Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Pekan lalu, saya bersama Prof. Yoo Taek Lee selaku Dekan International Schools dari Univesitas Woosong Korea Selatan melakukan audiensi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Salah satu hal menarik dalam pertemuan tersebut adalah keseriusan pemprov untuk mewujudkan Jakarta sebagai Kota Global - sebuah visi yang tidak hanya berbicara tentang infrastruktur, tetapi juga tentang manusia, budaya, dan ilmu pengetahuan.
Menurut data Global Cities Index (GCI) 2025 dari lembaga konsultan Kearney, Jakarta menempati peringkat ke-71 dunia, naik dari tahun sebelumnya di peringkat ke-74 dunia. Peningkatan ini menunjukkan kemajuan signifikan dalam kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat, terutama di bidang sumber daya manusia serta transformasi digital.
Pemprov DKI Jakarta menargetkan Jakarta dapat menembus 50 besar kota global pada tahun 2030. Untuk mencapai ambisi tersebut, sejumlah strategi dijalankan dengan fokus pada lima aspek utama: penguatan simpul ekonomi internasional, pengembangan sumber daya manusia (SDM), peningkatan daya tarik budaya, pengelolaan informasi global, dan partisipasi aktif warga dalam demokrasi.
Namun, di antara semua aspek itu, pendidikan memegang peran paling krusial. Pendidikan, terutama di tingkat tinggi, merupakan fondasi dalam mencetak SDM unggul yang mampu bersaing di kancah global. Universitas-universitas di Jakarta perlu meningkatkan kualitas pengajaran, riset, dan kerja sama internasional agar menjadi magnet bagi mahasiswa, dosen, serta peneliti dari seluruh dunia.
Kolaborasi lintas negara melalui program pertukaran pelajar, dosen, maupun riset bersama perlu terus diperkuat. Saat ini, sejumlah kampus di Jakarta - baik negeri maupun swasta - mulai aktif menjalin kerja sama dengan universitas asing. Langkah ini merupakan pijakan penting menuju ekosistem pendidikan tinggi global yang lebih terbuka dan inklusif.
Selain meningkatkan kolaborasi, kehadiran kampus asing di Indonesia juga menjadi faktor strategis. Hingga saat ini, baru satu universitas luar negeri yang beroperasi secara fisik di Jakarta, yakni Georgetown University dari Amerika Serikat, yang mulai beroperasi tahun lalu. Kehadiran kampus asing diharapkan dapat mempercepat proses internasionalisasi pendidikan tinggi di Indonesia sekaligus memperkuat posisi Jakarta sebagai pusat pendidikan global.
Model ini sudah mulai terlihat di beberapa kota lain: Western Sydney University di Surabaya, Deakin-Lancaster di Bandung, Monash University di Tangerang, hingga King's College London di kawasan ekonomi khusus Singhasari, Malang, dan Tsinghua Asia Research Center di Bali. Keberadaan universitas asing ini bukan untuk menjadi pesaing, tetapi untuk membangun ekosistem pendidikan kolaboratif bersama universitas lokal.
Belajar dari Korea Selatan
Korea Selatan merupakan contoh sukses dalam membangun ekosistem pendidikan internasional. Pada 2023, pemerintahnya meluncurkan program Study Korea 300K, menargetkan 300 ribu mahasiswa asing dalam waktu lima tahun. Hebatnya, target tersebut tercapai hanya dalam dua tahun. Saat ini, ada sekitar 300 ribu mahasiswa internasional yang menempuh studi di Korsel - dari program gelar, non-gelar, hingga kursus bahasa.
Lonjakan mahasiswa asing tersebut mendorong universitas-universitas di Korea membuka lebih banyak program berbahasa Inggris dan jurusan baru yang mencerminkan budaya mereka, seperti K-Pop, K-Beauty, dan industri kreatif lainnya. Pemerintah Korea juga mendukung melalui kebijakan imigrasi yang progresif, misalnya dengan memberikan visa pencari kerja dua tahun bagi lulusan asing.
Hasilnya, Seoul kini dinobatkan sebagai Top City for student menurut QS Best Student Cities Ranking 2026, menggeser London yang memegang posisi itu selama enam tahun berturut-turut. Prestasi ini merupakan hasil sinergi antara pemerintah, universitas, dan dunia industri dalam membangun reputasi global.
Peluang bagi Indonesia
Menurut data Kemenristekm, yang dikutip Media Indonesia, jumlah mahasiswa asing di Indonesia baru mencapai sekitar 6.000 orang, tersebar di berbagai kampus. Angka ini masih sangat kecil jika dibandingkan dengan total lebih dari 3.500 perguruan tinggi di Tanah Air. Beberapa kampus seperti Universitas Presiden, Universitas Indonesia, dan Universitas Brawijaya menjadi contoh yang sudah berhasil menarik mahasiswa internasional.
Namun, untuk menjadikan Indonesia - khususnya Jakarta - sebagai kota pendidikan global, diperlukan upaya yang lebih sistematis. Pemerintah daerah, Kemenristek-Dikti, serta perguruan tinggi perlu berkolaborasi lebih erat dalam memperluas kerja sama internasional, menyederhanakan regulasi bagi kampus asing, dan menciptakan iklim akademik yang terbuka.
Kebijakan visa pendidikan yang ramah, akreditasi internasional, hingga dukungan industri terhadap riset dan inovasi juga menjadi faktor penting. Semakin banyak mahasiswa asing yang datang, semakin besar pula transfer pengetahuan, jejaring global, dan dampak ekonomi yang dihasilkan.
Penutup
Menjadikan Jakarta sebagai Kota Global bukan sekadar membangun gedung pencakar langit atau infrastruktur modern, tetapi tentang membangun manusia berdaya saing global. Pendidikan internasional menjadi kunci utama dalam membuka jalan menuju cita-cita tersebut.
Dengan kolaborasi lintas sektor dan keberanian untuk berinovasi, saya yakin Indonesia - dimulai dari Jakarta - mampu menjadi magnet pendidikan internasional di Asia Tenggara. Semoga impian menjadikan Jakarta sebagai Kota Global dapat terwujud pada tahun 2030, atau bahkan lebih cepat.
(miq/miq)































:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5319082/original/060228700_1755504247-pspr.jpg)


:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5174412/original/075301900_1742925564-20250325AA_Timnas_Indonesia_Vs_Bahrain-17.JPG)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5285579/original/071930200_1752717808-ChatGPT_Image_Jul_16__2025__11_01_37_AM.jpg)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5274834/original/095110500_1751811864-1000595156.jpg)

:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5284222/original/004291500_1752589801-Timnas_Indonesia_U-23_Vs_Brunei_Darussalam_U-23-6.jpg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5276978/original/022622300_1751970655-e7494ed4-199a-4886-adc7-134a47c0a893.jpeg)

:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5271468/original/063988200_1751511729-Timnas_Putri_Indonesia_vs_Pakistan-15.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5244172/original/042739500_1749138680-20250605BL_Timnas_Indonesia_Vs_China_Kualifikasi_Piala_Dunia_2026-20.JPG)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4809513/original/037230800_1713799872-Timnas_Indonesia_-_Nathan_Tjoe-A-On_dan_Justin_Hubner_copy.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5282186/original/092694300_1752468097-ATK_BOLA_ASEAN_U23_Mandiri_Cup_2025_Indonesia_vs_Brunei.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5267473/original/070195100_1751106521-WhatsApp_Image_2025-06-28_at_17.14.16_c8077174.jpg)