Elvan Widyatama, CNBC Indonesia
17 December 2025 16:10
Jakarta, CNCB Indonesia - Sepanjang tahun ini menjadi masa yang penuh kontroversi bagi global yang datang dari Amerika Serikat (AS). Setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif resiprokal terhadap sejumlah negara mitra dagang utam nya.
Kebijakan ini langsung memicu ketegangan di perdagangan global, yang membuat peningkatan pada biaya impor, hingga memunculkan kekhawatiran terjadinya inflasi di dalam negeri Paman Sam itu sendiri.
Namun di balik kegaduhan tersebut, muncul hal menarik khususnya dari data fiskal terbaru AS yang justru memperlihatkan fakta yang berlawanan dari ekspektasi banyak pihak. Kebijakan tarif yang sangat agresif dari Trump berbuah pada datangnya pundi-pundi dolar ke dalam kantong pemerintah AS.
Defisit Menyempit, Surplus Fiskal Mulai Muncul
Sepanjang tahun fiskal 2025, pemerintah Amerika Serikat (AS) mencatatkan defisit anggaran sebesar US$1,78 triliun, menyempit sekitar US$41 miliar dibandingkan defisit tahun fiskal 2024 yang mencapai US$1,83 triliun.
Sebagai catatan, tahun fiskal AS berlangsung dari 1 Oktober hingga 30 September pada tahun berikutnya. Penyempitan defisit ini terjadi di tengah tekanan belanja negara yang masih tinggi serta biaya pembiayaan yang tetap mahal.
Menariknya, di sepanjang tahun fiskal tersebut, pemerintah AS juga mencatat tiga kali surplus anggaran bulanan, yakni pada April, Juni, dan September 2025, yang mencerminkan lonjakan penerimaan negara pada periode-periode tertentu.
Surplus terbesar terjadi pada April 2025, bertepatan dengan pengumuman kebijakan tarif resiprokal Presiden Donald Trump, yang mendorong lonjakan penerimaan bea masuk dan setoran pajak musiman.
Selain itu, Juni 2025 juga mencatat surplus meski dalam skala lebih terbatas, sementara September 2025 yang merupakan akhir tahun fiskal AS kembali membukukan surplus anggaran bulanan sekitar US$198 miliar.
Surplus bulanan ini tidak berdiri sendiri, melainkan menjadi bagian dari pola fiskal 2025 yang menunjukkan bahwa arus penerimaan negara meningkat tajam, terutama dari sektor perdagangan dan kepabeanan.
Dari Mana Surplus Itu Berasal?
Menyempitnya defisit dan munculnya surplus anggaran bulanan sepanjang tahun fiskal 2025 tidak lepas dari lonjakan penerimaan pemerintah AS.
Sepanjang 2025, pemerintah AS berhasil mengumpulkan lebih dari US$200 miliar penerimaan dari bea masuk dan kepabeanan (customs duties). Angka ini melonjak tajam dibandingkan tahun sebelumnya dan menjadi salah satu capaian tertinggi dalam sejarah penerimaan kepabeanan AS.
Lonjakan tersebut menjadikan Customs and Border Protection (CBP) tidak lagi sekadar berperan sebagai pengawas perbatasan, melainkan berubah menjadi pilar penting penerimaan fiskal negara.
Setiap barang impor yang masuk ke AS kini secara langsung berkontribusi pada setoran pendapatan pemerintah.
Kontributor terbesar dari lonjakan penerimaan customs ini berasal dari tarif dagang baru yang diberlakukan Trump sejak awal 2025.
Tarif resiprokal yang dikenakan terhadap berbagai negara dan produk impor secara efektif bertindak sebagai pajak tidak langsung, yang langsung meningkatkan pendapatan negara tanpa harus menaikkan pajak domestik.
Data menunjukkan bahwa akselerasi penerimaan tarif mulai terlihat jelas sejak April 2025, bertepatan dengan pengumuman kebijakan tarif resiprokal.
Pada bulan tersebut, penerimaan tarif melonjak menjadi US$15,6 miliar, sebelum meningkat tajam menjadi US$22,2 miliar pada Mei dan US$26,6 miliar pada Juni. Tren kenaikan ini berlanjut pada paruh kedua tahun, dengan penerimaan tarif bulanan konsisten berada di atas US$25 miliar, bahkan sempat menembus US$30 miliar pada beberapa bulan.
Secara keseluruhan, sepanjang tahun fiskal 2025, penerimaan dari tarif impor tercatat mencapai sekitar US$202 miliar atau sekitar Rp 3.370 triliun (US$ 1=Rp 16.680), melonjak lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.
Kombinasi antara penegakan customs yang lebih ketat dan perluasan basis tarif membuat kebijakan perdagangan Trump berubah fungsi dari sekadar alat tekanan geopolitik menjadi mesin uang pemerintah AS.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)
































:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5339916/original/010495200_1757135510-20250904AA_Timnas_Indonessia_Vs_China_Taipei-108.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5339674/original/047240900_1757081733-20250904AA_Timnas_Indonesia_vs_China_Taipei-08.JPG)








:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5310777/original/099498800_1754792417-527569707_18517708213000398_2665174359766286643_n.jpg)





