Jakarta, CNBC Indonesia - Nasib Admiral Kuznetsov, kapal induk legendaris sekaligus simbol kekuatan maritim Rusia, kian suram. Setelah absen dari operasional sejak 2017 dan melalui rangkaian kegagalan perbaikan, pemerintah Rusia dikabarkan tengah mempertimbangkan untuk menjual atau membesituakan kapal tersebut.
Ketua perusahaan galangan kapal negara Rusia (United Shipbuilding Corporation/USC), Andrei Kostin, menyampaikan bahwa biaya pemeliharaan yang terus membengkak membuat kelanjutan proyek perbaikan tidak lagi masuk akal.
"Tidak ada gunanya memperbaikinya lagi. Kapal itu sudah berusia lebih dari 40 tahun, dan harganya sangat mahal," ujar Kostin kepada Kommersant, dikutip dari Newsweek pada Rabu (30/7/2025).
Surat kabar Izvestia sebelumnya melaporkan bahwa proses perbaikan telah ditangguhkan. Kapal ini seharusnya kembali aktif pada 2022, namun mengalami berbagai kendala, termasuk insiden tenggelamnya dok kering pada 2018 serta dua kebakaran besar yang menewaskan pekerja pada 2019 dan 2022.
Biaya perbaikan juga melonjak tajam dari 20 miliar rubel (sekitar Rp4 triliun) menjadi 60 miliar rubel (Rp12 triliun) hanya dalam kurun satu tahun. Hingga kini belum ada kejelasan soal jadwal peluncuran kembali, bahkan USC menyebutkan bahwa belum ada keputusan final apakah kapal akan dijual, dibuang, atau tetap dipertahankan.
Kapal seberat 59.000 ton ini diluncurkan pertama kali pada 1985 oleh Uni Soviet dan pernah digunakan dalam intervensi militer Rusia di Suriah. Dirancang sebagai aircraft cruiser, kapal ini dapat mengangkut hingga 26 jet tempur dan 24 helikopter, serta lebih dari 2.600 kru.
Namun secara teknis, kapal ini telah dianggap usang oleh banyak analis militer. The National Interest bahkan menempatkan Admiral Kuznetsov sebagai salah satu kapal induk terburuk di dunia.
Yörük Işık, analis pertahanan dari Bosphorus Observer, menyatakan bahwa hilangnya kapal tersebut adalah simbol kemunduran angkatan laut Rusia.
"Dari sisi strategi mungkin tidak signifikan, tetapi secara psikologis sangat besar. Rusia menyerahkan satu-satunya kapal seperti itu berarti kehilangan prestise," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa keberhasilan Ukraina menggunakan drone laut dan rudal jarak jauh telah menggeser wajah peperangan laut modern, dan membuat kapal-kapal besar seperti Kuznetsov rentan serta mahal untuk dipertahankan.
Mantan Komandan Armada Pasifik Rusia, Laksamana Sergey Avakyants, juga mengakui bahwa kapal induk seperti Kuznetsov kini sudah tidak relevan.
"Sudah ketinggalan zaman. Struktur besar dan mahal yang dapat dihancurkan dalam hitungan menit oleh senjata modern," kata Avakyants kepada Izvestia.
Ketika dibandingkan dengan Amerika Serikat, jurang kekuatan semakin lebar. AS memiliki 11 kapal induk super dengan teknologi lepas landas berbantuan ketapel, lebih dari 90 kapal perusak dan penjelajah, serta lebih banyak fregat dan kapal selam modern dibandingkan Rusia.
Sementara itu, Presiden Vladimir Putin dikabarkan berencana memotong anggaran militer pada 2026. Belum jelas apakah Admiral Kuznetsov akan masuk dalam prioritas efisiensi tersebut, tetapi komentar Kostin menunjukkan bahwa peluang kapal ini untuk kembali ke laut sangat kecil.
Kehilangan Admiral Kuznetsov akan menjadikan Rusia satu-satunya kekuatan besar dunia tanpa kapal induk aktif. Lebih dari sekadar kehilangan aset militer, keputusan ini menandai perubahan arah strategi maritim Rusia di tengah realita geopolitik dan tekanan ekonomi yang makin berat.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article The Yudhoyono Institute Ulas Geopolitik Global Pasca-Kebijakan Trump