Heboh Kumpul Kebo: Warga RI Paling Siap Menikah di Usia Berapa?

9 hours ago 5

Jakarta, CNBC Indonesia- Dalam sepuluh tahun terakhir, usia kawin pertama pemuda Indonesia menunjukkan tren pertambahan usia secara perlahan.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Statistik Pemuda Indonesia 2020 & 2024 mencatat, pada 2024 rata-rata usia kawin pertama pemuda mencapai 21,22 tahun.

Pemuda laki-laki menikah lebih lambat, rata-rata 22,77 tahun, sementara perempuan di usia 20,41 tahun. Kenaikan ini mengindikasikan penundaan pernikahan di kalangan muda, seiring faktor ekonomi, pendidikan, hingga perubahan nilai sosial.

Fenomena ini tak bisa dilepaskan dari wacana kohabitasi atau kumpul kebo yang sempat disorot riset BRIN di Manado, Sulawesi Utara. Pandangan bahwa menikah terlalu normatif dan penuh aturan mendorong sebagian anak muda memilih tinggal bersama tanpa ikatan resmi. Ketika menikah kian tertunda, risiko meningkatnya kohabitasi pun terbuka lebar terutama di wilayah perkotaan yang lebih permisif.

Kenaikan ini terjadi setelah UU No.16/2019 menaikkan batas minimal usia kawin menjadi 19 tahun. Regulasi tersebut dianggap mampu menekan praktik kawin muda, sekaligus mendorong pemuda meraih pendidikan dan kesiapan ekonomi lebih baik sebelum menikah. Namun, bagi sebagian pasangan, kebijakan ini justru menambah masa transisi yang kadang diisi dengan kohabitasi.

Data BPS juga mengungkapkan, pemuda di desa menikah lebih cepat dibandingkan yang tinggal di kota. Ketersediaan pekerjaan, akses pendidikan, dan tekanan norma sosial memengaruhi pilihan usia menikah. Pemuda kota cenderung menunda demi menata karier dan stabilitas finansial, sementara di desa, pernikahan masih menjadi tolok ukur kedewasaan sosial.

Usia juga tercermin dari tingkat pendidikan. Pemuda lulusan perguruan tinggi rata-rata menikah di usia 23,77 tahun, lebih tua dua hingga lima tahun dibanding lulusan SMP dan SD. Sementara mereka yang hanya lulus SD menikah paling cepat, rata-rata 19,64 tahun.

Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi pendidikan, semakin lama pemuda menunda pernikahan. Ini sejalan dengan tren global, di mana pendidikan memperpanjang masa lajang. Namun, masa lajang yang panjang juga membuka peluang praktik kohabitasi sebagai alternatif sebelum menikah.

Melihat data lebih panjang sejak 2016, rata-rata usia kawin pemuda naik signifikan hampir 1 tahun dalam satu dekade.

Pada 2016, perempuan masih banyak yang menikah di usia 19 tahun, sedangkan 2024 sudah bergeser ke 21 tahun. Laki-laki pun mengalami penundaan serupa. Tren ini memperlihatkan transformasi sosial di kalangan muda Indonesia dari budaya menikah muda menuju pernikahan yang lebih dewasa secara usia dan kesiapan.

Kenaikan usia kawin berhubungan dengan kualitas hidup. menikah di usia matang menurunkan risiko perceraian, meningkatkan kualitas kesehatan reproduksi, serta mendukung lahirnya generasi yang lebih sehat. Namun, di sisi lain, semakin panjang masa tunggu pernikahan juga berpotensi menimbulkan dinamika sosial baru mulai dari kohabitasi hingga meningkatnya stigma terhadap pasangan muda yang memilih jalur berbeda.

Meski kumpul kebo masih tabu di banyak wilayah, studi BRIN menunjukkan bahwa penerimaan sosial di beberapa daerah terutama di kawasan mayoritas non-Muslim lebih tinggi.

Ketika usia kawin naik, tekanan norma bisa mereda, namun di sisi lain ketidakpastian status hubungan juga meningkat. Dampaknya, perempuan sering kali lebih rentan secara finansial dan hukum jika hubungan tersebut berakhir tanpa pernikahan.

Tren ini menjadi pengingat bahwa kebijakan menaikkan usia minimal kawin harus diimbangi edukasi tentang kesehatan reproduksi, perlindungan hukum, dan penguatan ekonomi pemuda. Jika tidak, pergeseran usia kawin hanya akan memperpanjang masa transisi tanpa kepastian dan kumpul kebo bisa makin jamak terjadi.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)

Read Entire Article
| | | |