ASEAN Pilih Mesra dengan China, Bye Amerika

19 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Asia Tenggara tengah berada di persimpangan geopolitik antara dua kekuatan dunia: China dan Amerika Serikat. Dalam dinamika yang semakin kompleks, negara-negara di kawasan ini mulai menunjukkan kecenderungan berbeda terhadap siapa yang mereka anggap sebagai mitra strategis yang lebih dapat diandalkan.

Sebuah survei terbaru yang dilakukan oleh lembaga penelitian Asia Tenggara, ISEAS-Yusof Ishak Institute, menunjukkan bahwa untuk pertama kalinya, mayoritas responden di kawasan ini lebih memilih China daripada Amerika Serikat jika harus menentukan satu pihak sebagai sekutu utama.

Dari data yang dihimpun, sekitar 50,5% responden menyatakan bahwa mereka akan memilih China, sementara 49,5% lainnya lebih condong ke Amerika Serikat. Ini merupakan pergeseran signifikan dari tahun sebelumnya, di mana AS masih memimpin dengan selisih cukup jauh.

Indonesia dan Malaysia Bergeser ke China

Perubahan paling mencolok terlihat di negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia. Di Indonesia, jumlah responden yang memilih AS menurun drastis, dari lebih dari 46% pada tahun sebelumnya menjadi hanya 26,8%. Sementara di Malaysia, hanya 24,9% yang memilih AS, turun dari 45% tahun sebelumnya. Ini menandakan meningkatnya persepsi positif terhadap China di kalangan masyarakat dan elite kebijakan di kedua negara.

Namun, tidak semua negara di Asia Tenggara mengikuti tren ini. Negara-negara seperti Filipina, Vietnam, dan Singapura masih menunjukkan kepercayaan tinggi terhadap Amerika Serikat. Bahkan di Filipina, dukungan terhadap AS mencapai lebih dari 80%, mencerminkan hubungan strategis yang kuat di tengah sengketa Laut China Selatan.

Ekonomi Jadi Penentu, Tapi Kekhawatiran Tetap Ada

China dinilai unggul dalam hal pengaruh ekonomi. Investasi besar-besaran dalam proyek infrastruktur, perdagangan yang erat, dan posisi sebagai mitra dagang utama menjadikan Beijing sebagai pemain dominan di kawasan.

Namun, dominasi ini tidak datang tanpa kekhawatiran. Mayoritas responden mengaku waspada terhadap potensi hegemoni China, terutama dalam konteks penggunaan kekuatan ekonomi atau militer untuk menekan negara lain. Kekhawatiran ini muncul meskipun ketergantungan terhadap ekonomi China semakin dalam.

Keinginan Netralitas Masih Kuat

Meskipun survei menunjukkan adanya kecenderungan memilih, banyak negara tetap menyuarakan pentingnya posisi netral. ASEAN sebagai blok regional dianggap sebagai jalan tengah untuk menjaga kestabilan dan kedaulatan kawasan tanpa harus terperangkap dalam rivalitas antara dua kekuatan besar.

Kecenderungan netralitas ini juga didorong oleh isu-isu lain yang lebih mendesak di mata masyarakat Asia Tenggara, seperti ketidakpastian ekonomi, dampak perubahan iklim, dan meningkatnya konflik global seperti krisis di Timur Tengah.

Hasil survei ini mencerminkan realitas baru di Asia Tenggara: pengaruh China terus menguat, namun Amerika Serikat tetap menjadi mitra strategis penting bagi sebagian negara. Kawasan ini tidak hanya menjadi medan persaingan geopolitik, tetapi juga sedang mencari jalannya sendiri untuk menjaga kedaulatan dan stabilitas di tengah tekanan global.

Neraca Perdagangan Jadi Bukti
Selama dua dekade terakhir, China bertransformasi dari pemain regional menjadi kekuatan perdagangan global dengan didukung pertumbuhan ekonomi cepat, integrasi ke dalam rantai pasok global, dan diversifikasi pasar.

Nilai perdagangan China dengan ASEAN, jauh melesat dibandingkan dengan AS.

Pada 2014, nilai perdagangan ASEAN hanya US$ 39,52 miliar tetapi angkanya melesat 2.386,5% pada 2024menjad US$ 982,7 miliar.

Sementara itu, nilai perdagangan ASEAN dengan AS hanya naik 193,7% pada periode 2014-2024.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Read Entire Article
| | | |