Jakarta, CNBC Indonesia - Plt Sekretaris Jenderal Dewan Nasional KEK Rizal Edwin Manansang mengingatkan, para investor di Kawasan Ekonomi Khusus atau KEK masih bisa menikmati insentif tax holiday atau pembebasan pajak hingga saat ini.
Sebagaimana diketahui, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130 Tahun 2020, pemberian insentif tax holiday memang masih akan terus diberikan hingga 31 Desember 2025 bagi industri pionir atau investor yang melakukan penanaman modal pada kegiatan utama di KEK.
"Investor yang menjalankan kegiatan usaha sesuai dengan tema inti KEK berhak atas fasilitas pembebasan pajak penghasilan badan atau tax holiday. Durasi dan persyaratan spesifik dari insentif ini bergantung pada nilai investasi," ucap Edwin dalam acara Indonesia SEZ Business Forum 2025, Jakarta, Selasa (9/12/2025).
Tax holiday untuk pengembang dan pelaku usaha yang bergerak dalam kegiatan inti KEK terdiri dari tax holiday 10 tahun untuk investasi minimal Rp 100 miliar atau US$ 6,9 juta; tax holiday 15 tahun untuk investasi minimal Rp 500 miliar atau US$ 34,5 juta; dan tax holiday 20 tahun untuk investasi Rp 1 triliun atau US$ 69 juta ke atas.
Meski begitu, penting dicatat, dengan implementasi kebijakan Pajak Minimum Global (Global Minimum Tax/GMT) di Indonesia yang mulai berjalan penuh pada 2026, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2024, akan ada pergeseran insentif yang menggantikan skema insentif tax holiday.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Bimo Wijayanto mengungkapkan pemberian skema insentif baru ini disiapkan karena GMT akan membuat insentif pajak bagi korporasi seperti tax holiday atau tax allowance menjadi tidak menarik. Penggantinya yang tengah disiapkan ialah refundable tax credit.
Bimo menjelaskan, insentif tax holiday tidak akan menarik lagi bagi investor karena adanya prinsip Global Anti Base Erosion alias GloBE dalam GMT.
Dengan adanya prinsip itu, insentif pajak seperti tax holiday yang membuat tarif pajak efektif (effective tax rate/ETR) bagi perusahaan penerima di Indonesia semula bisa berkurang hingga 5%, akan dikenakan pajak tambahan oleh otoritas pajak di negara induk perusahaan itu dengan selisi 10% supaya sesuai dengan GMT sebesar 15%.
Akibatnya perusahaan tidak merasakan manfaat tax holiday yang diberikan oleh Indonesia. Pajak yang mereka bayar, meskipun tarif pajak mereka terlihat 5%, sebenarnya 15%.
Akhirnya, beban pajak total mereka tetap sama, yaitu 15% dari pendapatan yang diperoleh melalui operasi di Indonesia. Daya tarik insentif pajak seperti tax holiday yang seharusnya membantu mendatangkan lebih banyak investasi menjadi sepenuhnya tidak berarti.
"Cenderung menggeser bentuk kompetisi insentif pajak korporasi dari tax holiday ata tax allowance menjadi refundable tax credit," tutur Bimo.
(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]































:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5319082/original/060228700_1755504247-pspr.jpg)


:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5339916/original/010495200_1757135510-20250904AA_Timnas_Indonessia_Vs_China_Taipei-108.jpg)

:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5339674/original/047240900_1757081733-20250904AA_Timnas_Indonesia_vs_China_Taipei-08.JPG)










:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4939096/original/049996300_1725747991-000_36FT7CN.jpg)