Big Stories 2025
Kanthi Malikhah, CNBC Indonesia
26 December 2025 20:00
Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2025 mencatatkan dinamika kelam dalam isu keamanan global. Penembakan massal kembali menjadi sorotan, bukan hanya karena jumlah kejadiannya, tetapi juga karena tingkat fatalitas yang meningkat di sejumlah wilayah.
Data dari Gun Violence, sepanjang tahun 2025 terdapat 392 kasus penembakan massal yang terjadi di seluruh dunia, lebih dari 380 korban tewas dan sekitar 1.805 orang terluka.
Afrika Selatan muncul sebagai titik paling mematikan dalam waktu yang relatif berdekatan.
Sepanjang Desember 2025, negara ini diguncang beberapa penembakan massal besar mulai dari Saulsville, Pretoria, hingga Bekkersdal dengan jumlah korban tewas dua digit dalam satu kejadian. Pola ini menandai eskalasi serius kekerasan bersenjata di ruang publik, khususnya di wilayah perkotaan dan permukiman padat.
Foto: Kelompok bersenjata tak dikenal menewaskan 10 orang dan melukai 10 orang lainnya dalam serangan di permukiman kumuh di luar Johannesburg, Afrika Selatan (Afsel). (REUTERS/Siphiwe Sibeko)
Kelompok bersenjata tak dikenal menewaskan 10 orang dan melukai 10 orang lainnya dalam serangan di permukiman kumuh di luar Johannesburg, Afrika Selatan (Afsel). (REUTERS/Siphiwe Sibeko)
Sementara itu, Amerika Serikat tetap mendominasi dari sisi jumlah kejadian. Sepanjang 2025, tercatat ratusan insiden penembakan massal di berbagai negara bagian.
Namun, berbeda dengan Afrika Selatan, banyak kasus di AS terjadi dalam skala korban yang lebih kecil per insiden. Artinya, frekuensi tinggi tidak selalu berbanding lurus dengan jumlah korban jiwa dalam satu peristiwa.
Penembakan massal mengguncang Bondi Beach, salah satu kawasan wisata paling ikonik di Australia, pada 14 Desember 2025. Insiden ini langsung menjadi sorotan dunia, mengingat lokasi kejadian yang selama ini identik dengan rekreasi, wisata, dan rasa aman bukan kekerasan bersenjata.
Peristiwa berdarah tersebut terjadi saat kerumunan warga lokal dan wisatawan memadati pantai untuk aktivitas akhir pekan dan perayaan komunitas. Dua pelaku bersenjata api tiba-tiba membuka tembakan ke arah massa, memicu kepanikan luas di area pantai dan lingkungan sekitarnya. Suasana yang semula santai berubah menjadi kacau hanya dalam hitungan menit.
Korban tewas mencapai 15 orang. Insiden ini tercatat sebagai penembakan massal paling fatal di Australia dalam hampir tiga dekade terakhir. Perbedaan angka korban sempat muncul di jam-jam awal kejadian, seiring situasi chaos di lokasi dan proses evakuasi darurat yang berlangsung cepat.
Dari sisi lokasi, pola global menunjukkan kesamaan yang mencolok. Banyak penembakan massal terjadi di bar, tavern, area publik, hingga acara komunitas. Ruang yang semestinya menjadi tempat interaksi sosial, namun justru berubah menjadi titik rawan kekerasan. Lingkungan dengan pengamanan minim dan konsumsi alkohol sering kali memperbesar risiko eskalasi konflik bersenjata.
Perlu dicatat, data penembakan massal global bersifat dinamis. Angka korban, klasifikasi insiden, dan detail kejadian masih terus diperbarui seiring laporan resmi dan verifikasi media internasional. Perbedaan definisi "penembakan massal" antarnegara juga membuat agregasi data global menjadi tantangan tersendiri.
Bagaimana dengan Amerika?
Data Gun Violence mencatat penembakan massal masih terjadi di AS sepanjang 2025. Kasus dengan total korban tertinggi terjadi di Minneapolis pada 27 Agustus 2025, dengan 30 korban, meskipun jumlah korban meninggal dunia tercatat relatif lebih rendah dibanding jumlah korban luka.
Pola serupa terlihat di beberapa kota lain seperti Saint Helena Island, Leland, dan Chicago, dimana korban luka mendominasi total korban, mengindikasikan penggunaan senjata api dalam situasi kerumunan atau area terbuka.
Kota Houston tercatat dua kali mengalami insiden penembakan, serta wilayah metropolitan besar seperti Chicago dan Brooklyn, menunjukkan bahwa kawasan urban tetap menjadi titik rawan penembakan massal. Tingginya kepadatan penduduk, mobilitas tinggi, dan kompleksitas pengawasan keamanan menjadi faktor yang kerap dikaitkan dengan risiko insiden berskala besar.
(mae/mae)
































:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5339674/original/047240900_1757081733-20250904AA_Timnas_Indonesia_vs_China_Taipei-08.JPG)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5339916/original/010495200_1757135510-20250904AA_Timnas_Indonessia_Vs_China_Taipei-108.jpg)







:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5310777/original/099498800_1754792417-527569707_18517708213000398_2665174359766286643_n.jpg)






