Tambang Nikel Masuk Hutan Kena Denda Rp6,5 Miliar, Ini Penjelasan ESDM

2 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerapkan sanksi berupa denda administratif bagi perusahaan pertambangan yang kedapatan beroperasi di dalam kawasan hutan.

Kebijakan tersebut seperti tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 391 Tahun 2025 tentang Tarif Denda Administratif Pelanggaran Kegiatan Usaha Pertambangan di Kawasan Hutan Untuk Komoditas Nikel, Bauksit, Timah dan Batu Bara.

Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menjelaskan, aturan tersebut secara spesifik menyasar aktivitas pertambangan mineral dan batu bara yang telah berjalan di area hutan namun tidak dilengkapi dokumen perizinan sektor kehutanan yang semestinya.

"Jadi untuk Kepmen 391/2025 itu adalah kegiatan-kegiatan pertambangan yang dilakukan di kawasan hutan. Ini tidak ada perizinannya. Jadi ini kita kenakan denda," ungkap Yuliot saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (12/12/2025).

Meski dikenakan denda administratif, Yuliot menekankan bahwa sanksi tersebut tidak menggugurkan tanggung jawab lain yang melekat pada perusahaan tambang. Para pelaku usaha tetap diwajibkan untuk membereskan persoalan tata kelola lingkungan yang terdampak akibat aktivitas mereka, serta melunasi kewajiban finansial kepada negara.

"Tapi terhadap kewajiban-kewajiban lingkungan itu tetap itu mereka harus menyelesaikan. Karena untuk kegiatan pertambangan itu kan ada pembayaran royalti yang kemudian itu dari pajak hasil tambangnya pun itu harus dibayarkan," tambahnya.

Mengenai besaran nilai denda yang harus disetor, pemerintah memastikan angkanya didasarkan pada formulasi yang akuntabel. Pihaknya telah memiliki mekanisme perhitungan sendiri untuk menentukan nominal kewajiban yang harus ditanggung oleh badan usaha yang melanggar batas kawasan hutan tersebut.

"Jadi perhitungan pada Kepmen tersebut itu adalah sesuai dengan perhitungan yang dilakukan oleh Kementerian ESDM terhadap kewajiban yang harus dilakukan oleh badan usaha," tandasnya.

Seperti diketahui, aturan yang ditandatangani Menteri ESDM Bahlil Lahadalia per 1 Desember 2025 ini pada dasarnya, menghitung penetapan denda administratif atas kegiatan usaha pertambangan di kawasan hutan.

Dalam Keputusan ini didasarkan hasil kesepakatan Rapat Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan untuk kegiatan usaha pertambangan sesuai Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Selaku Ketua Pelaksana Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan Nomor B-2992/Set-PKH/11/2025 tanggal 24 November 2025.

"Menetapkan besaran tarif denda administratif sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU, dengan rincian sebagai berikut: Komoditas nikel sebesar Rp6.502.000.000 per hektare, komoditas bauksit sebesar Rp1.761.000.000 per hektare, komoditas timah sebesar Rp1.251.000.000 per hektare, dan komoditas batubara sebesar Rp354.000.000 per hektare," terang Diktum Kedua aturan terbaru ini, dikutip Rabu (10/12/2025).

Mengacu Diktum Ketiga, penagihan denda administratif atas kegiatan usaha pertambangan di kawasan hutan dilakukan oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan untuk kegiatan usaha pertambangan, dan hasil penagihan denda tersebut diperhitungkan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor energi dan sumber daya mineral.

Adapun diktum keempat menegaskan, bahwa penetapan denda administratif atas kegiatan usaha pertambangan di kawasan hutan dalam Keputusan ini berlaku pada penindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan.

"Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam Keputusan Menteri ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," tegas diktum Kelima.

(wia)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
| | | |