Jakarta, CNBC Indonesia — Kombinasi kebijakan penempatan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dan pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 4,75% dinilai akan memperkuat daya dorong sektor perbankan dalam menggerakkan perekonomian nasional.
Sebagai informasi, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, masing-masing mendapatkan penempatan dana senilai Rp 55 triliun. Lalu PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk mendapatkan Rp 25 triliun dan Rp 10 triliun.
Keenam bank tersebut merupakan bank terbesar dari segi aset di Indonesia.
Corporate Secretary BRI Dhanny mengatakan dana pemerintah akan memperkuat likuiditas bank untuk penyaluran kredit, terutama ke sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
"Penempatan dana ini diharapkan memberi multiplier effect positif terhadap pertumbuhan ekonomi. BRI akan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian serta tata kelola yang baik dalam pengelolaannya," ujarnya, dikutip Jumat (19/9/2025).
Selain itu, industri perbankan juga mendapatkan angin segar lain dari pemangkasan BI Rate ke level 4,75%. Hal ini akan mempercepat penurunan suku bunga pinjaman, sehingga dapat menjadi salah satu motor penggerak ekonomi nasional.
Dari sisi bank swasta, Direktur Utama CIMB Niaga Lani Darmawan menilai meski penempatan dana pemerintah difokuskan ke Himbara, dampaknya tetap akan terasa di industri.
"Too early to say karena likuiditas diberikan kepada Himbara saja. Tetapi rationally kami harap likuiditas akan melonggar karena competition DPK di bank besar seharusnya berkurang. Jika terjadi, maka diharapkan cost of fund bisa menurun bertahap sejalan dengan penurunan BI Rate, dan bunga kredit juga bisa turun berikutnya," jelas Lani.
Ia menambahkan, dengan pelonggaran likuiditas dan tren bunga turun, diharapkan animo investasi nasabah meningkat, daya beli masyarakat menguat, serta margin perbankan membaik setelah tertekan dua tahun terakhir. "Seharusnya persaingan bunga DPK secara keseluruhan akan lebih reda," ujarnya.
Dengan kombinasi kebijakan moneter dan fiskal ini, baik bank BUMN maupun swasta optimistis dapat memperkuat intermediasi, memperluas akses pembiayaan, serta mendukung program prioritas pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif.
Sebelumnya Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa juga yakin penempatan dana pemerintah Rp 200 triliun di bank BUMN akan meredakan perang bunga di pasar. "Mereka tidak kan perang bunga lagi bunga akan cenderung turun akan berdampak ke ekonomi itu sendiri bisa bunga pinjaman turun bisa juga bunga deposito turun jadi cost of money turun," terang Purbaya.
Bank Indonesia (BI) mengungkapkan alasan mengapa penurunan bunga kredit dan deposito perbankan berjalan sangat lambat, meskipun suku bunga acuan sudah dipangkas signifikan sepanjang tahun ini.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, sejak awal 2025 hingga Agustus, BI telah memangkas suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 125 basis poin (bps) ke level 5%. Namun, respons perbankan masih minim. Bunga deposito satu bulan hanya turun 16 bps dari 4,81% menjadi 4,65% per Agustus 2025.
"Terutama dipengaruhi oleh pembiayaan special rate kepada deposan besar yang mencapai 25% dari total dana pihak ketiga bank," ungkap Perry dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur BI, Rabu (17/9/2025).
Berdasarkan data Bank Indonesia, total DPK industri per Juli 2025 mencapai Rp 8.988,4 triliun. Dengan demikian bank harus membayar bunga yang terbilang tinggi untuk Rp 2.384 triliun dana yang parkir.
Apabila dibandingkan dengan total simpanan berjangka, artinya ada sekitar 70% deposito yang menggunakan special rate.
(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
BI Pangkas Suku Bunga 4 Kali, Ini Efeknya!