Jakarta, CNBC Indonesia - Ancaman gempa megathrust terus membayangi kehidupan manusia. Meski teknologi mitigasi bencana semakin maju, hingga kini belum ada satu pun metode yang mampu memprediksi secara pasti kapan gempa besar akan terjadi. Atas dasar itu, salah satu langkah paling aman adalah "berdamai dengan alam" dengan mempelajari jejak bencana di masa lalu.
Salah satu peristiwa penting adalah Gempa Nankai yang terjadi pada 20 Desember 1946, tepat hari ini 79 tahun lalu, yang membuat mayoritas bangunan di lima kota besar, yakni Hiroshima, Kure, Kobe, Osaka, hingga Kyoto, rata dengan tanah. Ribuan orang pun menjadi korban.
Cerita bermula pada pukul 04.00 waktu setempat. Gempa besar mengguncang Jepang dengan pusat gempa berada di dasar Samudra Pasifik, sekitar 100 mil dari pantai Wakayama.
Getaran gempa tercatat mencapai M8,1 dan berlangsung hampir satu menit. Kekuatan guncangan tersebut begitu besar hingga terekam oleh seismograf di berbagai belahan dunia. Di Jepang, gempa dirasakan hingga ratusan kilometer jauhnya dan mengguncang Pulau Shikoku serta lima kota besar di daratan utama seperti Hiroshima, Kure, Kobe, Osaka, hingga Kyoto.
Catatan riset berjudul "Japanese Earthquake of December 21, 1946" (1947) menunjukkan, guncangan hebat membuat banyak bangunan di Shikoku dan wilayah sekitarnya runtuh. Infrastruktur rusak parah, jalur kereta api terputus, dan aktivitas transportasi lumpuh. Di sejumlah desa, kerusakan bahkan diperparah oleh kebakaran. Reruntuhan bangunan memantik api yang dengan cepat menjalar di antara rumah-rumah kayu, sehingga memperbesar skala kehancuran.
Kepanikan warga belum berakhir. Ternyata, gempa ini juga memicu perubahan mendadak pada morfologi dasar laut. Sekitar 10 menit setelah guncangan utama, gelombang besar atau tsunami menghantam pesisir selatan Jepang. Ketinggian gelombang dilaporkan mencapai 3 hingga 5 meter dan menyapu permukiman pesisir dengan kekuatan dahsyat.
Tsunami tersebut menghancurkan rumah-rumah dan infrastruktur pesisir dalam hitungan menit. Sumber berita Jepang kala itu melaporkan sedikitnya 1.026 orang tewas seketika, ribuan lainnya luka-luka, dan puluhan ribu penduduk kehilangan tempat tinggal. Korban tentu saja makin besar ketika tahap evakuasi dilakukan, sehingga diprediksi ada lebih dari seribu orang tewas. Tak hanya itu, lebih dari 1.400 kapal nelayan hancur dan memukul keras kehidupan ekonomi masyarakat pesisir yang bergantung pada laut.
Lalu, apa penyebab Gempa Nankai 1946?
Menurut riset "The 1946 Nankai earthquake and segmentation of the Nankai Trough" (2002), secara tektonik, wilayah Nankai merupakan tempat Lempeng Laut Filipina menujam ke bawah Lempeng Eurasia.
Proses subduksi inilah yang membentuk Palung Nankai dan menyebabkan akumulasi energi besar yang secara berkala dilepaskan dalam bentuk gempa megathrust dan tsunami. Sejarah mencatat pada tahun 1707 dan 1854 juga terjadi kejadian serupa hingga gempa 20 Desember 1946 menambah catatan kelam yang ada.
Hingga kini, aktivitas seismik di zona Megathrust Nankai masih terus berlangsung. Terbaru, pada 8 Agustus 2024, gempa bermagnitudo 7,1 kembali mengguncang wilayah yang sama.
(mfa/mfa)






























:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5339916/original/010495200_1757135510-20250904AA_Timnas_Indonessia_Vs_China_Taipei-108.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5339674/original/047240900_1757081733-20250904AA_Timnas_Indonesia_vs_China_Taipei-08.JPG)







:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5310777/original/099498800_1754792417-527569707_18517708213000398_2665174359766286643_n.jpg)






