Jakarta, CNBC Indonesia - ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) memperkirakan, defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pemerintah Indonesia akan membengkak pada 2025, dari target yang dicanangkan 2,53% terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi 2,7%.
"AMRO memproyeksikan defisit fiskal pada 2025 sebesar 2,7% dari PDB, dibandingkan dengan target anggaran sebesar 2,5%," dikutip dari laporan terbarunya dalam AMRO Annual Consultation Report: Indonesia-2025, Rabu (25/6/2025).
Pembengkakan defisit itu didasari dari makin besarnya potensi pelemahan pendapatan negara, khususnya dari sisi pajak yang makin jauh dari target. Sementara itu, kebutuhan anggaran untuk belanja demi merealisasikan program-program prioritas makin membesar.
Salah satu penyebab makin loyonya target penerimaan negara pada 2025 ini menurut AMRO ialah batalnya pemberlakuan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) secara luas sebesar 12%, dari sebelumnya 11%.
Sebagaimana diketahui, per 1 Januari 2025 pemerintah mengumumkan penerapan tarif 12% PPN hanya untuk barang dan jasa mewah saja. Sedangkan untuk barang dan jasa lainnya yang tak tergolong ke dalam bagian pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) tetap menggunakan tarif dasar 11% karena efek pemberlakuan skema Dasar Pengenaan Pajak (DPP) 11/12.
AMRO mencatat, efek dari kebijakan pembatalan pemberlakuan tarif PPN 12% secara luas telah terlihat dari kondisi realisasi pelaksanaan APBN dalam 2 bulan pertama tahun ini. APBN mencatat defisit sebesar Rp 31 triliun, setara dengan 0,1 persen dari PDB pada Januari-Februari 2025, menandai defisit pertama sejak 2021.
"Defisit tersebut didorong oleh kontraksi signifikan dalam penerimaan fiskal," tulis tim ekonom AMRO dalam laporan terbarunya itu.
Sementara itu, dari sisi belanja negara, AMRO menegaskan, pengeluaran pada tahun ini akan lebih tinggi karena rencana perluasan berbagai program prioritas pemerintah, seperti makan bergizi gratis atau MBG untuk anak-anak, ibu hamil, dan ibu menyusui, ditambah dengan subsidi tambahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
"Diperkirakan akan melebihi pendapatan tambahan dari tarif pajak pertambahan nilai (PPN) yang lebih tinggi sebesar 12% untuk barang mewah," ungkap AMRO.
Meski begitu, AMRO menganggap potensi naiknya defisit APBN 2025 masih di bawah batas aman yang ditetapkan dalam UU Keuangan Negara sebesar 3% terhadap PDB.
"Pemerintah memiliki fleksibilitas dalam anggaran untuk merespons tantangan yang tidak terduga, atau memberikan insentif pajak untuk mendukung bisnis, khususnya UMKM, atau bantuan sosial tambahan jika diperlukan," tulis AMRO dalam laporannya.
Penting dicatat, pemerintah sudah berulang kali memastikan bahwa defisit APBN 2025 akan tetap dijaga sesuai batas aman 3%. Hal ini pun sudah kembali ditegaskan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat mengadakan pertemuan dengan First Deputy Managing Director IMF Gita Gopinath di Jakarta, 20 Juni 2025.
"APBN terus dikelola secara hati-hati dan bijaksana, daya beli masyarakat dilindungi melalui berbagai stimulus untuk mendorong konsumsi rumah tangga. Selain itu, Indonesia juga berkomitmen akan menjaga defisit tetap terkendali sesuai batas yang ditentukan dalam UU APBN," kata Sri Mulyani dalam Instagram @smindrawati.
(arj/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dalam 2 Bulan, Pemerintah Tarik Utang Rp220,1 Triliun