Sulit, BP2MI Sarankan Cari ke Luar Negeri































:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5319082/original/060228700_1755504247-pspr.jpg)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5285579/original/071930200_1752717808-ChatGPT_Image_Jul_16__2025__11_01_37_AM.jpg)

:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5284222/original/004291500_1752589801-Timnas_Indonesia_U-23_Vs_Brunei_Darussalam_U-23-6.jpg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4860504/original/051850500_1718115963-Malut_United_-_Ilustrasi_Logo_Malut_United_copy.jpg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4809513/original/037230800_1713799872-Timnas_Indonesia_-_Nathan_Tjoe-A-On_dan_Justin_Hubner_copy.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5267473/original/070195100_1751106521-WhatsApp_Image_2025-06-28_at_17.14.16_c8077174.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5271468/original/063988200_1751511729-Timnas_Putri_Indonesia_vs_Pakistan-15.jpg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5282186/original/092694300_1752468097-ATK_BOLA_ASEAN_U23_Mandiri_Cup_2025_Indonesia_vs_Brunei.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4922579/original/022348900_1724078961-Persik_Kediri_-_Ilustrasi_Logo_Persik_Kediri_2024_copy.jpg)


:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5284203/original/025207900_1752587520-1000251979__1_.jpg)