Bank Dunia Ungkap 194 Juta Warga RI Miskin, Begini Fakta Hitungannya!

9 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Dunia atau World Bank memberikan penjelasan khusus soal garis kemiskinan terbaru, yang berdampak pada lonjakan jumlah orang miskin di Indonesia, dan ukuran garis kemiskinannya yang berbeda dengan standar nasional oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Penjelasan ini tertuang dalam Lembar Fakta atau Factsheet berjudul "The World Bank's Updated Global Poverty Lines: Indonesia" yang rilis pada 13 Juni 2025.

Garis kemiskinan internasional sendiri telah Bank Dunia ubah menyesuaikan standar paritas daya beli atau purchasing power parities (PPP) 2021, dari sebelumnya PPP 2017. Standar ini menjadi acuan untuk menggambarkan biaya harian seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

"Ini dirancang untuk membandingkan negara-negara dengan standar global dan memantau kemajuan di seluruh dunia dalam pengurangan kemiskinan," dikutip dari Lembar Fakta Bank Dunia itu, Senin (16/6/2025).

Dengan PPP 2021, Bank Dunia menetapkan garis kemiskinan ekstrem sebesar sebesar US$ 3,00 per hari (setara dengan sekitar Rp 546.400 per bulan setelah memperhitungkan biaya hidup di Indonesia). Sebelumnya, ialah senilai US$ 2,15 dengan standar 2017 PPP.

Selain garis kemiskinan ekstrem, juga ada garis kemiskinan untuk standar negara berpendapatan menengah ke bawah atau LMIC sebesar US $4,20 per hari (sekitar Rp 765.000 per orang per bulan), dan negara berpendapatan menengah atas atau UMIC US$ 8,30 per hari (sekitar Rp 1.512.000 per orang per bulan).

Menurut garis kemiskinan ekstrem internasional yang baru itu, Bank Dunia menganggap 5,4% penduduk Indonesia miskin pada 2024 dari total penduduk 285,1 juta jiwa, 19,9% miskin menurut garis kemiskinan LMIC, dan 68,3% miskin menurut garis kemiskinan untuk negara UMIC.

Indonesia telah dikategorikan sebagai negara UMIC oleh Bank Dunia pada 2023 setelah pendapatan per kapitanya menembus US$ 4.810 pada tahun itu. Dengan demikian, Bank Dunia menganggap jumlah orang miskin di Indonesia yang setara 68,3% dari total penduduk 2024 ialah 194,72 juta jiwa, naik 22,81 juta orang dibanding standar 2017 PPP sejumlah 171,91 juta jiwa.

"Sebagai akibat dari ambang batas yang lebih tinggi, sebagian besar negara mengalami peningkatan dalam angka kemiskinan internasional mereka, seperti halnya Indonesia," tulis Bank Dunia dalam Lembar Fakta 13 Juni 2025 itu.

Alasan Bank Dunia Buat Standar Garis Kemisknan Berbeda dengan BPS

Bank Dunia mengakui sengaja ukuran kemiskinan yang berbeda dari definisi kemiskinan nasional yang digunakan oleh sebagian besar pemerintahan dunia.

"Definisi kemiskinan nasional dan internasional sengaja dibuat berbeda karena digunakan untuk tujuan yang berbeda," tulis Bank Dunia dalam Lembar Faktanya.

Menurut Bank Dunia, garis kemiskinan nasional ditetapkan oleh pemerintah dan dikhususkan untuk konteks kondisi negaranya sendiri. Garis kemiskinan itu biasanya digunakan untuk menerapkan kebijakan di tingkat nasional, seperti menargetkan dukungan bagi masyarakat miskin.

Sedangkan standar garis yang dibuat Bank Dunia ditujukan untuk membandingkan negara-negara dengan standar global dan memantau kemajuan di seluruh dunia dalam pengurangan kemiskinan.

"Garis kemiskinan nasional Indonesia tetap menjadi ukuran yang paling relevan untuk diskusi kebijakan khusus negara, sementara ukuran kemiskinan global yang baru dimaksudkan untuk membandingkan Indonesia dengan negara lain," tulis Bank Dunia.

Bila mengacu pada garis kemiskinan terbaru Bank Dunia untuk kategori UMIC, tentu garis kemiskinan bagi Indonesia yang sebesar US$ 8,30 per hari (sekitar Rp 1.512.000 per orang per bulan) jauh berbeda dengan garis kemiskinan versi BPS pada September 2024 yang sebesar Rp 595.242 per orang per bulan.

Dengan garis kemiskinan itu, BPS pun menganggap, jumlah orang miskin di Indonesia per September 2024 sebesar 8,57 persen atau sekitar 24,06 juta jiwa, jauh lebih sedikit dibanding jumlah yang diperkirakan Bank Dunia dengan standar terbarunya.

"Garis kemiskinan resmi Indonesia ditetapkan di tingkat provinsi (terpisah untuk daerah perkotaan dan pedesaan) dan tingkat kemiskinan mencapai 8,57 persen pada September 2024," tulis Bank Dunia.

Bank Dunia Akui Tak Ada Definisi Tunggal Dalam Penentuan Orang Miskin

Dalam Lembar Faktanya, Bank Dunia menegaskan tidak ada definisi tunggal tentang kemiskinan yang dapat memenuhi semua tujuan, dan inilah alasan perbedaan dalam garis dan metode perhitungan.

"Untuk pertanyaan tentang kebijakan nasional di Indonesia, garis kemiskinan nasional dan statistik kemiskinan yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) adalah yang paling tepat," tulis Bank Dunia.

Garis kemiskinan internasional yang diterbitkan oleh Bank Dunia sesuai untuk pemantauan kemiskinan global dan membandingkan Indonesia dengan negara lain atau standar global.

Suasana deretan pemukiman warga yang berada pada bantaran Sungai Ciliwung di kawasan Manggarai, Jakarta, Senin (12/8/2024). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan melakukan penataan permukiman kumuh. Penataan tersebut ditargetkan akan selesai pada 2027. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)Foto: (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Suasana deretan pemukiman warga yang berada pada bantaran Sungai Ciliwung di kawasan Manggarai, Jakarta, Senin (12/8/2024). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan melakukan penataan permukiman kumuh. Penataan tersebut ditargetkan akan selesai pada 2027. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Sumber Data Orang Miskin RI Bank Dunia Sama dengan BPS

Bank Dunia menggunakan survei rumah tangga resmi dari BPS, yakni SUSENAS untuk mengukur kemiskinan pada garis kemiskinan internasional, sumber data yang sama yang digunakan oleh pemerintah Indonesia.

Namun, metode untuk mengukur kemiskinan berbeda. Kemiskinan yang diukur menurut pendekatan Bank Dunia menggunakan garis kemiskinan internasional disesuaikan dengan tiga jenis perbedaan harga: perbedaan harga dari waktu ke waktu (menggunakan indeks harga konsumen), perbedaan harga antar distrik (Kabupaten/Kota, menggunakan ukuran biaya hidup lokal), dan perbedaan harga antar negara (menggunakan penyesuaian terkait PPP).

Namun, Bank Dunia menganggap, definisi kemiskinan nasional tidak menggunakan The International Comparison Program (ICP) untuk menyesuaikan perbedaan harga dari waktu ke waktu. Pendekatan untuk menghitung perbedaan spasial di Indonesia juga berbeda-pendekatan resmi menghasilkan garis kemiskinan terpisah untuk setiap daerah pedesaan dan perkotaan di setiap provinsi.

"Akhirnya, karena garis kemiskinan resmi dimaksudkan untuk digunakan di Indonesia saja, maka tidak memerlukan penyesuaian terkait PPP," tulis Bank Dunia.

Maksud Standar PPP dalam Garis Kemiskinan Bank Dunia

Bank Dunia mengungkapkan metode untuk mengukur biaya hidup antar negara supaya bisa dibandingkan satu dengan lainnya.

Nah, supaya dapat menerapkan standar pengukuran kemiskinan yang sama untuk semua negara, pertama-tama Bank Dunia harus memperhitungkan perbedaan biaya hidup di antara negara-negara tersebut.

Ban Dunia melakukannya dengan mengukur perbedaan jumlah barang dan jasa yang dapat dibeli dengan satu unit mata uang suatu negara di negara lain; hal ini dimungkinkan berkat upaya global oleh kantor statistik nasional di seluruh dunia yang disebut Program Perbandingan Internasional (ICP).

Dengan demikian, mengonversi garis kemiskinan internasional ke dalam ekuivalen rupiah bukanlah konversi nilai tukar pasar-ia memerlukan penyesuaian untuk perbedaan biaya antara Indonesia dan seluruh dunia.

Garis kemiskinan internasional saat ini diukur menggunakan paritas daya beli atau PPP 2021 yang dihasilkan oleh ICP. Proses penghitungan perbedaan daya beli di tingkat negara ini juga membedakan statistik Bank Dunia dari definisi nasional, karena penyesuaian ini tidak diperlukan untuk memantau kemiskinan di satu negara.

Standar Baru Bukan Berarti Jumlah Orang Miskin RI Naik

Dengan standar garis kemiskinan terbaru, Bank Dunia melaporkan bahwa kemiskinan di Indonesia telah meningkat. Misalnya, dari 15,6% dari total penduduk pada 2024 menjadi 19,9% di garis kemiskinan LMIC dan 60,3% menjadi 68,3% di garis UMIC.

Namun, Bank Dunia menekankan, angka kemiskinan di Indonesia bukan berarti meningkat. Angka kemiskinan yang dilaporkan di garis kemiskinan LMIC dan UMIC yang baru lebih tinggi karena ambang batas untuk dianggap tidak miskin telah meningkat di tingkat global.

Di negara-negara berpendapatan rendah, hal ini terutama karena kualitas survei yang tersedia telah meningkat dan beberapa negara telah menyesuaikan garis kemiskinan mereka untuk memanfaatkan data yang lebih akurat.

Di negara-negara berpendapatan menengah, peningkatan garis kemiskinan nasional menunjukkan banyak negara menjadi lebih ambisius dalam menentukan standar hidup minimum yang dapat diterima.

Sebagai akibat dari ambang batas yang lebih tinggi, sebagian besar negara mengalami peningkatan dalam angka kemiskinan internasional mereka, seperti halnya Indonesia.


(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Data Kemiskinan RI Versi Bank Dunia & BPS Berbeda, Ini Penjelasannya!

Read Entire Article
| | | |