Jakarta, CNBC Indonesia - Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia kembali diperbarui. Dalam rilis terbaru tahun 2024, jumlah zona megathrust di Indonesia bertambah menjadi 14 titik, dibandingkan peta tahun 2017 yang hanya mencatat 13 zona. Perubahan ini juga menunjukkan adanya indikasi peningkatan tingkat bahaya gempa di sejumlah wilayah Tanah Air.
Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) sekaligus Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB), Iswandi Imran, menyoroti perbedaan signifikan antara peta lama dan terbaru. Menurutnya, kerapatan kontur bahaya gempa pada peta 2024 menunjukkan potensi risiko yang lebih tinggi di beberapa kawasan.
"Antara yang sebelumnya 2017 dengan 2024 yang paling atas ya kalau kita lihat kontur lebih rapat ya yang pada 2024 yang mengindikasikan sebenarnya adanya peningkatan bahaya gempa di daerah-daerah tertentu di Indonesia," ujarnya dalam kegiatan sosialisasi Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Terkini ke Ketahanan Infrastruktur.
Dalam peta tersebut, zona megathrust Jawa tercatat memiliki potensi gempa dengan magnitudo maksimum hingga 9,1. Sejumlah zona lain, seperti Mentawai-Pagai, Mentawai-Siberut, dan Enggano, berpotensi memicu gempa berkekuatan hingga magnitudo 8,9. Zona Aceh-Andaman bahkan memiliki potensi paling besar dengan magnitudo maksimum 9,2.
Selain Jawa dan Sumatra, zona megathrust juga tersebar di wilayah Sumba, Sulawesi Utara, Palung Cotobato, hingga perairan Filipina Selatan dan Filipina Tengah. Dengan bertambahnya satu zona baru, peta ini menjadi rujukan terbaru dalam pemetaan risiko gempa nasional.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sendiri sebelumnya mengungkapkan, dua zona megathrust di Indonesia saat ini berada dalam kondisi seismic gap, yakni Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut. Kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun tidak melepaskan energi besar, masing-masing sejak gempa terakhir pada 1757 dan 1797.
Namun, lebih lanjut BMKG menegaskan, istilah "menunggu waktu" kerap disalahartikan sebagai prediksi waktu kejadian gempa. Padahal, maknanya adalah akumulasi energi tektonik yang masih tersimpan akibat lamanya periode tanpa gempa besar.
"Tinggal menunggu waktu bukan ramalan. Kalimat ini sering disalahartikan. Yang dimaksud adalah zona tersebut menyimpan potensi besar karena sudah lama tidak melepaskan energi. Bukan berarti gempa akan terjadi dalam waktu dekat," tulis BMKG dalam penjelasan resminya.
BMKG juga menekankan, penggunaan istilah tersebut bertujuan meningkatkan kewaspadaan berbasis data sejarah dan geologi, bukan untuk meramal dan memicu kepanikan publik.
Berikut daftar 14 zona megathrust yang tercatat dalam Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia tahun 2024:
1. Zona Megathrust Aceh-Andaman berpotensi mengeluarkan gempa dengan magnitudo maksimal 9,2.
2. Zona Megathrust Nias-Simelue berpotensi mengeluarkan gempa dengan magnitudo maksimal 8,7.
3. Zona Megathrust Batu berpotensi mengeluarkan gempa dengan magnitudo maksimal 7,8.
4. Zona Megathrust Mentawai-Siberut berpotensi mengeluarkan gempa dengan magnitudo maksimal 8,9.
4. Zona Megathrust Mentawai-Pagai berpotensi mengeluarkan gempa dengan magnitudo maksimal 8,9.
6. Zona Megathrust Enggano berpotensi mengeluarkan gempa dengan magnitudo maksimal 8,9.
7. Zona Megathrust Jawa berpotensi mengeluarkan gempa dengan magnitudo maksimal 9,1.
8. Zona Megathrust Jawa bagian barat berpotensi mengeluarkan gempa dengan magnitudo maksimal 8,9.
9. Zona Megathrust Jawa bagian timur berpotensi mengeluarkan gempa dengan magnitudo maksimal 8,9.
10. Zona Megathrust Sumba berpotensi mengeluarkan gempa dengan magnitudo maksimal 8,9.
11. Zona Megathrust Sulawesi Utara berpotensi mengeluarkan gempa dengan magnitudo maksimal 8,5.
12. Zona Megathrust Palung Cotobato berpotensi mengeluarkan gempa dengan magnitudo maksimal 8,3.
13. Zona Megathrust Filipina Selatan berpotensi mengeluarkan gempa dengan magnitudo maksimal 8,2.
14. Zona Megathrust Filipina Tengah berpotensi mengeluarkan gempa dengan magnitudo maksimal 8,1.
Profesor Jepang Ingatkan Adanya Kopling Antarseismik dan Fenomena Tanda Awal
Sementara itu, Profesor Kosuke Heki dari Hokkaido University, Jepang mengungkapkan, Indonesia memiliki kemiripan karakter geologi dengan zona Nankai Trough di Jepang, salah satu kawasan megathrust paling aktif di dunia.
"Kami memahami bahwa gempa bumi berkekuatan 8 terjadi dalam interval yang jauh lebih pendek sekitar 50 hingga 100 tahun. Jadi, ini adalah pandangan klasik kami sebelum gempa bumi," kata Heki dalam pemaparannya sebagai Visiting Researcher di Badan Riset dan Inovasi Nasional.
Menurut Heki, meski waktu terjadinya gempa besar sulit diprediksi, pemantauan deformasi kerak bumi secara jangka panjang menjadi kunci penting dalam mitigasi. Ia menyoroti peran Global Navigation Satellite System serta pengukuran geodesi dasar laut untuk membaca akumulasi tegangan di zona subduksi.
"Kemudian kita dapat melihat bahwa kopling antar-seismik yang saling mengunci terjadi hampir di sumbu palung. Jadi, bahkan di bagian batas besar yang sangat dangkal, terdapat regangan yang terakumulasi untuk gempa berikutnya," tuturnya.
Ia juga menjelaskan fenomena slow slip event atau preslip yang kerap muncul sebelum gempa besar. Fenomena ini, meski bergerak sangat lambat, dinilai dapat menjadi indikator penting dalam sistem peringatan dini.
"Fenomena ini telah diamati berulang di Nankai Trough dan bagian lain Jepang. Salah satu peristiwa pergeseran lambat ini mungkin memicu gempa palung Nankai berikutnya," katanya.
Penjelasan tersebut dinilai relevan bagi Indonesia yang memiliki banyak zona subduksi aktif, mulai dari Mentawai, Jawa, Bali, Lombok hingga Maluku. Heki menilai Indonesia memiliki peluang besar memanfaatkan jaringan GNSS untuk mendeteksi deformasi jangka panjang dan preslip sebelum gempa besar terjadi.
"Saat ini saya sedang mengerjakan masalah ini di Indonesia," ujarnya.
Dengan kombinasi data darat dan teknologi pengukuran dasar laut, Indonesia diharapkan dapat memetakan akumulasi tegangan secara lebih presisi. Peta terbaru dengan 14 zona megathrust ini pun menjadi pengingat bahwa risiko gempa besar di Indonesia nyata dan membutuhkan kesiapsiagaan yang berkelanjutan, terutama dalam penguatan ketahanan infrastruktur dan mitigasi bencana.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]






























:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5339916/original/010495200_1757135510-20250904AA_Timnas_Indonessia_Vs_China_Taipei-108.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5339674/original/047240900_1757081733-20250904AA_Timnas_Indonesia_vs_China_Taipei-08.JPG)







:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5310777/original/099498800_1754792417-527569707_18517708213000398_2665174359766286643_n.jpg)






