Turbulensi Ekonomi AS Guncang Industri Penerbangan

3 days ago 7

Jakarta, CNBC Indonesia - Turbulensi ekonomi mengguncang maskapai penerbangan Amerika Serikat (AS) seiring dengan menurunnya permintaan perjalanan. Setelah industri maskapai AS terbang tinggi kurang dari dua bulan yang lalu dapat meningkatkan prospek lonjakan laba selama beberapa tahun.

Namun, tarif yang diterapkan oleh Presiden Donald Trump dan penekanan pada belanja pemerintah telah menjungkirbalikkan optimisme tersebut. Wisatawan dan perusahaan telah mengurangi pengeluaran di tengah meningkatnya ketidakpastian ekonomi, sehingga memaksa maskapai penerbangan untuk memangkas perkiraan laba kuartal pertama.

Dengan meningkatnya peluang pertumbuhan ekonomi yang lemah dan inflasi yang tinggi telah mengaburkan prospek untuk sisa tahun ini.

Industri penerbangan AS yang lesu tecermin dari indeks maskapai penerbangan penumpang S&P 500 (.SPLRCALI) turun sekitar 15% tahun ini dan secara luas berkinerja buruk dibandingkan indeks S&P 500 yang lebih luas (.SPX)

Saham Delta (DAL.N) dan United Airlines (UAL.O) juga turun sekitar 20% tahun ini. Sementara Discounter Frontier Airlines (ULCC.O) turun 2%.

CEO maskapai berbiaya rendah Breeze Airways David Neeleman mengatakan, masyarakat cenderung mengutamakan kebutuhan pangan sehingga menekan sedikit pengeluaran diluar sektor tersebut.

"Jika Anda tidak memiliki pekerjaan, Anda tidak akan membeli tiket pesawat," ujarnya mengutip Reuters, Jumat (28/3).

Dengan melambatnya permintaan, maskapai-maskapai penerbangan telah mulai menghilangkan sejumlah penerbangan untuk menghindari penurunan tarif dan untuk melindungi margin.

Frontier (ULCC.O), Delta, United, American Airlines (AAL.O), JetBlue (JBLU.O), dan Allegiant (ALGT.O), memangkas kapasitas kuartal April-Juni mereka dalam dua minggu terakhir.

Sementara CEO United, Scott Kirby, telah memperingatkan akan adanya penurunan besar di seluruh industri pada paruh kedua bulan Agustus jika permintaan tidak pulih. Ia memastikan, pemesanan untuk perjalanan premium dan jarak jauh masih bertahan.

Selain itu, beberapa perlambatan permintaan juga disebabkan oleh insiden keselamatan baru-baru ini. Data Amanda Demanda Law Group menunjukkan bahwa kekhawatiran akan keselamatan pesawat mencapai titik tertinggi sepanjang masa di bulan Februari, dengan pencarian Google untuk "Apakah pesawat aman sekarang?" naik 900%.

Maskapai penerbangan berharap pukulan dari insiden keselamatan akan segera mereda. Meskipun demikian mereka kurang yakin dengan tekanan ekonomi.

Di sisi lain, survei Conference Board menunjukkan kepercayaan konsumen AS jatuh pada level terendah dalam lebih dari empat tahun di bulan Maret. Ekspektasi masa depan untuk pendapatan, bisnis, dan kondisi pasar tenaga kerja mencapai titik terendah dalam 12 tahun.

Tiket pesawat yang dijual melalui agen-agen perjalanan AS turun 8% secara bulan ke bulan di bulan Februari setelah lonjakan 39% pada bulan Januari. Data Airlines Reporting Corp menunjukkan baik perjalanan korporat maupun liburan turun.

Menurut data Administrasi Keamanan Transportasi AS, pertumbuhan tahunan lalu lintas penumpang melambat menjadi 0,7% di bulan Maret dari 5% di bulan Januari. Melemahnya permintaan merugikan kekuatan harga industri tersebut.

Departemen Tenaga Kerja AS menuebut, tarif harga membukukan penurunan secara tahunan pertama dalam enam bulan di bulan Februari. "Akan ada beberapa jenis perlambatan," kata CEO Frontier, Barry Biffle, dalam sebuah wawancara.

Meskipun masih mendukung estimasi pendapatan setahun penuh, namun hal ini dapat berubah jika permintaan tetap lemah selama musim panas, yang biasanya merupakan musim yang paling menguntungkan bagi industri ini.


(fsd/fsd)

Saksikan video di bawah ini:

Indonesia Airlines Belum Bisa Terbang Hingga Proyek Besar Prabowo

Next Article Selamatkan Daya Beli & Industri RI, Ini Saran Buat Pak Prabowo!

Read Entire Article
| | | |