Pasar Kompak Ramal BI Bakal Tahan Suku Bunga

2 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) kembali menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada hari ini, Selasa (18/11/2025) hingga esok, Rabu (19/11/2025). Berdasarkan hasil polling yang dihimpun CNBC Indonesia, pasar memperkirakan BI akan kembali menahan suku bunga acuannya pada RDG November ini.

Dalam RDG sebelumnya pada 21-22 Oktober 2025, BI memutuskan untuk menahan suku bunga acuan (BI Rate) di 4,75%, dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 3,75% dan Lending Facility sebesar 5,50%.

Sepanjang 2025, BI telah memangkas suku bunga sebanyak lima kali, masing-masing 25 bps pada Januari, Mei, Juli, Agustus, dan September. Total pemangkasan mencapai 125 bps, dari 6,00% di akhir 2024 menjadi 4,75% saat ini.


Polling CNBC Indonesia terhadap 10 lembaga/institusi keuangan menunjukkan hasil yang sangat solid. Seluruh responden memperkirakan BI akan mempertahankan BI Rate di level 4,75% pada RDG kali ini.

Hasil konsensus yang kompak ini mencerminkan pandangan bahwa kondisi saat ini belum memberikan ruang yang memadai bagi BI untuk melanjutkan pelonggaran kebijakan.

Hasil konsensus yang menyatakan BI kemungkinan besar mempertahankan suku bunga sejalan dengan kondisi ekonomi dalam negeri.

Ada dua faktor kunci yang membuat pasar menilai kebijakan suku bunga perlu dijaga tetap stabil, yakni meningkatnya inflasi pada Oktober dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Inflasi Meningkat di Oktober 2025

Data inflasi Indonesia pada Oktober 2025 menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahunan sebesar 2,86% dan inflasi bulanan sebesar 0,28%, masing-masing lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya. Inflasi inti juga mengalami peningkatan menjadi 0,39%, setelah pada September tercatat 0,18%.

Kenaikan inflasi inti terutama disebabkan oleh meningkatnya harga emas perhiasan serta biaya kuliah akademi dan perguruan tinggi.

Meski inflasi secara keseluruhan masih berada dalam target BI yaitu 2,5% plus minus 1%, tren kenaikan dalam dua bulan terakhir membuat pasar menilai BI perlu berhati-hati dalam menentukan arah kebijakan. Pemangkasan suku bunga pada kondisi seperti ini berpotensi memicu tekanan inflasi lebih besar, terutama dengan risiko eksternal yang masih tinggi.

Karena itu, stabilitas harga menjadi pertimbangan utama bagi BI untuk menahan suku bunga acuan

Nilai Tukar Rupiah

Selain inflasi, nilai tukar rupiah menjadi faktor penting lain yang mendorong ekspektasi penahanan suku bunga. Pada perdagangan Senin (17/11/2025), rupiah kembali melemah dan ditutup di atas level psikologis Rp16.720/US$, terkoreksi 0,18% secara harian. Jika melihat tren satu bulan terakhir, rupiah telah melemah 1,12% sejak 17 Oktober 2025.

Tekanan pada rupiah semakin besar menyusul perkembangan terbaru dari pasar global. Berdasarkan CME FedWatch Tool, probabilitas bahwa The Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga pada FOMC Desember hanya sebesar 46,6%, sementara 53,4% sisanya menunjukkan peluang The Fed menahan suku bunga.

Kecenderungan pasar terhadap penahanan suku bunga ini membuka ruang bagi dolar AS untuk kembali menguat, karena suku bunga yang tetap tinggi membuat aset berdenominasi dolar lebih menarik bagi investor global.

Dalam situasi seperti ini, sejumlah ekonom menilai bahwa langkah paling rasional bagi BI adalah mempertahankan suku bunga. Ekonom Bank Danamon, Hosianna Situmorang, mengatakan bahwa kebijakan menahan BI Rate di 4,75% menjadi pilihan optimal untuk menjaga stabilitas makro dan memperkuat posisi rupiah di tengah tekanan global.

"Bank Indonesia diperkirakan menahan BI Rate di 4,75% pada November untuk menjaga daya tarik imbal hasil domestik di tengah tekanan musiman akhir tahun. Dengan permintaan valas yang biasanya meningkat dan volatilitas global yang belum sepenuhnya mereda, menjaga suku bunga tetap stabil adalah langkah optimal untuk menahan tekanan rupiah, menjaga diferensial yield tetap kompetitif, serta mempertahankan aliran modal portofolio," ujarnya kepada CNBC Indonesia.

Hosianna juga menilai bahwa kondisi likuiditas perbankan Indonesia saat ini masih sangat ample, sehingga penahanan suku bunga tidak akan mengganggu fungsi intermediasi. Ia menambahkan bahwa percepatan belanja fiskal menjelang akhir tahun sudah cukup memberikan dorongan pada perekonomian tanpa membutuhkan tambahan stimulus moneter.

Kecenderungan pasar terhadap penahanan suku bunga ini membuka ruang bagi dolar AS untuk kembali menguat, karena suku bunga yang tetap tinggi membuat aset berdenominasi dolar lebih menarik bagi investor global.

CNBC INDONESIA RESEARCH 

[email protected]

(evw)

Read Entire Article
| | | |