Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden RI Prabowo Subianto telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Instrumen Nilai Ekonomi Karbon dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca. Aturan mulai berlaku sejak diundangkan pada (10/10/2025).
Dari beleid ini mengatur nilai ekonomi karbon, alokasi karbon, hingga mekanisme perdagangan karbon untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Pada pasal 101 dijelaskan, pada saat aturan ini mulai berlaku aturan sebelumnya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Yakni, Peraturan Presiden Nomor 98 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Untuk Pencapaian Target Kontribusi yang ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Pembangunan Nasional.
Namun Pada pasal 100 dijelaskan, adanya aturan ini masih membuat peraturan pelaksanaan sebelumnya masih tetap berlaku yang sudah dikeluarkan. Sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan ketentuan dalam peraturan presiden ini.
Aturan pelaksanaan yang dimaksud berasal dari Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional, dan Peraturan Presiden Nomor 98 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Untuk Pencapaian Target Kontribusi yang ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Pembangunan Nasional.
Dari pasal 58 dijelaskan, bahwa perdagangan karbon dapat diselenggarakan tanpa menunggu tercapainya target NDC (Nationally Determined Contribution). Kelak, perdagangan karbon juga dapat dilakukan melalui bursa karbon maupun perdagangan langsung.
Dari beleid itu meminta menteri dan kepala lembaga terkait untuk menyiapkan peta jalan perdagangan karbon nasional, hingga pengaturan dan penerimaan negara dari perdagangan karbon. Perdagangan karbon itu bisa dilakukan dari dalam negeri maupun luar negeri.
Adapun ketentuan mengenai tata cara Perdagangan Karbon melalui Offset Emisi GRK diatur dalam peraturan menteri.
Menurut Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, adanya Perpres ini menegaskan sektor kehutanan mempunyai posisi strategis dalam penyediaan carbon credit bernilai ekonomi tinggi.
"Perpres ini menegaskan bahwa sektor kehutanan memiliki posisi strategis bukan hanya sebagai penjaga ekosistem, tetapi juga sebagai penyedia carbon credit bernilai ekonomi tinggi," katanya dalam keterangan resmi.
Perpres ini dinilai memiliki dampak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya melalui skema perhutanan sosial hingga perdagangan karbon.
Untuk ltu pihaknya akan menyiapkan sejumlah regulasi turunan berupa Peraturan Menteri (Permen) yang akan memperkuat tata kelola pasar karbon nasional.
Empat regulasi yang disiapkan mencakup revisi Permen LHK Nomor 7 Tahun 2023, Permen LHK Nomor 8 Tahun 2021, Permen LHK Nomor 9 Tahun 2021, serta rancangan Permen KSDAE tentang pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan konservasi.
Melalui kebijakan ini, juga menurutnya unit karbon dari proyek kehutanan dapat diperjualbelikan di pasar karbon domestik maupun internasional.
Disebutkan, berdasarkan data BloombergNEF, nilai ekonomi karbon sektor kehutanan Indonesia menunjukkan potensi yang tinggi, mencapai hingga US$ 7,7 miliar per tahun dengan asumsi rata-rata harga US$ 15 per ton CO2e.
"Sektor kehutanan kini bukan hanya penjaga ekosistem, tapi juga penggerak utama ekonomi hijau nasional," katanya.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]