Jakarta, CNBC Indonesia - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengadukan keresahan pelaku usaha kepada Komisi IV DPR RI terkait kekacauan legalitas lahan sawit, terutama setelah pemerintah mempercepat program penertiban dan pengambilalihan kawasan hutan melalui Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH).
Dewan Pakar Hukum GAPKI, Sadino mengaku pihaknya kini kebingungan soal status lahan perkebunan sawit mereka. Kebingungan itu muncul setelah pemerintah mengambil alih sejumlah area kebun yang dikategorikan sebagai kawasan hutan melalui Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH).
Sebagai informasi, pemerintah belum lama ini telah menyerahkan kembali kawasan hutan kepada negara dalam skala besar. Berdasarkan keterangan resmi Kementerian Pertahanan, Jumat (12/9/2025), penyerahan kawasan hutan tahap IV kepada PT Agrinas Palma Nusantara mencapai 674 ribu hektar.
Total lahan yang sudah dialihkan ke Agrinas kini sekitar 1,5 juta hektar, termasuk lebih dari 1.600 hektar kebun sawit. Nilai aset yang masuk kategori penertiban tersebut diperkirakan mencapai Rp150 triliun. Langkah ini merupakan bagian dari proses masif penertiban aset negara.
Di tengah proses besar-besaran tersebut, para pelaku usaha sawit mempertanyakan legalitas lahan yang mereka miliki, meskipun telah mengantongi Hak Guna Usaha (HGU) dan izin lainnya. Sadino pun menyebut masalah ini sebagai kekhawatiran nomor satu pihaknya kini.
"Sebenarnya legalitas. Artinya kalau kita sudah punya legalitas, contohnya adalah perusahaan publik. Kok legalitasnya dipertanyakan?" kata Sadino saat ditemui usai Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi IV DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (17/11/2025).
Ia menjelaskan, investor menilai legalitas sebagai fondasi utama bisnis. "Orang asing kan tahunya, 'oh ini adalah dia punya legalitas', 'oh ini berarti saya sebagai investor'. Apalagi kalau perusahaan publik, investornya kan dari mana-mana saja bisa, tidak harus datang ke Indonesia," sambungnya.
Karena itu, ketika negara menganggap legalitas tak sah tanpa proses hukum, dampaknya bisa merusak kepercayaan investor.
"Eh tau-tau sekarang tidak diakui, lah kan kacau. Ternyata sekarang diambil alih, 'loh gimana'," kata Sadino.
Ia mengibaratkan situasinya seperti membeli rumah. "Kalau Anda mau beli rumah nih, apa buktinya? sertifikat, SHM rumah. Ternyata SHM-mu katanya tidak sah. Padahal yang menyatakan tidak sah itu, dia tidak ada keputusan pengadilan, dia tidak ada proses hukum," ujarnya.
Sadino menilai kondisi ini bisa membuat investor menuduh pemegang izin melakukan penipuan. "Yang punya legalitas bisa juga dituduh oleh investor, 'kamu nipu saya'," tegasnya.
Ia juga menepis anggapan pemegang HGU otomatis salah jika tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
"Kalau IPPKH kan pinjam pakai, izin pelepasan. Itu juga salah juga cara memahaminya. Tidak semua itu ada pelepasan. Kalau memang ruangnya itu dasarnya ya nggak ada pelepasan," jelasnya.
Foto: Petani Sawit. (Dok. POPSI)
Petani Sawit. (Dok. POPSI)
Gapki Minta Pengambilalihan Tidak Merusak Produktivitas
Selain persoalan legalitas, Gapki juga berharap agar pengambilalihan lahan tidak mengorbankan produktivitas kebun. Sadino menilai negara, melalui Agrinas, harus mengelola perkebunan secara jangka panjang, bukan hanya mengejar hasil jangka pendek.
"Saya sih berharap yang diambil alih itu... ya supaya produktivitasnya jangan berkurang," ujarnya.
Ia mengingatkan, dampak negatif dari pengelolaan yang buruk baru akan terlihat beberapa tahun ke depan.
"Kalau itu nggak dijaga, saya khawatir penurunan produksi itu akan malah menjadi tambah tidak bagus kebun-kebun itu. Dan akan dirasakan 2026. Sekarang belum, 2026 pasti," tegasnya.
Sadino menekankan bahwa sawit tidak seperti tambang. Menurutnya, jika kebun sawit tidak dipanen selama satu bulan saja, siklus produksi bisa langsung terganggu.
"Kalau tambang diambil alih, nggak ada masalah. Sedangkan kalau di sawit, tidak dipanen saja satu bulan, itu sudah pasti akan terjadi siklus yang kurang," terang dia.
Meski telah menyampaikan keluhannya kepada DPR, Sadino mengungkapkan, hasil rapat hari ini masih belum menghasilkan solusi konkret dari para legislator.
"Belum ada solusinya. Artinya dia baru menghimpun dulu. Baru nanti dia (DPR) akan nanti disampaikan kepada, misalnya sekarang ada pemerintah dan Satgas," ujarnya.
Ia juga menegaskan, ini merupakan kali pertama Gapki secara resmi datang ke DPR pasca-terbitnya regulasi baru terkait pengambilalihan kawasan.
"Ya kita baru kali ini... Cuman kan sekarang setelah ada perpres, terus PP 45 Tahun 2025 ini baru sekarang," tutup Sadino.
(wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Ancaman Dibalik Sengkarut Lahan Sawit yang Tak Kunjung Usai































:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5319082/original/060228700_1755504247-pspr.jpg)




:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5292881/original/016928800_1753267680-WhatsApp_Image_2025-07-23_at_17.02.21.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5290440/original/054693900_1753109793-20250721AA_Piala_AFF_U-23_Indonesia_U-23_Vs_Malaysia-19.JPG)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5289104/original/019007300_1753020520-WhatsApp_Image_2025-07-20_at_7.39.14_PM.jpeg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5295668/original/003518200_1753490643-vie_2.jpg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5255125/original/011605200_1750149296-_Timnas_Indonesia_U-23_-_Jens_Raven__Dony_Tri_Pamungkas__Kdek_Arel_Priyatna__background_Gerald_Vanenburg_copy.jpg)




:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5294962/original/091757100_1753426328-SnapInsta.to_523144936_1283178553162979_2047566670970110161_n.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5290442/original/095610800_1753109794-20250721AA_Piala_AFF_U-23_Indonesia_U-23_Vs_Malaysia-03.JPG)