Jakarta, CNBC Indonesia - Masalah pada sistem operasi Android kembali menjadi sorotan. Data terbaru menunjukkan miliaran pengguna Android berpotensi mengalami risiko keamanan serius akibat masih menggunakan sistem operasi yang sudah tidak lagi mendapat dukungan pembaruan dari Google.
Berdasarkan laporan StatCounter, lebih dari 30% pengguna Android di seluruh dunia masih menjalankan Android 13 atau versi yang lebih lama. Padahal, Android 13 pertama kali dirilis pada 2022.
Kondisi ini berarti sekitar satu miliar pengguna Android saat ini menggunakan ponsel yang sudah kehilangan dukungan resmi dan tidak lagi menerima tambalan keamanan, demikian dikutip dari Phone Arena, Senin (29/12/2025).
Situasi tersebut diperparah oleh temuan perusahaan keamanan siber Zimperium. Mereka mencatat, pada waktu tertentu dalam setahun, lebih dari 50% perangkat seluler global menjalankan sistem operasi usang, dan sebagian di antaranya telah terkompromi atau terinfeksi malware.
Risiko ini semakin nyata jika melihat pembaruan keamanan Android terbaru pada Desember lalu, yang menambal sedikitnya 107 celah keamanan.
Pengguna ponsel lama yang tidak lagi menerima pembaruan otomatis tidak mendapatkan perlindungan dari ratusan celah tersebut.
Di sisi lain, kondisi ini sangat kontras dengan ekosistem Apple. StatCounter mencatat sekitar 90% iPhone aktif di seluruh dunia masih mendapatkan dukungan pembaruan perangkat lunak dari Apple. Artinya, hanya sekitar 10% perangkat iPhone yang sudah kehilangan dukungan.
Perbedaan tersebut tak lepas dari fragmentasi Android. Ratusan produsen memproduksi ponsel Android dengan berbagai jenis prosesor dan antarmuka, sehingga proses distribusi pembaruan menjadi lebih lambat dan tidak merata.
Sementara Apple, sebagai satu-satunya pengembang iOS, dapat meluncurkan pembaruan secara serentak ke seluruh perangkat yang didukung.
Security Boulevard menilai fragmentasi Android menciptakan pola berbahaya. Celah keamanan sering kali sudah diketahui dan terdokumentasi, namun tetap dapat dieksploitasi oleh peretas karena pembaruan belum sepenuhnya menjangkau seluruh perangkat.
Para pelaku kejahatan siber diketahui aktif membidik ponsel dengan sistem operasi lama untuk mencuri data pribadi, termasuk kredensial aplikasi keuangan.
James Maude dari BeyondTrust bahkan memperingatkan bahwa eksploitasi semacam ini berpotensi menjadi "senjata wajib" bagi berbagai kelompok peretas.
(dem/dem)
[Gambas:Video CNBC]
































:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5339674/original/047240900_1757081733-20250904AA_Timnas_Indonesia_vs_China_Taipei-08.JPG)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5339916/original/010495200_1757135510-20250904AA_Timnas_Indonessia_Vs_China_Taipei-108.jpg)







:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5310777/original/099498800_1754792417-527569707_18517708213000398_2665174359766286643_n.jpg)






