Jakarta, CNBC Indonesia - Aturan baru di Australia melarang anak di bawah usia 16 tahun untuk mengakses media sosial. Aturan ini sudah disahkan sebagai undang-undang sejak November 2024.
Pemberlakuannya dimulai pada 10 Desember 2025 mendatang, setelah satu tahun masa transisi. Lantas, bagaimana dampaknya bagi ekonomi kreator konten yang sangat bergantung pada audiens?
Dikutip dari Reuters, banyak kreator konten yang berencana 'kabur' ke luar negeri gara-gara aturan tersebut. Salah satunya Jordan Barclay, YouTuber yang memproduksi konten gaming dan memiliki 23 juta pelanggan (subscriber).
"Kami akan pergi ke luar negeri karena di situ uangnya akan tersedia," kata Barclay yang memiliki 7 channel YouTube, termasuk EYstreem, Chip and Miko, dan Fireflight.
"Kami tak bisa bertahan jika para pengiklan meninggalkan Australia," ia menambahkan, dikutip dari Reuters, Senin (24/11/2025).
Reuters mewawancarai 9 partisipan dari industri media sosial Australia, yang diperkirakan menghasilkan pendapatan tahunan sebesar A$9 miliar atau Rp96 triliun. Mereka sepakat aturan baru pemerintah Australia akan mengakibatkan penurunan jumlah pengiklan dan penayangan di media sosial.
Peneliti media sosial dari Griffith University, Susan Grantham, mengatakan bahwa YouTuber mendapatkan komisi 55% dari pendapatan iklan, serta A$18 sen setiap 1.000 penayangan. Mereka disebut akan terhantam paling keras gara-gara aturan baru pemerintah.
"Dalam sekejap, semua akun [anak di bawah 16 tahun] hilang, maka seketika itu juga, ekonomi influencer akan terdampak," kata dia.
Undang-undang baru Australia mewajibkan perusahaan media sosial untuk memblokir akun lebih dari satu juta orang di bawah batas usia 16 tahun. Mereka bisa mendapat sanksi pelanggaran sistemik hingga A$49,5 juta (Rp532 miliar) jika tak patuh.
Meskipun remaja masih dapat menonton YouTube tanpa akun, algoritma situs tersebut akan gagal mengarahkan lalu lintas ke unggahan populer, sehingga mengurangi jumlah penayangan.
Demikian pula, kreator di YouTube, TikTok, dan Instagram, yang berpotensi kehilangan pendapatan melalui promosi jika jumlah pengikut mereka menurun, kata Grantham.
Para pengiklan juga waspada terhadap kampanye yang menargetkan audiens yang lebih muda, kata Stephanie Scicchitano, manajer umum di agensi bakat Born Bred Talent yang berbasis di Sydney.
Perusahaan milik Barclay, Spawnpoint Media, menjual iklan ke perusahaan-perusahaan seperti Lego dan Microsoft. Sayangnya, minat klien terhadap kesepakatan sponsor telah menurun seiring mendekatnya larangan pemerintah untuk akun media sosial di bawah 16 tahun.
"Mereka khawatir tentang dampak larangan itu nantinya," katanya.
"Jika meluas, masuk akal bagi kami untuk berinvestasi di luar negeri dan bukan di sini," ia menegaskan.
Amerika Serikat (AS) bisa menjadi salah satu pilihan. Pasalnya, AS dinilai memiliki undang-undangn yang lebih menguntungkan bagi kreator konten.
Beberapa kreator sudah hengkang untuk menghindari pembatasan, seperti influencer Empire Family, yang memberi tahu para pengikutnya pada Oktober lalu bahwa mereka akan pindah ke Inggris.
Musisi anak-anak Tina dan Mark Harris, yang channel YouTube-nya memiliki 1,4 juta subscribers, mengatakan dampak negatif apa pun terhadap pendapatan akan merugikan bisnis mereka.
Shannon Jones yang menjalankan channel YouTube terbesar di Australia, Bounce Patrol, mengatakan aturan baru pemerintah merugikan kreator yang memproduksi konten berkualitas untuk anak-anak. Bounce Patrol memiliki lebih dari 33 juta subscribers.
Sementara itu, kreator Cyron Bay, Junpei Zaki, yang memiliki 22 juta pengikut (followers) di TikTok dan YouTube, memprediksi larangan pemerintah akan membuat engagement (like dan komentar) dari Australia turun secara signifikan.
"Rasanya seperti saya mengabaikan audiens Australia yang membantu saya sampai ke titik ini, karena kami tidak bisa berinteraksi," ia menturukan.
Zaki memprediksi akun media sosialnya akan kehilangan sekitar 100.000 pengikat gara-gara larangan pemerintah. Untungnya, ia memiliki basis audiens yang luas secara global.
Kendati demikian, ia memperingatkan tekanan yang lebih keras bagi para kreator skala kecil yang fokus mengandalkan audiens domestik.
Di sisi lain, kreator konten remaja Dimi Heryxlim yang berusia 15 tahun, selama ini kerap membagikan konten rutinitas hariannya di dapur sepulang sekolah. Keluarganya mengelola warung makan 'House of Lim'.
Ia mengatakan kehilangan akses ke akun TikTok dan Instagram-nya seperti 'mimpi buruk'. Pasalnya, pelanggan di warung makan keluarganya mengenali bisnis tersebut dari video-video yang ia unggah.
Namun, ia berencana untuk kembali 'ngonten' saat berusia 16 tahun. "Jika saya tak bisa mendapatkan akses kembali ke akun saya saat ini, saya akan membuat akun baru dan memulai semuanya dari nol," ia menuturkan.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]






























:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5319082/original/060228700_1755504247-pspr.jpg)










:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5296959/original/099436300_1753661070-Jersey_Persita.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5295805/original/097979000_1753504002-20250725AA_Timnas_Indonesia_U-23_Vs_Thailand-1.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5193601/original/089204100_1745233045-Ilustrasi_-_Gerald_Vanenburg_di_Timnas_Indonesia_U-23_copy.jpg)



