Jakarta, CNBC Indonesia - Ilmuwan memperingatkan bahwa tanda-tanda kiamat sudah mulai terlihat di bawah laut. Lonjakan suhu global yang ekstrem telah mendorong ekosistem terumbu karang ke ambang kehancuran. Ini menandai pertama kalinya Bumi mencapai titik balik iklim.
Peringatan tersebut disampaikan oleh tim peneliti dari University of Exeter, Inggris, dalam laporan terbaru. Mereka menyebutkan bahwa pemanasan global kini bukan lagi ancaman masa depan, melainkan kenyataan yang sedang terjadi.
"Kita tidak bisa lagi membicarakan titik balik sebagai risiko masa depan. Ini adalah realitas baru kita," ujar Steve Smith, ilmuwan sosial sekaligus penulis utama laporan tersebut, dikutip dari Nature, Senin (13/10/2025).
Laporan tersebut menilai risiko tercapainya sekitar 20 titik balik planet, termasuk potensi runtuhnya lapisan es, naiknya permukaan laut, hingga kematian massal hutan hujan Amazon. Namun, kerusakan ekosistem terumbu karang menjadi bukti paling nyata bahwa salah satu titik balik itu telah terlewati.
Dalam dua tahun terakhir, suhu laut yang terus meningkat menyebabkan pemutihan karang atau coral bleaching secara besar-besaran. Fenomena ini terjadi ketika karang mengeluarkan alga simbiotik yang menjadi sumber makanan dan warna cerahnya.
Sejak Januari 2023, dunia telah mengalami peristiwa pemutihan global keempat dalam beberapa dekade terakhir. Peneliti memperkirakan lebih dari 84% ekosistem terumbu karang di seluruh dunia terdampak.
"Kita sudah sampai di titik itu," kata Michael Studivan, ahli ekologi karang dari University of Miami, AS. "Gangguan yang terjadi semakin parah dan sering, dan masa pemulihan di antaranya kini hampir tidak ada lagi. Itu masalah besar bagi terumbu karang," ujarnya.
Peneliti memperingatkan, bahkan jika manusia berhasil menstabilkan suhu global di 1,5°C di atas tingkat pra-industri, sesuai target Perjanjian Paris 2015, kerusakan pada terumbu karang tetap akan berlanjut.
Untuk menjaga terumbu karang tetap hidup dalam skala yang berarti, Bumi perlu didinginkan kembali ke sekitar 1°C di atas tingkat pra-industri, salah satunya dengan menyerap kembali karbon dioksida dari atmosfer.
Namun, pencapaian itu dinilai sulit dilakukan tanpa perubahan kebijakan dan tata kelola global yang radikal.
"Kita sudah memiliki pengetahuan dan teknologinya," ujar Manjana Milkoreit, ilmuwan politik dari University of Oslo yang ikut menulis laporan. "Yang kita butuhkan sekarang adalah sistem pemerintahan global yang mampu menghadapi tantangan sebesar ini."
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]