AS Kesal Barang Bajakan di Mangga Dua, Kemenperin Salahkan Pihak Ini

4 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) blak-blakan menyebut upaya pengawasan dan penindakan peredaran barang bajakan di pasar domestik tidak akan berjalan efektif. Karena besarnya volume impor barang bajakan dan luasnya pasar domestik Indonesia.

Apalagi, menurut Kemenperin, delik aduan sebagai awal dan dasar penindakan sulit dipenuhi karena sebagian besar prinsipal atau pemegang merek berada di luar negeri. Kemenperin pun menyalahkan Kementerian/Lembaga yang justru menerbitkan Permendag No 8/2024.

Hal itu disampaikan Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief merespons laporan tahunan Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR). Dalam 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers itu, Amerika Serikat (AS) menyoroti pelanggaran hak kekayaan intelektual (HKI), barang bajakan, dan hambatan dagang yang masih mengganggu akses pasar perusahaan AS di Tanah Air.

Febri mengatakan, barang bajakan sebagian besar merupakan barang impor yang masuk Indonesia melalui mekanisme impor biasa atau melalui e-commerce dengan memanfaatkan gudang PLB (Pusat Logistik Berikat).

"Oleh karena itu, Kemenperin mendorong prinsip "lebih baik mencegah barang bajakan impor melalui regulasi daripada menindaknya di pasar dalam negeri"," katanya dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (23/4/2025).

"Salah satu cara memberantasnya adalah membuat regulasi yang mensyaratkan adanya sertifikat merek yang wajib dipegang oleh importir maupun oleh pihak yang menjual barang impor yang tayang di halaman e-commerce," tambah Febri.

Kemenperin, tukasnya, sebenarnya telah berinisiatif memasukkan syarat sertifikat merek yang harus dimiliki oleh importir ketika meminta rekomendasi impor. Dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian No 5/2024 tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Tekstil, Produk Tekstil, Tas, dan Alas Kaki.

Permenperin No 5/2024 itu menetapkan, importir yang tidak memiliki sertifikat merek tidak akan mendapatkan rekomendasi impor dari Kemenperin ketika mengimpor produk TPT, tas dan alas kaki.

"Jadi, importir nakal yang akan mengimpor tiga komoditas tersebut tidak akan mampu membawa barang bajakannya masuk ke pasar domestik Indonesia jika tidak memegang sertifikat merek dari prinsipal," ucap Febri.

Hanya saja, ungkapnya, Permenperin No 5/2024 tidak disukai importir nakal yang memasukkan barang bajakan ke Indonesia.

Tak hanya itu, cetusnya, Permenperin No 5/2024 juga kurang mendapat dukungan oleh kantor Kementerian/ Lembaga (K/L) lain. Yang kemudian justru meminta diskresi dan relaksasi pemberlakuan kebijakan tersebut.

"Sayangnya Permenperin No 5/2024 tersebut berumur pendek dan tidak berlaku lagi karena Permendag No 36/2024 sebagai dasar terbitnya regulasi tersebut tiba-tiba diubah oleh kantor K/L lain menjadi Permendag No 8/2024 pada bulan Mei 2024," tukasnya.

Akibatnya, sambung Febri, tidak ada kewajiban importir untuk menyampaikan sertifikat merek dari prinsipal ketika mereka mengajukan permohonan impor pada Kemendag dan Kemenperin.

"Padahal sertifikat merek yang dipegang oleh importir adalah penyaring utama agar barang bajakan tidak diimpor masuk ke pasar domestik Indonesia oleh importir terutama importir umum," ujarnya.

"Ketiadaan regulasi yang mewajibkan importir harus memiliki sertifikat merek dari prinsipal atau pemegang merek atas barang yang diimpornya maka barang bajakan tersebut masuk dengan mudah ke Indonesia. Jadi, wajar jika barang bajakan masih banyak beredar di pasar domestik Indonesia terutama di Mangga Dua dan masuk dalam laporan tahunan USTR," sebutnya.

Febri menambahkan, praktik baik (good practices) dalam memberantas barang bajakan atau barang ilegal di sektor HKT (Handphone, Komputer Genggam dan Tablet) bersama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

"Ketika banyak smartphone bajakan dan selundupan beredar di Indonesia, Kemenperin memberlakukan kebijakan pendaftaran IMEI setiap smartphone yang diimpor dan dijual di Indonesia. Produsen, importir, distributor (ATPM atau APM) harus menunjukkan sertifikat merek ketika mereka mengajukan permohonan IMEI pada Kemenperin," katanya.

"Saat ini, peredaran smartphone ilegal atau barang selundupan dari luar negeri sudah berkurang signifikan atau tidak ada sama sekali," pungkas Febri.

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief , Dok. KemenperinFoto: Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief , Dok. Kemenperin
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief , Dok. Kemenperin


(dce/dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Harga Emas Cetak Rekor Lagi-ECommerce China Dilarang Masuk RI

Next Article Video: Pemerintah Tegaskan Barang Tak Lolos SNI Dilarang Beredar

Read Entire Article
| | | |