Siaga 1: IHSG - Rupiah Duji Efek Demo, Data Inflasi dan Gempuran dari AS

4 hours ago 2
  • Pasar keuangan Indonesia ditutup ambruk pada pekan lalu seiring memanasnya aksi demo
  • Wall Street jatuh setelah menciptakan rekor demi rekor
  • Dampak aksi demo hingga data ekonomi akan menggerakkan sentimen pasar hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air bersiap menghadapi badai pada perdagangan awal September yang tepat jatuh pada hari ini. Kondisi beberapa kota di Indonesia yang makin mencekam akibat aksi anarkis demonstrasi dan ancaman demo untuk kembali berunjuk rasa pada 1 hingga 5 September 2025.

Demo lanjutan ini pun dikhawatirkan semakin anarkis usai beberapa kantor kepolisian, Gedung DPR dan fasilitas umum di bakar oleh masa. Hal ini pun dapat berimbas buruk terhadap perdagangan pasar keuangan hari ini akibat kaburnya para investor di tengah kondisi yang mencekam.

Selengkapnya mengenai proyeksi pergerakan pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

Pasar keuangan Tanah Air hanya dibuka dalam empat hari perdagangan pada pekan ini dikarenakan pada Jumat (5/9/2025) merupakan hari libur nasional untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah diperkirakan akan terkoreksi dalam perdagangan hari ini dan kemungkinan dalam sepekan ini, lantaran kabar berlanjutnya demo hingga sepekan ini. 

Pada perdagangan Jumat (29/8/2025), IHSG ditutup melemah 1,53% di level 7.830,49. Pelemahan membuat IHSG meninggalkan level psikologis 8.000. IHSG masih berada di posisi uptrend dan sempat menyentuh support 7.765.

Sebanyak 610 saham turun, 122 naik, dan 70 tidak bergerak pada Jumat lalu. Nilai transaksi mencapai Rp 22,76 triliun yang melibatkan 51,64 miliar saham dalam 2,51 juta kali transaksi. Kapitalisasi pasar pun mencapai Rp 14.211,76 triliun.

Mengutip Refinitiv, seluruh sektor berada di zona merah, dengan utilitas, konsumer non-primer dan finansial turun paling dalam, sedangkan energi dan teknologi menjadi sektor dengan penurunan paling kecil.

Saham yang menjadi pemberat utama IHSG adalah emiten blue chip kapitalisasi besar. Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi pemberat utama kinerja IHSG pada perdagangan akhir pekan kemarin. Saham BBCA turun 3% ke Rp 8.075 per saham dan membebani 17,84 indeks poin.

Adapun emiten lain yang ikut menjadi pemberat IHSG termasuk PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk BBRI, PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) dan PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA).

Sebagai informasi, aksi demonstrasi akan kembali terjadi di Jakarta pada akhir pekan kemarin. Seruan aksi dilakukan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia dan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (UI), dengan titik Polda Metro Jaya. Masyarakat hingga pengemudi ojek online juga ikut berdemo.

Titik demonstrasi akan berpusat di Polda Metro Jaya, Gedung DPR/MPR, kantor mako Brimob dan juga menyasar kantor Polda di setiap wilayah Indonesia.

Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes atas tindakan aparat kepolisian dalam menghadapi demonstrasi pada Kamis yang menewaskan satu pengemudi ojol.

Beralih ke rupiah, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Jumat (29/8/2025) ditutup melemah 0,89% di level Rp16.485/US$1. Pelemahan ini adalah yang tertajam dan menjadi level terendah rupiah sejak 1 Agustus 2025.

Meski demikian, pemerintah menilai tekanan pasar keuangan masih bersifat sementara. Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono mengatakan pelemahan yang terjadi lebih disebabkan oleh sentimen sesaat.

"Kalau melihat perkembangan hari ini, memang terjadi pelemahan IHSG maupun Rupiah kita. Saya kira ini respon yang wajar, karena faktor stabilitas menjadi penting untuk para investor," ujarnya, Jumat (29/8/2025).

Dari sisi moneter, Bank Indonesia menegaskan akan terus menjaga stabilitas rupiah. Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI Erwin Gunawan Hutapea menekankan, bank sentral akan memastikan pergerakan kurs tetap sesuai fundamental.

Adapun dari pasar obligasi Indonesia, pada perdagangan Jumat (29/9/2025) imbal hasil obligasi tenor 10 tahun tidak berubah alias stagnan di level 6,1912%.

Sebagai informasi, imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN).

Begitu pun sebaliknya, imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan surat berharga negara (SBN).

Pages

Read Entire Article
| | | |