Pengamat Sebut Hambatan Finansial Sebabkan PSSI Tak Kunjung Tunjuk Pelatih Baru Timnas Indonesia

Bola.com, Jakarta - Kekuatan finansial yang mulai menurun dianggap sebagai satu di antara alasan yang membuat PSSI tak terburu-buru menunjuk pelatih baru Timnas Indonesia. Itu tak terlepas dari posisi Ketua PSSI, Erick Thohir, yang menduduki jabatan baru di pemerintahan.

Pengamat sepak bola nasional, Kesit Budi Handoyo, menjelaskan aspek finansial ini sangat dipengaruhi kedudukan Erick Thohir yang kini sudah tak lagi menjabat sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Selama menjabat sebagai Menteri BUMN, PSSI melalui PT Garuda Sepak Bola Indonesia (GSI) memang sukses mendapatkan dukungan sponsorship dari perusahaan-perusahaan pelat merah, seperti Bank Mandiri hingga PT Freeport Indonesia.

“Masalah budget bukan sesuatu yang sepele untuk saat ini kalau kita melihat posisi Ketua Umum PSSI. Kalau sebelumnya, uang sepertinya lebih mudah didapatkan saat masih menjadi Menteri BUMN,” kata Kesit dikutip dari kanal YouTube Nusantara TV.

“Sekarang kan dia sudah bukan Menteri BUMN lagi. Kalau dahulu, masih ada banyak perusahaan yang bisa dimintai pertolongan untuk bekerja sama dengan PSSI walaupun tetap dalam koridor profesional sebagai sponsorship,” imbuhnya.

Kesit pun kini mempertanyakan posisi Erick Thohir yang telah menduduki jabatan baru sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) untuk mendatangkan sponsor-sponsor dari perusahaan BUMN.

Bagaimanapun juga, federasi membutuhkan dana yang tak sedikit untuk bisa merekrut pelatih berkualitas. Dana yang dikeluarkan tak hanya untuk menggaji pelatih kepala, tetapi juga deretan asisten seperti pelatih kiper, pelatih fisik, analis, dan lain-lain.

“Tetapi, dengan kedudukan beliau sekarang, apakah kukunya masih kuat di BUMN? Jadi, masalah budget untuk mencari pelatih, saya mengira ini salah satu kendala kenapa PSSI masih belum memutuskan pelatih baru,” ujar Kesit.

“Jadi, persoalan budget saya pikir menjadi sesuatu yang krusial di PSSI. Mungkin saat ini federasi masih melakukan kalkulasi. Kalau mencari pelatih yang gajinya 70 atau 100 miliar rupiah setahun, sepertinya berat buat PSSI,” ia menambahkan.

Dengan kondisi terkini, Kesit berharap PSSI bisa lebih cermat dalam melakukan kalkulasi untuk menunjuk pelatih baru. Proses seleksi harus benar-benar dilakukan secara ketat untuk mendatangkan pelatih yang sesuai dengan kebutuhan skuad Garuda.

“Artinya, PSSI harus betul-betul menghitung di saat situasi Timnas Indonesia pada saat ini tidak berada dalam sebuah event. Namun, menentukan pelatih pengganti harus benar-benar selektif dan sesuai dengan karakter yang diinginkan oleh PSSI,” ucap dia.

Masalah finansial memang akhirnya bisa berpengaruh terhadap sosok pelatih yang didatangkan. Menurut Kesit, dana besar dibutuhkan jika federasi memang menghendaki pelatih yang telah teruji, baik secara kualitas maupun pengalaman.

“Jangan sampai salah pilih lagi. Kalau kita bicara ‘ada harga, ada rupa’, jika ingin mendapatkan pelatih yang hebat, maka kita harus berani membayar mahal. Tetapi, kalau misalnya punya budget pas-pasan, jangan bermimpi ingin punya pelatih yang bagus, sudah punya nama, dan pengalamannya teruji,” ujar dia.

Selain itu, Kesit juga menduga tidak adanya agenda yang disiapkan PSSI untuk Timnas Indonesia pada FIFA Matchday ini juga menjadi alasan federasi tak ingin terburu-buru dalam merekrut juru taktik anyar.

Apalagi, kalender FIFA Matchday periode November 2025 ini akan difokuskan untuk persiapan Timnas Indonesia U-22 asuhan Indra Sjafri yang bakal terjun di SEA Games 2025 pada Desember mendatang.

“Yang menjadi masalah kan berapa kekuatan PSSI dari sisi finansial untuk mendatangkan pelatih baru? Kan itu yang harus dipikirkan. Jika bicara kemarin, Pak Erick bisa berani mengambil Patrick Kluivert secara cepat,” ujar Kesit.

“Kalau sekarang, selain kalkulasinya harus matang, saat ini tidak ada agenda yang harus dimainkan Timnas Indonesia, karena FIFA Matchday periode November 2025 ini diperuntukkan bagi Timnas U-22 untuk SEA Games 2025. Jadi, tidak perlu buru-buru.”