Setelah Dihantam Badai Rebalancing MSCI: Sanggupkah IHSG Balas Dendam?

12 hours ago 2
  • Pasar keuangan Indonesia babak belur pada perdagangan kemarin, rupiah dan IHSG jeblok
  • Wall Street pesta pora menjelang keputusan The Fed dan pertemuan Trump-Jinping
  • Rebalancing MSCI dan data ekonomi global akan menjadi penggerak sentimen hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Awal pekan ini pasar keuangan Tanah Air dibuka dengan performa yang kurang baik, pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah terhadap dolar AS sama-sama berada di zona pelemahan.

Kabar penyesuaian perhitungan float Indonesia oleh Morgan Stanley Capital International (MSCI), berhasil mendorong investor asing kabur ramai-ramai dari Bursa Saham Tanah Air pada perdagangan kemarin. Namun, penurunan tajam kemarin justru memberikan peluang rebound hari ini.

Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dapat dibaca pada halaman 3 pada artikel ini. Dan para investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman 4.

Pada perdagangan Senin (27/10/2025), IHSG ditutup terkapar 1,87% di level 8.117,15. Pada perdagangan intraday, IHSG sempat turun hingga 3,70% di level 7.965,47 sebelum akhirnya berhasil ditarik pada sesi II ke level psikologis 8.100.

Pada akhir perdagangan kemarin, tercatat sebanyak 506 saham turun, 234 naik, dan 216 tidak bergerak. Nilai transaksi mencapai Rp 28,68 triliun, melibatkan 37,95 miliar saham dalam 2,85 juta kali transaksi.

Investor asing masih mencatat net buy sebesar Rp 1,2 triliun pada perdagangan kemarin.

Mengutip Refinitiv, hanya sektor kesehatan yang menguat, sedangkan sisanya mengalami koreksi. Energi turun paling dalam, yakni -5,81%. Lalu diikuti oleh bahan baku -3,97% dan properti -3,93%.

Sejumlah saham konglomerat menjadi pemberat utama. Dian Swastatika Sentosa (DSSA) menyumbang beban paling besar, yakni -50,35 indeks poin. Emiten grup Sinar Mas itu pada kemarin turun 12,83% ke level 88.800.

Kemudian saham Prajogo Pangestu, bila ditotal menyumbang -38,29 indeks poin. Akan tetapi angka itu mengalami perbaikan setelah sebelumnya pada sesi I menyumbang -61,78 indeks poin.

Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Ekky Topan mengatakan bahwa saham Prajogo ambruk seiring dengan muncul isu perubahan perhitungan MSCI dan kabarnya akan membuat saham Prajogo terdepak.

"Tapi ya itu issue, real dari MSCI belum keluar, tapi effectnya investor panic selling duluan," katanya kepada CNBC Indonesia, Senin (27/10/2025).

Managing Director Solstice Handiman menjelaskan bahwa selama ini, saham yang dimiliki oleh korporasi dan lain-lain diluar pemegang saham mayoritas/pengendali) bisa dihitung sebagai free float oleh MSCI.

Akan tetapi dalam aturan baru yang beredar, hal itu akan dianggap sebagai non-free float. "Hal ini kemungkinan akan berdampak terhadap terpenuhinya minimum free float-adjusted market cap untuk masuk ke dalam index MSCI," katanya.

Handiman menilai aturan tersebut sebenarnya lebih fair. Pasalnya MSCI mendefinisikan free float sebagai proporsi saham yang tersedia untuk dibeli oleh investor di pasar ekuitas.

"Namun cukup banyak saham di bursa yang dimiliki oleh pihak tertentu, misalnya pendiri dan pihak berelasi, private equity, cross-holding dalam satu konglomerasi, yang tujuannya strategis, di mana saham ini tidak diperdagangkan di pasar," katanya.

Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon Inarno Djajadi menilai penurunan tersebut terbilang wajar karena dalam beberapa waktu terakhir IHSG bergerak naik bahkan menyentuh rekor tertinggi.

Beralih ke rupiah, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Senin (27/10/2025) melemah ke posisi Rp16.610/US$1 atau terdepresiasi 0,12%.


Pelemahan rupiah kali ini dipengaruhi oleh sentimen eksternal dan internal. Dari sisi global, pelaku pasar tengah menantikan keputusan suku bunga Amerika Serikat (AS) yang akan diumumkan usai rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pada 29-30 Oktober 2025, dengan hasil dipublikasikan pada Kamis (30/10/2025) dini hari waktu Indonesia.

Mengacu pada CME FedWatch Tool, probabilitas The Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bps) mencapai 98,1%.

Jika pemangkasan benar terjadi, langkah tersebut berpotensi menekan dolar AS dan memberikan sentimen positif bagi rupiah serta aset berisiko di negara berkembang.

Dari sisi dalam negeri, tekanan terhadap rupiah juga datang dari keluarnya investor asing dari pasar keuangan domestik.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), sepanjang periode 20-23 Oktober 2025, investor asing mencatatkan net outflow sebesar Rp0,94 triliun, meskipun jumlah ini menurun dibandingkan pekan sebelumnya yang mencapai Rp16 triliun.

Rinciannya, terjadi penjualan bersih (net sell) di pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp2,73 triliun, serta di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) senilai Rp1,28 triliun. Sementara itu, hanya pasar saham yang masih mencatat net inflow dari asing sebesar Rp3,08 triliun.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa investor global masih berhati-hati terhadap aset keuangan Indonesia menjelang keputusan suku bunga The Fed.

Adapun dari pasar obligasi Indonesia, pada perdagangan Senin (27/10/2025) imbal hasil obligasi tenor 10 tahun naik 0,05% di level 5,9238%.

Sebagai informasi, imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN). Begitu pun sebaliknya, imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan surat berharga negara (SBN).

Pages

Read Entire Article
| | | |