Ramai Perusahaan Saling Caplok di 2025, Ini Daftarnya!

4 hours ago 2

Susi Setiawati,  CNBC Indonesia

25 December 2025 09:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang 2025, peta bisnis Indonesia bergerak dinamis lewat gelombang merger dan akuisisi. Dari sektor infrastruktur digital, energi, hingga pembiayaan, aksi korporasi ini menjadi strategi cepat perusahaan untuk memperkuat daya saing di tengah tekanan biaya, kebutuhan ekspansi, dan persaingan yang makin ketat.

Konsolidasi bukan lagi sekadar opsi, melainkan langkah krusial untuk menjaga keberlanjutan bisnis sekaligus membuka ruang pertumbuhan jangka panjang.

Berikut kami bahas satu per satu deretan emiten yang saling caplok mencaplok pada sepanjang tahun ini :

Merger MORA-MyRepublic

Rencana penggabungan PT Mora Telematika Indonesia Tbk (MORA/Moratelindo) dengan MyRepublic Indonesia jadi salah satu cerita paling ramai di penghujung 2025. Dalam pengumuman dan pemberitaan terbaru, MORA disebut menjadi entitas yang bertahan, sementara MyRepublic Indonesia bergabung ke dalamnya. Setelah efektif, PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) akan muncul sebagai pengendali tidak langsung entitas hasil merger, dengan target penyelesaian di semester I-2026.

Dari sisi kelangsungan bisnis, logikanya cukup jelas: industri fixed broadband butuh skala untuk mengejar pemerataan jaringan, meningkatkan utilisasi, dan menekan biaya per pelanggan. Merger seperti ini biasanya membuka ruang sinergi belanja jaringan, integrasi backbone-last mile, dan efisiensi OPEX, meski tantangan klasiknya ada di integrasi operasional dan potensi "perang harga" bila kompetitor merespons agresif.

Rencana merger ADMF-MFIN

Di pembiayaan, Adira Finance (ADMF) dan Mandala Multifinance (MFIN) mengumumkan rencana penggabungan sebagai langkah memperkuat layanan dan posisi pasar, dengan dukungan MUFG dalam narasi resminya.

Update penting di 2025, MFIN dijadwalkan delisting pada 2 Oktober 2025 lalu, sementara penggabungan operasional disebut baru efektif 1 Oktober 2026.
Buat bisnis, konsolidasi multifinance biasanya mengejar tiga hal yaitu skala portofolio, efisiensi biaya dana dan operasional, serta penguatan risk management di tengah siklus kredit yang berubah.

Tantangannya ada di integrasi sistem, penyatuan kebijakan kredit, dan menjaga kualitas aset saat transisi, karena merger paling berisiko justru ketika tim lapangan dan proses underwriting belum "satu napas".

Akuisisi ANJT oleh Ciliandra

Di sektor sawit, PT Ciliandra Perkasa (terkait grup First Resources) menuntaskan pengambilalihan sekitar 91,17% saham PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT), setelah sebelumnya menandatangani perjanjian jual beli saham bersyarat pada 18 Maret 2025 dan proses penyelesaian yang diberitakan terjadi pada awal Mei 2025.

Secara strategi, ini tipikal akuisisi untuk mengamankan landbank dan pasokan bahan baku bagi ekspansi hilir. Dampaknya ke kelangsungan bisnis ANJT bisa positif bila pengendali baru membawa disiplin capex, perbaikan produktivitas kebun, serta akses pasar dan pendanaan yang lebih stabil. Namun investor juga biasanya memantau risiko eksekusi, termasuk harmonisasi strategi dan potensi tender offer sesuai ketentuan.

Akuisisi BUVA atas BPP

PT Bukit Uluwatu Villa Tbk (BUVA) bergerak menambah amunisi landbank dengan mengakuisisi PT Bukit Permai Properti (BPP) yang dikaitkan sebagai entitas milik Summarecon, dengan informasi bahwa proses akuisisi sudah masuk tahap final dan penandatanganan akta jual beli saham berlangsung pada 28 November 2025. BPP disebut memiliki lahan sekitar 19,3 hektare di area yang berdampingan dengan aset unggulan BUVA di Uluwatu.

Untuk kelangsungan bisnis, ini menarik karena hospitality bukan cuma soal okupansi hari ini, tetapi pipeline pengembangan beberapa tahun ke depan. Penambahan landbank premium bisa memperpanjang "umur pertumbuhan" BUVA, walau tetap perlu dicermati kapasitas pendanaan, timing proyek, dan siklus pariwisata agar ekspansi tidak membebani arus kas.

Akuisisi INET atas PADA

Di lini infrastruktur digital, PT Sinergi Inti Andalan Prima Tbk (INET) diberitakan menyiapkan akuisisi 53,57% saham PT Personel Alih Daya Tbk (PADA) dari Kopindosat.

Kalau dieksekusi rapi, langkah ini bisa memperlebar ekosistem layanan INET, terutama bila ada jembatan strategi antara kebutuhan SDM operasional dan ekspansi jaringan digital. Namun pasar biasanya menilai "nyambung tidaknya" sinergi, apakah ini benar memperkuat core business dan recurring revenue, atau sekadar diversifikasi yang menambah kompleksitas manajemen.

Akuisisi PTRO atas Scan-Bilt

PT Petrosea Tbk (PTRO) menyelesaikan pengambilalihan 60% saham Scan-Bilt Pte. Ltd. pada 21 November 2025, dengan nilai transaksi sekitar SGD 10,3 juta. Setelah itu, Scan-Bilt juga dikaitkan memperoleh kontrak EPC dari Aster dengan nilai yang diberitakan signifikan, menambah konteks kenapa akuisisi ini "strategis".

Dari sudut ketahanan bisnis, ini memperkuat positioning PTRO di jasa engineering dan proyek regional, bukan semata mengandalkan siklus tambang domestik. Diversifikasi geografi dan klien bisa menstabilkan pendapatan, walau risikonya ada di eksekusi proyek, manajemen biaya, dan exposure kurs untuk kontrak luar negeri.

Chandra Asri dan Glencore Akuisisi PCS Singapore

Kolaborasi Chandra Asri Group dan Glencore menuntaskan akuisisi aset Shell di Singapura melalui JV mereka, yang kemudian dikenal sebagai Aster. Reuters juga melaporkan penyelesaian penjualan aset kilang dan terkaitnya pada 1 April 2025, dengan transisi karyawan serta aktivasi perjanjian pasokan dan offtake.

Secara bisnis, akuisisi ini memegang aset downstream regional memberi Chandra Asri akses rantai pasok, fleksibilitas feedstock, dan potensi margin yang lebih terdiversifikasi dibanding hanya bertumpu pada satu ekosistem. Namun, aset kilang dan kimia itu padat modal dan padat risiko operasional. Keberhasilannya sangat bergantung pada reliability, optimasi utilisasi, dan disiplin investasi.

Medco Energi Akuisisi Fortuna International dari Repsol

PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) menandatangani kesepakatan dan kemudian menyelesaikan akuisisi Fortuna International (Barbados), Inc dari Repsol, yang dikaitkan dengan kepemilikan tidak langsung 24% di PSC Corridor. Informasi ini muncul di rilis perusahaan tertanggal 26 Juni 2025 dan pembaruan penyelesaian transaksi.

Untuk keberlanjutan, akuisisi participating interest seperti ini biasanya bertujuan memperkuat basis produksi dan arus kas energi, terutama jika asetnya mature dan cash-generative. Namun tetap ada pekerjaan rumah: menjaga decline rate, efisiensi lifting cost, dan memastikan struktur pendanaan akuisisi tidak menekan neraca saat harga energi berfluktuasi.

Perubahan pengendali STAR oleh Calculus Investment

Di papan emiten kecil, PT Buana Artha Anugerah Tbk (STAR) berganti pengendali setelah PT Kencana Selaras Sejahtera melepas 32,19% saham kepada Calculus Investment Pte. Ltd. pada 20 November 2025, yang memicu kewajiban tender offer sesuai ketentuan.

Dampak terhadap kelangsungan bisnis sangat bergantung pada "niat" pengendali baru: apakah masuk untuk restrukturisasi, injeksi modal, perombakan strategi, atau sekadar investasi portofolio. Pasar biasanya bereaksi cepat pada perubahan kontrol, tetapi ujian sesungguhnya ada setelahnya, yaitu apakah ada langkah operasional yang nyata dan terukur.

DATA Diakuisisi Grup Djarum Lewat TOWR

Berlanjut lagi ke emiten infrastruktur digital, PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) melalui entitas anak (Iforte) merampungkan akuisisi 40% saham PT Remala Abadi Tbk (DATA) pada 30 April 2025, dengan nilai sekitar Rp535,7 miliar.

Secara strategi, ini mempertebal rantai nilai TOWR di infrastruktur telekomunikasi dan digital, bukan hanya menara. Kombinasi aset dan jaringan biasanya membuka peluang cross-selling, perluasan cakupan, serta efisiensi capex melalui perencanaan terintegrasi.
Namun karena sektor ini cepat berubah, fokus eksekusi dan disiplin belanja tetap jadi kunci agar akuisisi benar-benar memperkuat daya saing, bukan sekadar menambah entitas di grup.

Supaya lebih memahami secara ringkas, berikut rincian dari deretean emiten yang saling caplok mencaplok pada sepanjang 2025 dan sebagian masih ada yang dalam pross M&A :

Jika ditarik benang merahnya, gelombang merger dan akuisisi sepanjang 2025 menegaskan satu hal: skala dan efisiensi kini jadi kunci kelangsungan bisnis. Di tengah kebutuhan belanja modal yang besar, persaingan ketat, serta tuntutan profitabilitas yang makin tinggi, banyak perusahaan memilih jalan konsolidasi ketimbang bertumbuh organik yang lambat dan mahal.

Sektor infrastruktur digital, energi, pembiayaan, hingga perkebunan menunjukkan pola serupa, yakni memperkuat rantai pasok, memperluas basis pendapatan, dan mengamankan posisi kompetitif jangka panjang.

Meski demikian, aksi M&A bukan jaminan otomatis menciptakan nilai. Tantangan integrasi, disiplin pendanaan, serta konsistensi eksekusi pasca-transaksi akan menjadi faktor penentu apakah langkah-langkah ini benar-benar memperkuat fondasi bisnis, atau justru menambah beban baru di masa depan.

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(saw/saw)

Read Entire Article
| | | |