Pesta IHSG dan Rupiah Terancam Bubar Karena Serbuan Data AS dan China

2 hours ago 2
  • Pasar keuangan Tanah Air bergerak beragam. IHSG mencetak rekor tertinggi, rupiah menguat, namun SBN kembali dijual investor
  • Wall Street ambruk berjamaah karena kekhawatiran terhadap valuasi AI yang sangat tinggi
  • Pelaku pasar akan menantikan rilis data cadangan devisa dan uang primer periode Oktober 2025 yang diumumkan Bank Indonesia hari ini.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan dalam negeri bergerak tak senada pada perdagangan kemarin, Kamis (5/11/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat rekor penutupan tertinggi sepanjang sejarah, rupiah mampu menguat terhadap dolar AS, namun yield Surat Berharga Negara (SBN) kembali naik seiring tekanan jual oleh pelaku pasar. 

Pasar keuangan Tanah Air diharapkan mampu kembali bergerak positif pada perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (6/11/2025). Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dapat dibaca pada halaman3 pada artikel ini.

IHSG kembali mencetak level penutupan tertinggi sepanjang masa atau all time high (ATH) pada perdagangan Kamis (6/11/2025). IHSG ditutup menguat 18,53 poin atau 0,22% ke level 8.337,06, menandai rekor baru.

Sepanjang perdagangan, IHSG bergerak di rentang 8.289,89 hingga 8.362,91 dengan nilai transaksi mencapai Rp18,48 triliun. Total saham yang diperdagangkan mencapai 25,97 miliar lembar dari 2,39 juta transaksi, di mana 394 saham menguat, 259 melemah, dan 158 stagnan.

Sementara itu, investor asing justru tercatat melakukan aksi jual dengan total net sell sebesar Rp113,4 miliar.

Secara sektoral, energi menjadi motor utama penguatan dengan kenaikan 3,05 persen, disusul oleh utilitas yang naik 1,68 persen, industri sebesar 1,13 persen, serta barang konsumsi siklikal yang menguat 1,08 persen.

Sementara itu, pelemahan terjadi pada sektor konsumsi non-siklikal yang turun 0,67 persen, kesehatan turun 0,53 persen, serta keuangan yang terkoreksi 0,39 persen.

Dari sisi emiten, PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) menjadi penyumbang terbesar terhadap penguatan IHSG dengan bobot penguatan 30,07 indeks poin, diikuti oleh PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) sebesar 6,67 poin, serta PT Astra International Tbk (ASII) sebesar 3,34 poin.

Sebaliknya, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi penahan laju kenaikan dengan beban 10,76 indeks poin, disusul oleh PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) sebesar 6,87 poin, dan PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) sebesar 6,76 poin.

Beralih ke nilai tukar, rupiah ditutup menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (6/11/2025). Berdasarkan data Refinitiv, rupiah berakhir di level Rp16.690/US$ atau menguat 0,06%, sekaligus mematahkan tren pelemahan tiga hari beruntun.

Sejak pembukaan perdagangan, rupiah sempat dibuka naik tipis 0,03% di posisi Rp16.680/US$, lalu melemah hingga sempat menembus level Rp16.700/US$ sebelum akhirnya berbalik menguat menjelang penutupan.

Penguatan rupiah sejalan dengan pelemahan dolar AS di pasar global. Indeks dolar (DXY) yang mengukur kekuatan greenback terhadap enam mata uang utama dunia mengalami koreksi setelah reli panjang sejak akhir Oktober lalu.

Pelemahan dolar menunjukkan bahwa pelaku pasar mulai mengurangi kepemilikan aset berdominasi dolar, memberikan ruang penguatan bagi mata uang lainnya, termasuk rupiah.

Sebelumnya, dolar AS sempat menyentuh level tertingginya dalam lima bulan terakhir, terdorong oleh rilis data ekonomi Amerika Serikat yang kuat. Laporan ADP private payrolls menunjukkan sektor swasta AS menambah 42.000 lapangan kerja pada Oktober, sementara indeks aktivitas jasa ISM juga melampaui ekspektasi pasar.

Namun, data tersebut justru menimbulkan keraguan terhadap peluang pemangkasan suku bunga lanjutan oleh The Federal Reserve pada Desember mendatang, setelah sebelumnya Ketua The Fed Jerome Powell menyampaikan nada hati-hati dalam memberi sinyal pelonggaran kebijakan lebih lanjut.

Adapun dari pasar obligasi Indonesia, imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun terpantau naik 0,21% ke level 6,171%. Perlu diketahui, hubungan yield dan harga pada SBN ini berbanding terbalik, artinya ketika yield naik berarti harga obligasi turun, hal ini menandakan bahwa investor tampak melakukan aksi jual.

Pages

Read Entire Article
| | | |