Siap Berlaku! DJBC Mau Terbitkan Aturan Cukai Minuman Berpemanis

4 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Jenderal Bea dan Cukai Djaka Budi Utama mengaku tengah menyiapkan peraturan untuk memulai pungutan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).

Sebagaimana diketahui, setoran cukai MBDK ditargetkan telah masuk pada tahun depan, sesuai dengan rancangan yang tertuang dalam APBN 2026.

"Untuk MBDK, secara peraturannya sedang disiapkan bahwa ke depan akan diberlakukan," kata Djaka di Kantor Pusat Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (14/10/2025).

Meski begitu, Djaka belum bisa mengungkapkan kepastian tanggal pemberlakuan cukai MBDK, termasuk terkait dengan besaran target maupun tarif yang akan dikenakan.

Ia mengatakan, dalam penerapannya, pemerintah akan tetap mempertimbangkan kondisi perekonomian masyarakat secara luas.

"Diberlakukannya pun akan melihat situasi yang berkembang di masyarakat," tegas Djaka.

Sebagai informasi, beberapa lembaga menganggap, penerapan cukai MBDK sudah sangat penting saat ini, jika merujuk pada kepentingan kesehatan masyarakat.

Data yang dirilis Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) menunjukkan sebanyak 68% rumah tangga Indonesia tercatat rutin mengonsumsi MBDK setidaknya sekali dalam seminggu, dengan rata-rata 29 liter per bulan per rumah tangga.

Tingkat konsumsi itu mendorong angka obesitas nasional melonjak hampir tiga kali lipat dalam dua dekade terakhir, dan jumlah penderita diabetes dewasa mencapai 20,4 juta orang, menempatkan Indonesia di posisi kelima dunia menurut International Diabetes Federation (IDF, 2024).

CISDI memproyeksikan bahwa jika harga MBDK naik 20% akibat penerapan cukai, konsumsi minuman manis bisa turun hingga 18%, dan lebih dari 3 juta kasus diabetes tipe 2 dapat dicegah dalam satu dekade.

Secara ekonomi, langkah ini bisa menghemat lebih dari Rp40 triliun dalam biaya pengobatan penyakit tidak menular. Karena itulah, lembaga riset kesehatan ini menilai kebijakan cukai berbasis harga lebih efektif ketimbang sekadar imbauan konsumsi sehat.

Namun di sisi lain, kebijakan ini menimbulkan efek riak ke sektor industri dan rantai pasok hulu. Asosiasi produsen minuman menilai bahwa kenaikan harga 20% akan menekan margin keuntungan hingga 15-20%, memicu pengurangan produksi, dan berpotensi berdampak pada tenaga kerja sektor minuman ringan.

Kekhawatiran ini diperkuat dengan pandangan bahwa penurunan konsumsi bisa menular ke sektor penyedia bahan baku. Tapi data menunjukkan realitas yang berbeda.

Faktanya, berdasarkan catatan tim riset CNBC Indonesia, industri minuman berpemanis di Indonesia sebagian besar tidak menggunakan gula dari petani lokal, melainkan gula kristal rafinasi (GKR) yang diproduksi dari raw sugar impor.

Berdasarkan laporan USDA Sugar Annual 2024, impor gula mentah Indonesia mencapai 4,7 juta ton, dan lebih dari 90% di antaranya diserap oleh industri makanan dan minuman, termasuk produsen MBDK. Gula dari petani lokal, yang berbentuk gula kristal putih (GKP), digunakan terutama untuk konsumsi rumah tangga. Artinya, ketika konsumsi MBDK menurun, petani tebu rakyat praktis tidak terdampak langsung, karena rantai pasok mereka tidak terhubung ke industri minuman kemasan.

Dengan demikian, meski cukai berpotensi mengubah pola konsumsi, dampaknya terhadap petani lokal nyaris nihil. Justru yang akan menanggung beban terbesar adalah sektor hilir-pabrikan minuman yang selama ini bergantung pada gula rafinasi impor.


(arj/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Prabowo Pilih Djaka Budi Jadi Dirjen Bea Cukai, Ini Profilnya

Read Entire Article
| | | |