Sumpah Pemuda Modern: Persatuan di Tengah Tantangan Ekonomi dan Energi

3 hours ago 4

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Pada tanggal 28 Oktober 1928, pemuda dari berbagai penjuru Nusantara berkumpul di Batavia untuk mengikrarkan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa. Deklarasi itu bukan hanya simbol perjuangan politik, tetapi fondasi moral persatuan nasional. Hampir satu abad berselang, makna Sumpah Pemuda tetap relevan dan bahkan semakin penting dalam menghadapi tantangan zaman yang berubah cepat baik dari sisi perekonomian maupun lanskap industri energi.

Ketika dulu perjuangan pemuda diarahkan melawan penjajahan fisik, hari ini pemuda menghadapi bentuk penjajahan yang lebih halus namun berdampak besar. Ketergantungan ekonomi yang membuat Indonesia masih sering menjadi penyedia bahan mentah dan pasar konsumsi, bukan pusat inovasi dan nilai tambah.

Ketergantungan energi yang membuat kita bergantung pada sumber fosil dan impor bahan bakar. Dalam konteks itulah semangat Sumpah Pemuda harus dihidupkan kembali dan diposisikan sebagai kompas moral yang menuntun bangsa ini menuju kemandirian ekonomi dan kedaulatan energi.

Kemandirian ekonomi menjadi ujian utama di era saat ini. Selama kita masih mengekspor bahan mentah dan mengimpor produk jadi, selama teknologi kita masih tergantung pada lisensi asing, kita belum benar-benar merdeka.

Pemuda sebagai sumber daya strategis bangsa bukan hanya karena jumlahnya, tetapi karena mereka mampu membawa cara pandang baru terhadap dunia. Generasi ini tumbuh dalam lingkungan digital, memiliki akses teknologi dan jejaring global yang tak pernah dimiliki generasi sebelumnya. Namun potensi besar itu akan sia-sia bila tidak dipadukan dengan tanggung jawab kolektif terhadap bangsa.

Dalam kerangka ini, kemandirian ekonomi bukan sekadar kemampuan finansial, tetapi soal martabat nasional. Ia mencerminkan apakah bangsa ini mampu menentukan masa depannya sendiri. Pemuda harus menjadi pencipta, bukan hanya konsumen; kuncinya adalah transisi menjadi inovator, bukan pengikut.

Dari petani muda yang menggunakan sensor tanah hingga startup energi bersih, dari desainer lokal hingga ilmuwan litium anak negeri. Semua adalah wajah baru semangat Sumpah Pemuda modern, yaitu bekerja menggunakan visi kebangsaan namun dalam ranah ekonomi.

Namun, kemerdekaan ekonomi tidak akan bermakna tanpa kedaulatan energi. Energi adalah nadi peradaban modern, bahkan bisa dikatakan yang menguasai energi akan memiliki masa depan. Dunia kini bergerak menuju transisi energi, dan Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin kawasan.

Potensi sumber energi terbarukan kita melimpah, kita memiliki potensi matahari, angin, air, panas bumi, dan biomassa. Namun, semua sumber daya ini belum dikelola dan dimanfaatkan secara optimal. Ironisnya, banyak anak muda lebih tertarik menjadi pengguna teknologi asing daripada mengembangkan teknologi nasional.

Kedaulatan energi bukan hanya soal infrastruktur atau kebijakan semata, tetapi soal kesadaran nasional. Pemuda perlu memahami bahwa setiap kilowatt listrik dari tenaga surya lokal, setiap liter biofuel dari sawit berkelanjutan, setiap inovasi penyimpanan energi anak negeri adalah wujud nyata perjuangan kemerdekaan masa kini.

Di sinilah Sumpah Pemuda 1928 dapat diterjemahkan ulang: "satu tanah air" berarti menjaga bumi dan sumber daya Indonesia sebagai milik bersama; "satu bangsa" berarti bekerja lintas daerah dan sektor untuk memenuhi kebutuhan energi rakyat; "satu bahasa" berarti bersatu dalam bahasa ilmu pengetahuan, kolaborasi, dan keberlanjutan.

Dalam aspek regulasi, kita punya landasan kuat agar semangat ini tidak sekadar aspirasi. Sebagai contoh, Undang‑Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi menegaskan bahwa energi dikelola berdasarkan asas kemanfaatan, rasionalitas, efisiensi, berkeadilan, peningkatan nilai tambah, berkelanjutan, kesejahteraan masyarakat, pelestarian lingkungan hidup, ketahanan nasional, dan keterpaduan dengan mengutamakan kemampuan nasional.

Sementara itu, Undang‑Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mengamanatkan bahwa mineral dan batubara sebagai kekayaan alam tidak terbarukan dikuasai oleh negara dan harus dikelola secara optimal guna mendorong kemandirian pembangunan industri nasional berbasis sumber daya alam. Regulasi-regulasi ini memberikan kerangka hukum bagi upaya nasional untuk menyelaraskan persatuan generasi muda dengan strategi pembangunan ekonomi dan energi.

Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa persatuan ekonomi, energi dan pengetahuan belum terwujud secara optimal. Kesenjangan antara daerah penghasil dan pusat masih besar. Akses pada energi terjangkau dan berkelanjutan belum merata hingga Sabang sampai Merauke.

Teknologi lokal masih tertinggal dibandingkan impor. Dalam konteks itu, semangat persatuan bukan lagi cukup diwujudkan melalui keseragaman, tetapi melalui kesetaraan akses kepada kesempatan.

Persatuan ekonomi berarti membuka ruang yang sama bagi semua daerah untuk berkembang. Persatuan energi berarti memastikan seluruh rakyat memiliki akses pada energi yang terjangkau dan berkelanjutan. Persatuan pengetahuan berarti menjembatani kesenjangan antara dunia akademik, industri, dan masyarakat.

Sebagai catatan akhir, perjuangan menuju kemandirian ekonomi dan kedaulatan energi bukanlah tugas satu generasi saja atau satu sektor saja. Seluruh pemangku kepentingan seperti pemerintah, dunia usaha, masyarakat, generasi muda harus bersatu dan terpanggil untuk berkolaborasi.

Nilai­-nilai Sumpah Pemuda mengajarkan bahwa kekuatan sejati lahir dari kesadaran kolektif, bukan dari ambisi pribadi. Bahwa kemajuan tidak datang dari satu kelompok saja, tetapi dari kolaborasi lintas batas. Di saat dunia menghadapi krisis iklim dan persaingan geopolitik, persatuan nasional dan peran generasi muda menjadi sangat penting.

Kini saatnya generasi muda Indonesia menuliskan sumpah baru, bukan di atas kertas lagi, melainkan melalui tindakan nyata. Ketika setiap anak muda Indonesia berdiri tegak dengan karya dan keyakinannya sendiri, ketika seluruh rakyat memperoleh akses ke energi bersih terjangkau dan ketika ekonomi nasional benar-benar mandiri, maka kita akan menunaikan janji para pendahulu yaitu menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, dan berdaulat sepenuhnya.

Transisi menuju kemandirian ekonomi dan kedaulatan energi bukanlah utopia, melainkan keniscayaan bila kita bersatu dalam visi dan kerja nyata. Pemerintah memiliki peran strategis untuk menetapkan roadmap yang jelas, mendorong investasi teknologi nasional, mengembangkan kapasitas generasi muda dan memperkuat kolaborasi antardaerah.

Dengan memanggul semangat Sumpah Pemuda secara nyata, Indonesia akan mampu mengubah ketergantungan menjadi kemandirian, dan membuktikan bahwa bangsa ini tidak hanya merdeka secara politik tetapi juga mandiri dalam ekonomi dan energi. Mari kita buka lembar baru, di mana generasi muda, industri dan pemerintah berjalan bersama menata masa depan yang hijau, sejahtera dan berdaulat energi.


(miq/miq)

Read Entire Article
| | | |