Awas Perang Raksasa! Intel Putin Curiga China Mau Caplok Wilayah Rusia

21 hours ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebuah data yang diyakini milik intelijen Rusia, Dinas Keamanan Federal (FSB), menyebutkan adanya kekhawatiran bahwa China dapat menguasai wilayah Timur Jauh negara itu. Data ini memasukan wilayah pelabuhan Pasifik Rusia, Vladivostok.

Mengutip Newsweek, Selasa (10/6/2025), dokumen setebal delapan halaman itu tampaknya ditulis pada akhir tahun 2023 atau awal tahun 2024. Secara rinci, unit FSB yang sebelumnya tidak disebutkan namanya menyebut China dalam dokumen itu sebagai "musuh" dan menimbulkan ancaman serius terhadap keamanan nasional Rusia.

Laporan tersebut menyoroti ketidakpercayaan Rusia yang mengakar terhadap China di sepanjang perbatasan bersama mereka yang berjarak 2.615 mil, dan menunjukkan bagaimana kaum nasionalis China telah lama menentang perjanjian abad ke-19 yang dengannya Rusia memperoleh wilayah yang luas, termasuk yang sekarang menjadi Vladivostok.

"China telah berupaya untuk memperkuat klaim historisnya di Timur Jauh Rusia dengan meneliti jejak masyarakat China kuno di wilayah tersebut. Pada tahun 2023, Kementerian Sumber Daya Alam China mengamanatkan agar peta baru menggunakan nama China untuk Vladivostok dan tujuh kota lain di wilayah tersebut," ujar dokumen yang diperoleh New York Times itu dikutip Newsweek.

Vladivostok diserahkan kepada Tsar Rusia pada tahun 1860 berdasarkan Perjanjian Peking, yang menetapkan perbatasan antara China dan Rusia di sepanjang Sungai Amur dan Ussuri. Perjanjian ini memberi Rusia kendali atas Vladivostok.

Memo FSB juga menuduh bahwa agen intelijen Beijing tertarik pada Arktik dan Rute Laut Utara, yang terletak di pantai utara Rusia. Rute tersebut, yang secara signifikan mengurangi waktu pengiriman antara Asia dan Eropa, akan memungkinkan China untuk mengekspor barangnya dengan lebih efisien.

Selain masalah teritorial, FSB yang berada di bawah Presiden Vladimir Putin khawatir intelijen China sedang merekrut mata-mata Rusia. Dokumen itu menyebut niatan China untuk berupaya mendapatkan teknologi militer sensitif, dan mengumpulkan informasi tentang operasi Rusia di Ukraina demi mempelajari lebih lanjut tentang teknologi dan peperangan Barat.

"Dokumen tersebut menggambarkan ketidakpercayaan dan kecurigaan di kedua belah pihak dalam hubungan tersebut," demikian laporan publikasi tersebut, yang mencatat bahwa China sedang melakukan tes poligraf terhadap agen-agennya segera setelah mereka kembali ke negara asal.

Munculnya dokumen tersebut muncul di tengah-tengah perubahan aliansi antara Moskow dan Beijing. Kedua negara telah menjalin hubungan yang lebih erat dalam beberapa tahun terakhir, meskipun Rusia melakukan invasi besar-besaran ke Ukraina, dengan Putin dan Xi mendeklarasikan "kemitraan tanpa batas" pada tahun 2022.

Seorang peneliti senior di Belfer Center for Science and International Affairs di Harvard, Paul Kolbe, mengatakan bahwa meskipun ada kemitraan ini, Beijing akan terus menyimpan potensi keamanan bagi Moskow. Apalagi mengingat kekuatan China yang semakin berkembang di kancah global

"Untuk kembali ke pepatah lama, tidak ada yang namanya layanan intelijen yang bersahabat. Anda tidak perlu menyelidiki secara mendalam pejabat militer atau intelijen Rusia untuk mendapatkan kecurigaan yang mendalam terhadap China," tuturnya.

"Dalam jangka panjang, China, terlepas dari kemitraan yang tak terbatas dan betapa bermanfaatnya mereka, juga merupakan ancaman potensial."


(tps/luc)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Xi Jinping Setujui Permintaan Trump, AS Menang Banyak Nih?

Next Article Good Bye Perang Rusia-Ukraina, Trump Berunding dengan Putin

Read Entire Article
| | | |