Besok Ada Pengumuman Penting: RI Siap Dapat Kejutan Manis

9 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia -Inflasi Indonesia diperkirakan akan melandai pada Oktober 2025 sejalan dengan melandainya bahan pangan.

Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data inflasi Oktober 2025 besok hari, Senin (3/11/2025).

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari sembilan institusi memperkirakan Indeks Harga Konsumen (IHK) akan naik atau mengalami inflasi 0,02% secara bulanan(month-to-month/mtm) di Oktober 2025.

Sementara itu, secara tahunan (year-on-year/yoy), inflasi diperkirakan akan mencapai 2,6%. Inflasi inti diperkirakan stagnan di 2,2%.

Sebagai catatan, pada September 2025, inflasi menembus 0,21% (mtm) dan 2,65% (yoy). Inflasi inti menembus 2,19%.

Bila melihat historis BPS, inflasi biasanya kecil di Oktober. Dalam lima tahun terakhir, rata-rata inflasi (mtm) di Oktober menembus 0,07%. Artinya, inflasi berpotensi lebih kecil dari data historisnya.

Melandainya inflasi ini bisa menjadi kabar baik karena ditopang melandainya harga pangan yang biasa membebani warga. Inflasi yang rendah juga bisa menjadi bekal penting sebelum laju harga naik menjelang akhir tahun.

Kepala ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, menjelaskan inflasi akan melandai di Oktober karena turunnya harga beberapa komoditas utama, termasuk beras (-0,8% mom), bawang merah (-7,6% mom), dan cabai rawit (-6,2% mom). Sementara itu, kenaikan harga moderat tercatat pada telur (2,6% mom).

Sementara itu, melandainya tarif tiket pesawat juga akan menekan inflasi kelompok administered price. Sebaliknya, kenaikan sebagian harga BBM akan menekan inflasi.

Ekonom Bank Danamon Hosianna Situmorang menjelaskan inflasi komponen inti akan sedikit menguat karena lonjakan harga dari emas/perhiasan.

"Imported inflation dari depresiasi rupiah masih tertahan karena pass-through yang lambat dan diskon ritel, sehingga ekspektasi inflasi tetap terjaga," ujarnya kepada CNBC Indonesia.

Data Pusat Informasi Harga pangan Strategis Nasional (PIHPSN) menunjukkan harga beras di Oktober 2025 turun 0,62$ ke Rp 15.819. Harga cabai rawit merah anjlok 9,4% ke Rp 45.471/kg.

Namun, rata-rata harga daging ayam naik tipis 0,1% ke Rp 38.425 sementara telur ayam melonjak 2,7% ke Rp 31.386/kg.

Sementara itu, PT Pertamina (Persero) menyesuaikan harga produk Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidinya mulai 1 Oktober 2025. Diantara yang mengalami kenaikan harga adalah Dexlite serta Pertamina Dex. Sementara untuk BBMnon subsidi lainnya tetap seperti harga di bulan September 2025.
Sementara, untuk harga BBM non subsidi seperti Pertamax atau RON 92 masih sama yakni Rp12.200 per liter. Tak terkecuali harga Pertamax Turbo yang dibanderol Rp 13.100 per liter pada Oktober 2025.

Harga BBM jenis Pertamina Dex justru naik menjadi Rp 14.000 per liter dari yang sebelumnya Rp 13.850 per liter pada September 2025. Adapun Dexlite juga naik Rp 100 per liter menjadi Rp 13.700 per liter dari sebelumnya Rp 13.600 per liter pada September lalu.

Selain inflasi, BPS juga akan mengumumkan data neraca perdagangan September 2025. Polling CNBC menunjukkan surplus akan berada di US$ 3,9 miliar pada September 2025. Angka tersebut turun dibandingkan surplus Agustus sebesar US$ 5,49 miliar.

Ekspor diperkirakan meningkat 7,22% sementara impor tumbuh 4,95%.

Kepala ekonom Bank Permata Josua Pardee menjelaskan surplus akan turun tajam karena ekspor melemah secara bulanan sementara impor menguat. Meski menyusut, ini masih meneruskan tren surplus yang panjang, yakni 65 bulan berturutturut.

"Penopang ekspor tetap datang dari hilirisasi, terutama besi dan baja, sementara kenaikan harga minyak sawit mentah memberi dorongan kinerja ekspor," ujarnya kepada CNBC Indonesia.

Ekspor ke China berpeluang naik sejalan dengan data China yang menunjukkan impor dari Indonesia meningkat sekitar 12,42%mtm. Sebaliknya, ke Amerika Serikat dan Jepang cenderung melemah, dengan pasar AS normalisasi setelah penerapan tarif timbal balik pada Agustus.

Di sisi impor, secara tahunan diproyeksikan naik karena pelaku usaha mulai mengamankan stok untuk menghadapi Natal dan Tahun Baru, sehingga faktor musiman berpotensi menambah laju impor pada periode ini.

"Secara keseluruhan, surplus September berpeluang turun sejalan dengan impor yang mulai menguat, dan faktor persiapan akhir tahun kemungkinan ikut mendukung arus barang masuk," imbuhnya.

(mae/mae)

Read Entire Article
| | | |