Siasati Ekses Likuiditas, BI Tebar Remunerasi Buat Bank

2 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) terus menebalkan perannya di sisi moneter dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Salah satunya adalah dengan Pemberian remunerasi atas penempatan dana bank yang kelebihan likuiditas.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan pemberian remunerasi ke bank merupakan salah satu cara untuk dorong pertumbuhan uang primer menjadi 2 digit selama 2026.

Perry menambahkan pihaknya akan memberikan remunerasi atas penempatan dana bank pada excess reserves untuk meningkatkan fleksibilitas perbankan dalam memanfaatkan kelebihan likuiditas untuk penyaluran kredit/pembiayaan ke sektor riil.

"Besaran remunerasi pada excess reserves ditetapkan sebesar 25 bps di bawah tingkat suku bunga Deposit Facility, yakni sebesar 3,50%, sedangkan remunerasi pada Giro Wajib Minimum (GWM) tetap sebesar 1,50%," katanya dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur 16-17 Desember 2025, dikutip pada Senin (22/12/2025).

Seperti diketahui, pembiayaan atau kredit bisa menjadi alat perusahaan untuk ekspansi perusahaan yang ujungnya berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi lewat serapan tenaga kerja, peningkatan daya beli, hingga kepercayaan investor.

BI sendiri memperkirakan pertumbuhan kredit tahun ini akan berada di kisaran batas bawah target. Sebagai informasi bank sentral membidik pertumbuhan kredit pada rentang 8%-11% secara tahunan (yoy).

"Pertumbuhan kredit 2025 berada di batas bawah 8%-11% yoy dan akan meningkat pada 2026," ucap Perry.

Adapun hingga November 2025, kredit perbankan tumbuh 7,74% yoy. Menurut Perry permintaan kredit belum kuat karena para pelaku usaha masih wait and see.

Sementara itu, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) semakin kencang menjelang akhir tahun. DPK tumbuh 12,03% yoy per November 2025.

Lambatnya pertumbuhan kredit yang diikuti oleh pertumbuhan DPK yang deras kemudian menjadi salah satu penyebab adanya ekses likuiditas di bank.

Selain itu, Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Solikin M. Juhro menjelaskan bahwa penyebab lambatnya penyerapan kredit karena korporasi dan rumah tangga masih wait and see.

"Mereka masih wait and see. Dan juga, mereka masih punya simpanan internal, atau dana internal, gitu. Daripada ngambil ke bank, mendingan pake duit saya sendiri," ucap Solikin dalam talimat media yang digelar pada Senin (22/12/2025) di kantor BI, Jakarta.

Di sisi lain, Solikin melihat praktek bank dalam memberikan special rate masih marak sehingga menghambat penurunan suku bunga kredit.

(ras/haa)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
| | | |